01 April 2004 — 8 menit baca

Suharto koruptor paling atasdi seluruh dunia

Ketika seluruh bangsa Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilu, tersiar berita dalam pers di berbagai negeri bahwa Transparency International, lembaga internasional yang mengadakan riset tentang korupsi di dunia, menyatakan bahwa mantan presiden Suharto adalah koruptor yang paling kaya di dunia. Hal itu dilaporkan dalam Global Corruption Report yang baru-baru ini diumumkan oleh lembaga internasional tersebut, dan diberitakan oleh berbagai kantor-berita, radio dan suratkabar luarnegeri. Menurut laporan tersebut, kekayaan Suharto dari hasil korupsi mencapai US$ 15-35 milyar, dan sebagian besar di antaranya diduga kuat hasil jarahan selama 32 tahun berkuasa sejak 1967.

Bahwa Suharto adalah koruptor yang amat besar banyak orang sudah tahu. Tetapi, bahwa ia adalah juga koruptor yang paling kaya di dunia, adalah satu hal yang patut kita renungkan bersama dan kita lihat pula dari berbagai segi. Sebab, kalau dikaji dalam-dalam, masalah korupsi Suharto merupakan persoalan penting yang perlu sekali dicatat dalam sejarah bangsa kita, baik untuk generasi yang sekarang maupun semua generasi yang akan datang. Masalah korupsi Suharto bukanlah hanya persoalan kejahatan perseorangan, yang bisa disamakan dengan kejahatan banyak orang lainnya. Masalah korupsi Suharto mengandung juga dimensi lainnya, yang ada hubungannya yang erat sekali dengan sejarah Orde Baru, sejarah penggulingan kekuasaan Bung Karno beserta penghancuran kekuatan kiri yang mendukungnya, terutama PKI berikut para simpatisannya.

Suharto Penjahat Terbesar Bangsa

Barangkali, tidak sedikit orang yang terkejut atau tidak setuju, bahkan marah (!), ketika mendengar ungkapan bahwa Suharto adalah penjahat terbesar bangsa kita. Ini bisa dimengerti, karena nama Suharto pernah - secara luar biasa !- disanjung-sanjung , atau dielu-elukan, atau “dihormati” selama 32 tahun rezim militer Orde Baru. Padahal, kalau ditilik secara serius, julukan penjahat terbesar untuk Suharto adalah sudah sepantasnya, atau sudah selayaknya, dan bahkan sudah semestinya. Ini bukanlah ungkapan yang “kebablasan” atau sekadar kata-kata yang “sembarangan”. Di kemudian hari, dalam sejarah Indonesia, nama Suharto harus ditulis seadil-adilnya dan menurut kebenaran, sesuai dengan besarnya kejahatan dan pengkhianatannya terhadap kepentingan rakyat dan revolusi.

Sekarang makin jelaslah bagi banyak orang bahwa Suharto bukanlah “penyelamat rakyat Indonesia”, bukan “bapak pembangunan” dan bukan pula “pahlawan”, dan bukan juga “pengayom bangsa” seperti yang digembar-gemborkan dengan gegap-gempita selama puluhan tahun. Sebaliknya, makin banyak bukti bahwa Suharto adalah pengkhianat besar terhadap pemimpin bangsa Bung Karno, karena bersekutu (pada waktu itu) dengan kekuatan asing (terutama AS dan Inggris) untuk menghancurkan kekuatan revolusioner rakyat Indonesia. Di samping itu, cukup banyak bukti (dan banyak saksi) yang menunjukkan bahwa Suharto adalah pelanggar besar HAM, dengan dibantainya 3 juta orang dalam tahun 1965 dan di-tapol-kannya ratusan ribu orang dalam jangka waktu yang lama sekali. Kecuali itu, sudah banyak juga tulisan (baik di dalamnegeri maupun luarnegeri) yang mengungkap betapa besar kekayaan Suharto beserta seluruh keluarganya sebagai hasil jarahan dan korupsi selama puluhan tahun ia memimpin rezim militer Orde Baru.

Dari itu semua, teranglah bahwa Suharto memang pantas disebut sebagai penjahat atau maling terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia selama ini, di samping sebagai pengkhianat terbesar. Berikut di bawah ini adalah sejumlah bahan-bahan untuk menjadi renungan kita bersama

Harta Haram Hasil KKN

Walaupun belum bisa diketahui, secara pasti, berapa jumlah yang sebenarnya kekayaan Suharto (beserta anak-anaknya dan saudara-saudara dekatnya) tetapi kita semua selama ini sudah tahu bahwa kekayaan keluarga Suharto adalah luar biasa besarnya. Kekayaan Suharto beserta keluarganya ini sudah banyak sekali dipersoalkan oleh pers, para pakar, berbagai Ornop dalamnegeri maupun luarnegeri. Contohnya, kalau kita buka search-engine Google lewat Internet, dan kita ketik kata-kunci “corruption Suharto” maka akan tercantum 34.000 segala macam bahan yang berkaitan dengan masalah korupsi Suharto. Kalau kita ketik kata-kunci “korupsi Suharto” (dalam bahasa Indonesia) maka akan tercantum 2.400 macam bahan, sedangkan kalau dengan kata-kunci “KKN Suharto” tercantum 2.240 macam bahan.

