18 Oktober 2002 — 9 menit baca

Sesudah peristiwa Bali, perlu bebenah diri

Bahan untuk renungan bersama

Berhubung dengan adanya berbagai reaksi atau tanggapan atas tulisan “Malu menjadi bangsa Indonesia dan malu menjadi Islam“, maka “Sesudah peristiwa Bali, perlu bebenah diri” ini ditulis untuk menggarisbawahi hal-hal yang sudah disajikan dalam tulisan yang lalu, dan sekaligus mengangkat berbagai persoalan lainnya yang berkaitan dengan peristiwa menyedihkan di Bali, yang telah memakan korban jiwa begitu banyak.

Reaksi kritis terhadap tulisan yang lalu itu menunjukkan bahwa judul “Malu menjadi bangsa Indonesia dan malu menjadi Islam“ mungkin merupakan ungkapan yang terlalu provokatif atau terlalu tajam bagi sebagian orang. Atau, berbagai hal yang diutarakan dalam tulisan itu dianggap sebagai hal yang menyakitkan hati. Namun, berbagai tanggapan positif terhadap tulisan itu juga menunjukkan bahwa isinya adalah sesuai dengan perasaan atau fikiran sebagian orang lainnya. Kebebasan menyatakan pendapat inilah yang harus kita pertahankan bersama secara baik-baik. Sebab, seperti yang sudah kita alami selama Orde Baru-nya Suharto (beserta para pendukungnya), bangsa kita ini bisa akan kembali dalam kungkungan, kalau hak asasi manusia yang paling fundamental ini diinjak-injak.

Peristiwa terror ledakan bom di Bali sudah menimbulkan reaksi yang beraneka-ragam, baik di dalamnegeri maupun di luarnegeri. Polemik yang ramai sudah timbul dalam pers atau media massa, termasuk di berbagai mailing-list lewat Internet. Berbagai macam pernyataan dikeluarkan oleh para pejabat pemerintahan, para pakar dan komentator, dan oleh para tokoh berbagai golongan. Namun, seperti yang sama-sama kita saksikan atau kita baca setiap hari, di antara beraneka-ragam pernyataan itu ada yang patut menjadi bahan pemikiran bersama, dan ada yang bisa kita anggap sebagai sampah saja. Sebab, di antara berbagai pernyataan itu ada yang hanya merupakan gombal busuk yang tidak berguna bagi kehidupan bangsa atau, bahkan, racun yang membahayakan persatuan dan kerukunan di antara sesama umat yang hidup di negeri kita.

Peristiwa Bali Adalah Masalah Besar Yang Rumit

Peristiwa Bali adalah masalah besar dan penting bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Oleh karena itu, makin banyak orang yang peduli secara serius, akan makin baik bagi kita semua. Memang, persoalan ini pertama-tama adalah urusan pemerintah atau aparat-aparat negara kita. Namun, berdasarkan pengalaman yang sudah lebih dari 30 tahun, maka persoalan besar dan penting serupa ini TIDAK BOLEH kita serahkan mentah-mentah hanya di tangan pemerintah dan aparat negara melulu, tanpa ada kontrol dari opini publik atau partisipasi rakyat dalam berbagai bentuk dan cara. Berdasarkan pengalaman pahit selama ini, opini publik perlu ikut mengkontrol apakah pemerintah (Pusat maupun daerah) sudah bertindak cukup sigap dan dengan cara-cara yang tepat dalam menangani berbagai urusan yang berkaitan dengan paristiwa Bali ini.

Perlu juga dikontrol bersama-sama apakah tokoh-tokoh politik kita masih tega untuk menjadikan peristiwa Bali hanya untuk kepentingan politik sesaat dan “partisan” (memihak) untuk kepentingan diri sendiri atau golongan mereka saja. Bahkan, yang juga amat penting, adalah pengawasan apakah ada oknum-oknum yang masih sampai hati menjadikan peristiwa Bali hanya untuk mengeduk keuntungan pribadi dengan cara-cara haram dan tujuan bathil. Kedurjanaan dan kenistaan akhlak ini bisa mereka lakukan dengan banyak cara dalam menangani beraneka-ragam urusan (umpamanya : proyek darurat, dana pertolongan, pembelian barang-barang dan 1001 macam urusan-urusan lainnya). Singkatnya, peran Ornop, LSM, atau segala macam gerakan extra-parlementer lainnya (termasuk media massa), tetap amat penting dikembangkan dalam hal ini. Sebab, seperti yang sudah disoroti banyak orang selama ini, kita tidak bisa mengharapkan terlalu banyak dari DPR kita, yang kwalitas dan integritas moral anggota-anggotanya (tidak semua!) begitu rendah itu!

