07 July 2005 — 9 menit baca

Korupsi memalukan Islam dan bangsa

Pidato presiden SBY soal moral dan korupsi di depan kongres Muhamadiyah di Malang merupakan cubitan yang sangat pedih atau slentikan yang pedas sekali bagi kita semua. Sebab, antara lain ia mengatakan terang-terangan : «”Setelah kita merdeka 60 tahun, moral bangsa kita belum baik. Reformasi belum sepenuhnya bisa memperbaiki moral, terutama dalam memberantas KKN. Masih banyak pejabat yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk melakukan KKN tanpa merasa malu. Alangkah malunya bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka korupsinya juga tertinggi di dunia » (Jawapos 4 Juli 2005)

Presiden kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas KKN melalui penegakan hukum dan tindakan aparat secara tegas. Namun, upaya itu dirasakan belum optimal jika para pemimpin organisasi kemasyarakatan tidak memberikan dukungan penuh. “Ketika hukum belum bisa ditegakkan dan aparat belum efektif, maka kesadaran moral yang bisa,” tegasnya. “Kesadaran moral bisa menyadarkan kita bahwa korupsi adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai agama,” tambahnya. Karena itu, SBY berharap agar para peserta muktamar terlibat aktif dalam penyusunan program-program persyarikatan selama lima tahun ke depan, termasuk upaya pemberantasan korupsi. Presiden juga mengajak warga Muhammadiyah untuk bersama-sama membangun kesadaran bersama agar umat Islam jauh dari korupsi. Sebab, korupsi hanya akan menyengsarakan umat dan negara (masih menurut Jawapos 4 Juli 2005).

Apa yang dikatakan oleh presiden SBY kali ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, sebab selama ini sudah diketahui oleh banyak orang, baik di dalamnegeri maupun luarnegeri. Tetapi, karena kali ini hal-hal itu diucapkan oleh kepala negara, dan lagi pula di depan kongres organisasi agama Islam yang besar, maka bisa mempunyai arti tersendiri atau menjangkau dimensi yang tidak kecil. Dan ketika ia bicara soal moral bangsa, maka sebenarnya ia telah mengangkat masalah besar yang sekarang sudah (dan sedang terus!) jadi pembicaraan hangat dalam masyarakat. Sebab, kalau kita melihat apa yang terjadi di negeri kita dewasa ini maka sulitlah untuk bisa mengatakan bahwa moral bangsa kita dewasa ini adalah baik, atau bisa dibanggakan. Begitu banyaknya berita-berita dalam media massa tentang korupsi yang terjadi hampir di seluruh bidang kehidupan negara dan bangsa, adalah suatu bukti bahwa moral bangsa kita sudah rusak parah dan membusuk sekali.

Hidup Mewah Dengan Harta Haram

Peristiwa korupsi gubernur Aceh (Puteh), hiruk pikuk tentang penggunaan Dana Abadi Umat di Departemen Agama, pembongkaran “korupsi berjemaah” di kalangan KPU, tersangkutnya tokoh-tokoh penting Badan Pemeriksa Keuangan dalam soal-soal suapan, penyelewengan dana di Jamsostek, diperiksanya sejumlah besar bupati dan walikota serta anggota DPRD di berbagai daerah, itu semua menunjukkan dengan jelas bahwa kerusakan akhlak di kalangan “atasan” masyarakat kita sudah mencapai tingkat yang menyedihkan sekali. Berita tentang kebejatan moral yang sudah tersiar saja sudah membikin banyak orang geleng kepala, padahal masih banyak sekali kasus-kasus korupsi yang masih belum muncul dalam media massa.

Bahwa pembusukan rohani sudah menjalar ke mana-mana dapat kita lihat juga dalam kehidupan sehari-hari di sekeliling kita masing-masing. Yang amat menyolok adalah kehidupan kalangan “atas” (baik sipil maupun militer) yang mewah dan berlimpah-limpah secara kelewatan, walaupun gaji “resmi” mereka hanya kecil saja. Gejala begini ini terdapat tidak hanya di Jakarta atau kota-kota besar saja, tetapi sudah di seluruh Indonesia. Para koruptor sudah tidak malu-malu lagi mempamerkan kepada siapa saja harta-benda yang mereka peroleh secara haram itu. Dan banyak orang juga sudah bersikap masa-bodoh dan cuwek saja terhadap gejala-gejala yang nista semacam itu. Ada yang menganggap korupsi adalah kelemahan manusia yang wajar. Bahkan ada pula yang malahan cemburu dan, karenanya, terangsang untuk tiru-tiru. Banyak yang merasa “ketinggalan zaman”, kalau tidak mengikuti arus “aji mumpung” ini. Kalau kita perhatikan secara teliti, (termasuk di lingkungan teman-teman dan kenalan kita masing-masing), maka akan nyatalah bahwa perpacuan kemewahan dan pamer kekayaan yang didapat dari pencurian uang orang banyak ini sungguh-sungguh sudah merusak budi nurani banyak kalangan dan golongan.