Dari sekian banyak segala macam bahan itu sudah dapat disimpulkan bahwa nama Suharto sebagai koruptor besar sudah dikenal luas, baik di dalam maupun luarnegeri. Jadi, perlu kita semua ketahui bahwa nama Suharto dikenal di dunia bukan saja sebagai diktator yang pernah mengepalai rezim militer yang melakukan pelanggaran HAM secara besar-besaran dan dalam jangka lama sekali, tetapi juga sebagai koruptor besar. Dengan bahasa atau kalimat lain yang lebih polos, arti koruptor besar bisa disamakan dengan penjahat besar atau maling besar. Korupsi dalam bahasa yang lugu atau sederhana adalah : mencuri.

Rezim Mafia Yang Dikepalai Suharto

Penamaan bahwa Suharto adalah penjahat besar atau maling besar kiranya tidak berlebih-lebihan atau “ngawur” saja kalau melihat besarnya kekayaan yang sudah ditumpuknya dan juga sejarah serta cara memperolehnya. KKN yang dilakukan Suharto perlu dijadikan bahan riset oleh berbagai lembaga sejarah dan ilmu, oleh universitas dan ornop, mengingat bahwa KKN Suharto merupakan sumber “penyakit” bangsa. KKN Suharto memberikan contoh yang tidak baik bagi seluruh bangsa, sehingga korupsi menjadi “kebudayaan” yang sangat merusak moral banyak orang. Perlu diingat bahwa Suharto waktu masih jadi Pangkostrad atau Panglima Komando Mandala atau Panglima Divisi Diponegeoro bukanlah orang yang kaya. Orang tua, mertua, atau keluarganya pun bukanlah orang-orang yang bisa digolongkan “orang atasan” yang berada.

Tetapi, setelah Suharto memimpin rezim militer Orde Baru maka secara berangsur-angsur dibangunnya jaring-jaringan yang berwatak mafia dengan unsur-unsur ABRI, Birokrasi, Golkar, konglomerat hitam, dan tokoh-tokoh agama. Jaring-jaringan (network) yang didominasi golongan militer ini mengkontrol secara ketat bidang eksekutif, legislatif, judikatif dan segala aspek penting ipoleksosbud (ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya). Melalui jaring-jaringan raksasa ini, para pemimpin golongan militer (terutama TNI-AD) menjadikan ABRI yang jumlahnya hanya 600.000 bisa bertindak sewenang-wenang selama puluhan tahun terhadap negara dan rakyat Indonesia yang jumlahnya 200 juta orang. Dengan jaring-jaringan yang menyerupai mafia yang dikepalai Suharto ini, para tokoh militer (beserta sekutu atau konco mereka di berbagai kalangan) bisa menumpuk harta haram dengan melakukan KKN, penyalahgunaan kekuasaan, atau segala macam cara-cara busuk lainnya. Kita semua sudah menyaksikan bahwa selama puluhan tahun Orde Baru, banyak jenderal dan kolonel menjadi kaya-raya berlebih-lebihan, walaupun resminya gaji mereka pas-pasan saja.

Entah berapa banyak kekayaan negara dan rakyat yang sudah dicuri oleh para koruptor yang tergabung dalam jaring-jaringan mafia raksasa Suharto ini. Sudah diketahui bahwa setidak-tidaknya 30% dari dana pembangunan selalu bocor setiap tahunnya dan menjadi “bancakan” haram mereka. Sebagai kepala jaring-jaringan raksana mafia ini Suharto ( beserta keluarganya), yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar sekali, dengan gampang telah mencuri harta negara dan rakyat dengan berbagai muslihat.

Harta Pencurian Lebih Dari US $15 Milyar

Menurut Global Corruption Report yang baru saja dikeluarkan oleh Transparency International kekayaan Suharto ditaksir antara sekitar US$ 15-35 miliar (atau sekitar Rp 127,5 - Rp 297,5 triliun dengan kurs Rp 8.500). Kalau direnungkan dalam-dalam, jumlah yang begitu besar adalah luar biasa besarnya ! Sebab, Rp 127 triliun adalah Rp 127 juta dikalikan satu juta, atau RP 127 000 000 000 000 (dua belas nol di belakang angka 127). Ini taksiran yang terendah, sedangkan ada kemungkinan bahwa jumlah kekayaan yang sebenarnya adalah antara Rp 127 000 000 000 000 dan Rp 297 000 000 000 000. Begitu besarnya jumlah ini, sehingga membayangkannya saja sudah sulit !