Sebenarnya, peristiwa serupa yang terjadi Bali, yang telah memakan korban jiwa begitu besar itu, bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Peristiwa di Bali menjadi masalah yang menghebohkan dunia – harap ingat bahwa Dewan Keamanan PBB pun telah mengeluarkan pernyataan tentang peristiwa ini – karena berbagai faktor aktual, yang antara lain adalah :

Peristiwa ini terjadi di Bali, yang merupakan tempat turisme dunia yang amat terkenal, dan selalu dikunjungi oleh banyak wisatawan mancanegara. Dari korban jiwa yang sebanyak hampir 200 orang itu sebagian besar terdiri dari turis-turis asing (terutama Australia). Peristiwa ini juga meletus ketika kampanye internasional melawan terorisme sedang menghebat di seluruh dunia, dalam rangka menghancurkan jaring-jaringan kekuatan Al Qaeda di banyak negeri. Peledakan bom yang dahsyat di Bali itu terjadi ketika ketegangan-ketegangan di Timur Tengah makin memuncak ( di antaranya : pertentangan Israel-Palestina, ancaman Presiden Bush terhadap Irak, serangan terhadap kapal tanker minyak Prancis di Yemen).

Akibat Parah Dan Hikmah Peristiwa Bali

Terlepas dari akibat-akibat yang amat menyedihkan karena banyaknya korban jiwa dan orang yang luka dan rusaknya harta-benda, peristiwa Bali juga membikin meleknya mata (dan hati) banyak orang Indonesia tentang berbagai persoalan parah yang sedang dihadapi bangsa dan negara kita. Kita bisa berharap bahwa dengan kejadian yang menyedihkan ini, sedikit demi sedikit, atau berangsur-angsur, akan terbongkar sejumlah masalah-masalah yang selama ini menjadi tanda-tanya bagi banyak orang, umpamanya : mengapa terjadi kekacauan berdarah di Maluku, Poso, di Kalimantan? Siapa yang mempersenjatai grombolan-grombolan pembunuh “dukun santet”? Mengapa di antara pendukung-pendukung Orde Baru banyak yang bersimpati kepada golongan “garis keras” Islam? Sisa-sisa kekuatan Orde Baru yang mana sajakah yang bekerja-sama dengan gerombolan pengacau di banyak daerah? Apa betul kesan orang yang mencurigai bahwa sebagian kalangan militer (terutama TNI-AD, yang mantan atau masih aktif) “main mata” dengan golongan-golongan yang selalu menimbulkan kekacauan?

Dari perkembangan yang terakhir kelihatan bahwa peristiwa Bali telah memaksa pemerintah Indonesia untuk berani mengambil langkah-langkah penting dan baru. Dengan tegas telah dinyatakan oleh pemerintah bahwa di Indonesia memang ada terroris. Ini merupakan pukulan (setidak-tidaknya, peringatan) bagi Wakil Presiden Hamzah Haz dan berbagai tokoh politik dan tokoh agama lainnya, yang selalu mengatakan bahwa di Indonesia tidak ada terroris. Langkah-langkah telah diambil pemerintah untuk memeriksa Abu Bakar Ba’asyir, Amirul Mejelis Mujahidin Indonesia (Bali Post, 18 Oktober 2002), seorang yang diduga terkait dengan Jema’ah Islamiyah, yang pernah beroperasi di Malaysia dan Singapura. Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab juga sudah ditahan oleh Mapolda Metro Jaya. Apakah tindakan serupa akan juga dilakukan terhadap golongan-golongan Islam “garis keras” lainnya, akan kita ketahui dari perkembangan selanjutnya.

Sulit untuk kita perkirakan sekarang, apakah langkah-langkah yang akan diambil pemerintah akan bisa membongkar secara jelas (dan tuntas) segala jaring-jaringan antara sisa-sisa kekuatan-gelap Orde Baru-nya Suharto dan golongan ekstrim-kanan Islam. Sebab, mereka inilah yang pada hakekatnya menentang diteruskannya reformasi. Mereka ini jugalah yang melawan dijalankannya demokrasi, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara sungguh-sungguh.

Perlu Penyelidikan Yang Menyeluruh

Peristiwa peledakan di Bali masih mengandung banyak sekali pertanyaan. Siapakah pelakunya yang utama, dan siapa yang memberikan komandonya, atau siapa-siapa saja yang membantunya? Mengapa diledakkan justru di Bali? Apakah ini ada hubungannya dengan jaringan Al Qaeda (seperti yang dinyatakan oleh Menteri Pertahanan Matori Abdul Jalil)? Lalu, apa yang bisa ditarik sebagai pelajaran dari kejadian ini?