“Masih banyak pejabat yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk melakukan KKN tanpa merasa malu” kata presiden SBY di depan kongres Muhammadiyah itu. Ucapannya ini adalah konstatasi yang pasti dibenarkan oleh pendapat umum, yang makin menandaskan bahwa moral banyak pejabat negara kita memang sudah sangat bobrok. Tetapi, khalayak ramai pun mengetahui bahwa pejabat yang mensalahgunakan kekuasaan mereka untuk melakukan KKN tanpa merasa malu ini tidak hanya terdapat di kalangan sipil, melainkan juga di kalangan militer. Hanya saja, korupsi di kalangan militer selama ini – sejak puluhan tahun ! – ditutup-tutupi secara ketat sehingga tidak bisa terbongkar dengan mudah. Jadi, keliru besar sajalah, atau omong kosong sajalah, kalau ada orang yang mengatakan bahwa kalangan militer itu bersih dari korupsi.

Islam Tetapi Korupsinya Tertinggi

Pernyataan presiden SBY lainnya yang sangat menarik adalah ketika ia mengatakan :”Alangkah malunya bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka korupsinya juga tertinggi di dunia “ !!! ( tanda seru tiga kali ini dari penulis). Sebab, memang soal korupsi di Indonesia ini sudah merupakan hal yang memalukan sekali, dan sekaligus juga sangat memprihatinkan atau bahkan menyedihkan, Negara muslim terbesar di dunia tetapi korupsinya juga tertinggi di dunia. Ini mendorong kita semua untuk bertanya-tanya : mengapa bisa terjadi begitu ?

Mungkin, orang bisa juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya, umpamanya : apa sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam tidak bisa mencegah merajalelanya korupsi di Indonesia ? Apakah ajaran-ajaran dalam Islam tidak cukup untuk melarang penganut-penganutnya melakukan korupsi ? Karena banyak koruptor-koruptor Indonesia beragama Islam apakah berarti bahwa mereka melecehkan ajaran agama Islam? Apa sajakah kelemahan atau kesalahan Islam di Indonesia sehingga tidak bisa melarang penganut-penganutnya melakukan korupsi? Apakah merajalelanya korupsi di Indonesia bisa diartikan sebagai kegagalan Islam? Apa masih bisa diharapkan bahwa dari golongan Islam di Indonesia ada sumbangan besar dan penting untuk memberantas korupsi? Apakah akhlak para ulama dan tokoh-tokoh agama Islam di Indonesia bisa kita percayai? Apakah Islam bisa betul-betul menjadi kekuatan moral untuk membrantas korupsi? (harap tambahkan sendiri pertanyaan-pertanyaan lainnya …….)

Adalah wajar, dan juga bahkan sudah sepatutnya, bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam itu diajukan, ketika kita membaca bahwa di Departemen Agama, (sebuah instansi puncak yang justru mengurusi banyak aspek kehidupan keagamaan di negara kita) sudah menjadi tempat operasi maling-maling kaliber kakap. Sebab, antara lain, selain mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Taufik Kamil) juga mantan Menteri Agama (Said Agil Al Munawar) telah diperiksa dengan tuduhan penyelewengan penggunaan Dana Abadi Umat sebesar Rp 216 miliar. Dana Abadi Umat adalah uang yang dikumpulkan dari para jemaah haji sejak bertahun-tahun. Dan sejak lama pula sudah tersiar kabar tentang praktek-praktek kotor atau perbuatan haram di sekitar pengaturan perjalanan haji. Setiap tahun terjadi banyak sekali penipuan, pemerasan secara halus, dan berbagai macam kejahatan lainnya, dalam urusan ibadah haji yang oleh banyak orang dianggap suci ini.

Korupsi Perusak Moral Yang Dahsyat

Ketika melihat sekeliling kita, baik ketika berada di Jakarta atau kota-kota besar dan kota kecil di negeri kita, maka terasa sekali bahwa moral bangsa kita sedang sakit. Dan sakit berat sekali! Bagaimana tidak? Sebab, ketika tersiar berita banyaknya bayi-bayi di berbagai daerah terkena busung lapar karena kekurangan makanan, maka tersiar juga berita tentang adanya koruptor yang mencuri uang rakyat sampai puluhan atau ratusan miliar Rupiah. Dan ketika kita mendengar adanya puluhan juta orang menganggur tidak punya pekerjaaan untuk hidup sehari-hari, maka kita melihat adanya kelas “atasan” (termasuk sipil, militer, tokoh agama dan pengusaha) hidup mewah dan berfoya-foya dengan menyolok mata dari hasil perbuatan haram.