Kekayaan yang begitu besar jumlahnya tidaklah mungkin dikumpulkan oleh seorang petinggi militer (atau presiden sekali pun) dengan cara-cara yang legal, jujur, dan normal. Meskipun Suharto sudah menduduki jabatan sebagai kepala negara sekitar 30 tahun, tidaklah mungkin bahwa kekayaannya yang sebesar itu adalah melulu hasil dari gajinya, ditambah dengan tunjangan, dan segala hibah atau hadiah yang diterimanya. Kekayaan keluarga Suharto adalah hasil dari segala macam rekayasa busuk dan praktek-praktek KKN yang dijalankan oleh Suharto sendiri, oleh istrinya (Tien), dan oleh anak-anaknya Tutut, Sigit, Bambang, dan Tommy, dengan kerjasama banyak fihak. Tentang kekayaan anak-anak Suharto sudah banyak fakta yang kita ketahui dan juga cerita yang kita dengar.

Sekarang ini makin jelas bagi banyak orang bahwa keluarga Suharto sama sekali bukanlah keluarga yang bisa menjadi teladan keluhuran budi. Dari praktek selama puluhan tahun, makin nyatalah bahwa Suharto bukan seorang pemimpin bangsa yang mendatangkan kebaikan bagi negara dan rakyat Indonesia, melainkan sebaliknya, malah membawa kerusakan dan pembusukan di berbagai bidang. Pembusukan moral dan berbagai kekalutan di negeri kita yang terjadi dewasa ini adalah sebagian besar warisan yang ditinggalkan Orde Barunya Suharto dkk. Dan, sekarang makin banyak bukti yang meyakinkan juga bahwa kehadiran Suharto sebagai presiden RI, panglima tertingi ABRI, dan ketua Dewan Pembina Golkar, merupakan halaman hitam yang penuh noda dalam buku sejarah bangsa Indonesia.

Suharto Koruptor Tertinggi Di Di Dunia

Dengan harta haram hasil korupsi sebesar lebih dari US$ 15 miliar, Suharto merupakan koruptor yang tertinggi di dunia, dan jauh mengungguli para koruptor lainnya yang terkenal, umpamanya Ferdinand Marcos dari ¨Philipina dan Mobutu dari Zaire. Menurut Global Corruption Report , urut-urutan para koruptor terkemuka di dunia adalah sebagai berikut :

Suharto: US$15-US$35 miliar (Indonesia, 1967-98), Ferdinand Marcos: $5-10 miliar (Philippina, 1972-86), Mobutu Sese Seko: $5 miliar (Zaire, 1965-97), Sani Abacha: $2-5 miliar (Nigeria, 1993-98) , Slobodan Milosevic: $1 miliar (Yugoslavia, 1989-2000), J-C Duvalier: $300-800 juta (Haiti, 1971-86), Alberto Fujimori: $600 juta (Peru, 1990-2000), Pavlo Lazarenko: $114-200 juta (Ukraina, 1996-97, ) Arnoldo Aleman: $100 miliar (Nicaragua, 1997-2002), Joseph Estrada: $78-80 juta (Philippina, 1998-2001).

Sudah jelaslah bahwa dengan urutan-urutan para koruptor yang demikian itu, bangsa Indonesia tidak bisa (dan tidak pantas !) membanggakan diri sama sekali. Kalau di bawah pimpinan Bung Karno rakyat Indonesia bisa bangga sebagai bangsa yang berjuang dalam barisan terdepan melawan imperialisme dan kolonialisme, sebaliknya di bawah Suharto menjadi malu sebagai bangsa yang bermoral rendah, korup, anti-demokrasi, dan tidak menghargai HAM. Kasus para korban 65 yang sampai sekarang masih tetap belum diselesaikan adalah sebagian kecil dari bukti-buktinya.

Kejahatan Suharto bukan hanya karena ia telah mencuri kekayaan negara dan rakyat dalam jumlah yang amat besar sekali, tetapi juga karena ia telah mengumpulkan kekayaannya di atas tumpukan mayat jutaan orang, dan penderitaan puluhan juta keluarga para korban 65 berpuluh-puluh tahun. Suharto bisa menjarah kekayaan yang begitu banyak, berkat keberhasilannya mengangkangi rezim militer, dan dengan selalu menyebarkan kebohongan, selama puluhan tahun, tentang “bahaya laten PKI” serta melancarkan “de-Sukarnoisasi”.

Dari segi-segi ini semualah kita bisa melihat dengan jelas bahwa Suharto adalah penjahat besar yang sekaligus juga pengkhianat besar terhadap kepentingan rakyat Indonesia.