Dengan banyaknya negara yang bersedia membantu pemerintah Indonesia untuk menyelidiki kasus besar ini, maka bisa diharapkan bahwa pada akhirnya akan ditemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Penyelidikan yang serius, professional, jujur yang dilakukan oleh Tim gabungan para penyelidik ahli yang dikirimkan oleh Inggris, Prancis, Jerman, Australia, Amerika, Jepang dan lain-lain negeri, dan yang bekerjasama dengan aparat-aparat negara Indonesia, mudah-mudahan akan membuahkan hasil yang cepat. Hasil ini sedang ditunggu-tunggu oleh seluruh dunia, sesuai dengan harapan keputusan Dewan Keamanan PBB. Bantuan yang ditawarkan oleh dunia internasional untuk menyelidiki berbagai aspek peristiwa Bali adalah amat penting, untuk menjamin supaya pekerjaan ini bisa dilakukan dengan cepat, baik, independen dan jujur. Sebab, selama ini kita sudah sama-sama sering mendengar berbagai penilaian banyak orang di Indonesia, yang meragukan akan kemampuan, kejujuran, atau integritas aparat-aparat negara kita sendiri.

Bebenah Diri Dan Membersihkan Kotoran

Peledakan bom di Bali adalah tindakan yang patut kita kutuk bersama. Sebab, apa pun motifnya atau tujuannya, atau apa pun alasannya, perbuatan ini adalah puncak dari suatu kebiadaban. Apakah ada hubungannya dengan operasi Al Qaeda atau tidak, apakah ada kerjasama dengan golongan-golongan tertentu di Indonesia atau tidak, apakah kejadian ini merupakan rekayasa dari satu kekuatan luarnegeri atau dalamnegeri untuk menimbulkan kekacauan politik, ekonomi, sosial atau bukan, namun satu hal sudah jelas : kalau ada orang atau golongan yang menyetujui atau bahkan bergembira dengan adanya kejadian ini, maka mereka itu sungguh tidak bernalar sehat (kasarnya : gila!). Orang-orang macam inilah yang membahayakan kerukunan antar ummat manusia di negeri kita. Orang-orang macam inilah yang ikut merusak Republik kita.

Oleh karena itu, segala cara dan usaha perlu ditempuh oleh pemerintah untuk menangkap para pelaku peledakan bom Bali ini dan menggulung habis jaringan organisasinya. Ini perlu dilakukan demi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia sendiri, dan bukan untuk kepentingan negeri-negeri lain yang mungkin punya agenda tersendiri. Bertindak terhadap para teroris di Indonesia adalah untuk menyelamatkan Republik kita sendiri dan melindungi rakyat kita.

Karena adanya dugaan bahwa banyak teroris yang terdapat di kalangan Islam “garis keras”, maka adalah kewajiban utama golongan Islam lainnya, untuk bebenah diri dan membersihkan “rumah tangga besar Islam” ini dari segala kotoran yang membikin buruk citra bersama. Kalau wajah Islam yang dipertontonklan oleh Taliban di Afganistan dan oleh Grup Islam Bersenjata di Aljazair sudah begitu buruk, maka adalah tugas golongan Islam di Indonesia untuk membuktikan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Selama ini, Islam di Indonesia dikenal di dunia sebagai Islam yang moderat, yang terbuka, yang toleran, dan bahkan bersahabat. Wajah inilah yang selanjutnya perlu dipupuk terus, atau bahkan dikembangkan lebih lanjut, sesuai dengan cita-cita para pejoang perintis kemerdekaan dan para pendiri Republik kita. Hanya dengan Islam yang demikianlah kiranya negara dan bangsa kita akan mendapat tempat yang terhormat di kalangan bangsa-bangsa. Bukan sebaliknya.

Dalam kaitan ini, patutlah disambut hangat inisiatif DPP GP Ansor yang akan mendatangi kedutaan-kedutaan besar Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman dan Australia, untuk menyampaikan belasungkawa atas terjadinya pemboman di Bali dan mensosialisasikan kegiatan “Agenda 100 Hari Kontra Terorisme”. Dalam kegiatan ini akan diadakan serentetan dialog atau diskusi dengan para dubes dan menyebarkan selebaran-selebaran anti-terorisme (Detikcom, 18 Oktober 2002).

Peristiwa Bali telah memakan korban jiwa yang banyak dan mendatangkan kerugian politik dan ekonomi yang amat besar bagi negara dan bangsa. Namun, dari peristiwa ini pulalah bisa kita harapkan adanya seleksi dan kristalisasi di kalangan aparat pemerintahan, di kalangan elite politik, di kalangan berbagai komponen bangsa (terutama di kalangan Islam), sehingga kehidupan bersama dalam Republik kita bisa lebih nyaman, sejuk, damai dan sejahtera bagi semua.