Dari segi ini, kelihatan jelas bahwa korupsi adalah perusak moral yang amat dahsyat berbahayanya bagi bangsa dan negara. Parahnya kerusakan atau besarnya kerugian yang disebabkan oleh korupsi bukan hanya berwujud hilangnya harta publik, tetapi juga – dan ini lebih penting !!! – dalam bidang moral. Adanya anggapan yang beredar luas “ bahwa korupsi adalah normal” adalah ukuran bahwa moral bangsa kita betul-betul menuju dekadensi yang sangat parah. Yang sangat memprihatinkan dan sekaligus amat menyedihkan, ialah bahwa banyak anak-anak kita – yang akan jadi generasi yang akan datang – sudah terpengaruh oleh “budaya korupsi” yang dipertontonkan oleh orang tua mereka. Karena itu, tidak salahlah kalau ada orang berteriak dengan marah ;”Awas, generasi penerus kita ikut jadi busuk!”.

Orde Baru Adalah Perusak Moral Bangsa

Mengingat itu semua, kita patut merenungkan dalam-dalam, dan dengan pemikiran yang menjangkau jauh pula, sejarah perjuangan bangsa kita dari segi moral. Sebab, dengan meninjau kembali ke belakang dan memandangnya sekarang, maka nampak jelas garis kemerosotan moral ini sebagai bangsa. Pada masa sebelum revolusi 45, pedoman moral bangsa lebih didijiwai oleh perjuangan melawan kolonialisme Belanda, yang antara lain dimotori oleh pembrontakan tahun 1926 yang menyebabkan ribuan orang dibuang ke tanah pengasingan Digul dan dikobarkan oleh perjuangan Bung Karno sejak mudanya di tahun 20-an. Pada masa revolusi sampai 1965, pedoman moral bangsa Indonesia ialah mempertahankan kemerderkaan RI dari segala gangguan dalamnegeri dan luarnegeri (RMS, DI-TII, PRRI-Permesta dll) dan menyokong perjuangan rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin melawan imperialisme.

Tetapi, sejak Suharto dan pendukung-pendukungnya menyerobot kekuasaan Bung Karno sebagai rentetan peristiwa 65, maka kelihatan dengan jelas bahwa moral bangsa Indonesia meluncur anjlok ke bawah sekali. Moral bangsa yang tadinya terkenal dan dipuji-puji oleh banyak rakyat di dunia (terutama di Asia-Afrika), telah dirusak porak-porandakan oleh para pendiri Orde Baru. Jadi, sebenarnya, kerusakan moral bangsa yang kita saksikan dewasa ini sudah dimulai sejak dibangunnya Orde Baru 40 tahun yang lalu oleh tokoh-tokoh TNI-AD di bawah pimpinan Suharto (jangan lupa, dengan dukungan GOLKAR!).

Kebejatan moral bangsa bukan hanya bisa dilihat dari banyaknya korupsi yang sudah melanda secara besar-besaran di negeri kita, tetapi juga dari hilangnya kesalehan sosial secara umum, dan merosotnya nilai-nilai baik bangsa seperti gotongroyong, patriotisme, nasionalisme kerakyatan, dan semangat untuk pengabdian kepada rakyat. Kerusakan moral bangsa juga nyata nampak pada ketidakpedulian banyak orang terhadap puluhan juta orang korban peristiwa 65 yang mengalami berbagai penderitaan yang berkepanjangan. Orang-orang yang tidak berdosa apa-apa ini selama puluhan tahun telah diperlakukan sewenang-wenang dan secara kejam oleh Orde Baru.

Kita semua sudah melihat dengan gamblang sekali bahwa Orde Baru sama sekali tidak memberi sumbangan apa-apa dalam “nation building and character building”, bahkan sebaliknya, malahan merusak atau membusukkan. Orde Baru sudah merusak jiwa perjuangan rakyat, melecehkan jiwa dan memalsu isi Pancasila. Pada umumnya, para pemimpin rezim militer Orde Baru tidak bisa digolongkan dalam orang-orang yang bermoral tinggi (tidak semuanya, memang) , karena terlibat dalam banyak KKN atau dalam menjalankan politik yang anti-sosial, anti-demokrasi dan anti-perikemanusiaan.

Oleh karena itu, jelas sekali sudah, bahwa moral bangsa akan tetap rusak dan busuk selama sisa-sisa fikiran dan “budaya” serta praktek-praktek kebiasaan Orde Baru masih belum terkikis habis. Pembaruan moral bangsa tidak mungkin dilakukan oleh - dan bersama-sama – para tokoh negara dan tokoh masyarakat (termasuk partai politik dan golongan-golongan agama) yang masih berjiwa Orde Baru. Mustahil!

Siapa dan golongan mana sajakah mereka itu, terpulang kepada para pembaca untuk menjawabnya …..!