07 November 2010 — 6 menit baca

Korban 65 Tolak Gelar Pahlawan untuk Suharto

S E R U A N

Jakarta 07 November 2010

Dengan ini diserukan kepada Kawan-kawan Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 serta Kawan-Kawan NGO dan simpatisan Korban yang peduli terhadap perjuangan penegakan HAM, untuk bisa hadir dalam acara Pengiriman Surat Petisi Penolakan Suharto sebagai Pahlawan Nasional ke pada Presiden Republik Indonesia .

Pada Hari/Tanggal: Senen 08 November 2010 Pukul: 11.00 WIB Tempat: Depan Gerbang Gedung Sekretariat Negara RI, Jl. Veteran No.17 Jakarta.

Atas perhatiannya, diucapkan banyak terima kasih.

Salam hangat,

Bedjo Untung Ketua YPKP 65


PERNYATAAN BERSAMA KORBAN, KELUARGA KORBAN, ORGANISASI KORBAN TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/1966

MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SUHARTO

Dengan ini kami para Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik yang tinggal di Dalam maupun Luar Negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Suharto yang berkuasa sejak 1966-1998 di mana jumlah Korbannya tidak kurang dari 20 juta jiwa, menyatakan: Ada pun yang menjadi dasar pertimbangan alasan penolakan ialah sebagai berikut:

Pertama, Suharto telah melakukan kejahatan pelanggaran konstitusi, yaitu pengkhianatan terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945, yaitu dengan tindakannya melakukan perebutan kekuasaan secara merangkak (creeping coup d’etat) atas Presiden RI pertama yang sah Bung Karno. Kemudian, Suharto melakukan serangkaian tindakan yang kontra revolusioner, menjadikan Indonesia tidak lagi menjalankan politik yang bebas aktif melainkan lebih berfihak kepada kepentingan imperialisme, neokolonialisme.

Suharto telah mengkhianati SP 11 Maret 1966 yaitu tidak melindungi ajaran Pemimpin Besar Revolusi untuk melanjutkan perjuangan anti imperialisme, melainkan membawa Indonesia menjadi negara yang berpihak kepada kepentingan kapitalisme dan imperialisme, dengan mengundang para investor asing menjarah kekayaan bumi Indonesia.

Kedua, selama periode kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1966-1978, Suharto telah melakukan serentetan kejahatan pelanggaran HAM berat, yaitu antara lain, genocida, pembunuhan massal atas 3 juta putra-putri terbaik bangsa Indonesia pada Tragedi Kemanusiaan 1965/1966. Jutaan rakyat telah ditangkapi, disiksa, dibuang,ditahan dan dibunuh tanpa melalui proses hukum. Harta benda korban dirampas, dimiliki tanpa hak. Aturan hukum dan perundang-undangan diskriminatif ia ciptakan untuk melanggengkan kekuasaan. Telah melakukan pelanggaran HAM berupa pencabutan paspor tanpa proses hukum terhadap warga negaranya yang ketika itu sedang bertugas belajar/bekerja di Luar Negeri.

Tindakan Suharto bisa dikategorikan sebagai Crimes against Humanity dan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu, ia bisa diseret ke Mahkamah Internasional.

Selama berkuasa, Suharto juga orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran HAM berat DOM di Aceh, Timor Leste, Papua, Kasus Penculikan Aktivis Mahasiswa, Kasus Tanjung Priuk, Kasus Talangsari Lampung, Pembunuhan Mahasiswa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi SemanggiI/II, Penyerbuan Kantor PDI jl. Diponegoro, Jakarta , Penembakan Misterius, Pembunuhan Aktivis HAM Munir serta berbagai kasus pelanggaran ekonomi, sosial, budaya lainnya.

Ketiga, selama Suharto berkuasa ia telah melakukan serentetan tindak kejahatan kriminal di bidang ekonomi, yaitu sebagai koruptor terbesar nomor satu di dunia. Menurut laporan Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations (2005), selama ia berkuasa telah mewariskan kerusakan lingkungan berupa pembabatan hutan dan hak penguasaan hutan untuk para kroni-kroninya. Sumber tambang dan mineral yang semestinya untuk kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia justru diberikan kepada asing (contohnya, tambang emas PT. Free Port yang diberikan kepada pengusaha Amerika Serikat).

Suharto telah mewariskan hutang yang berjumlah trilyunan rupiah kepada rakyat yang tidak menikmatinya.

Keempat, Suharto adalah orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis multi dimensional yang hingga kini belum terselesaikan. Kehancuran akhlak, lunturnya patriotisme, nasionalisme. Suharto adalah orang yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kehancuran di bidang hukum, politik, ekonomi. Ia adalah sosok yang menjadikan Indonesia terpuruk baik di dalam negeri mau pun luar negeri. Indonesia tidak lagi menjadi negara yang disegani karena ia lebih dikenal sebagai negara yang melindungi tindak kejahatan korupsi serta negara yang tidak melindungi Hak-Hak Asasi Manusia.

Kelima, Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.” Oleh karena itu upaya menetapkan Suharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR tersebut.

Hal-hal yang tersebut di atas belum pernah dipertanggungjawabkan baik secara politik mau pun hukum oleh mantan presiden Suharto sampai ia wafat. Namun demikian, tidak berarti kasus pelanggaran HAM berat yang ia lakukan, yang ia ikut merekayasa telah selesai begitu saja. Sampai hari ini para Korban belum memperoleh hak yang ia rampas secara sewenang-wenang, yaitu hak Pemulihan : Kebenaran, Keadilan dan Rehabilitasi.

Upaya memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Suharto sangat menyakiti hati para Korban Pelanggaran HAM. Bagaimana mungkin seorang pembunuh bangsanya sendiri dinobatkan sebagai pahlawan? Ini benar-benar di luar pemikiran akal sehat. Suharto dikenal sebagai orang yang licik, penuh kebohongan, kotor dan menjijikkan. Sama sekali tidak layak sebagai panutan bangsa mau pun suri tauladan bagi orang lain.

Atas dasar itu, kami para Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersama-sama, yang tinggal di dalam maupun luar negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Suharto, mendesak Presiden SBY-Budiono untuk:

Menolak Usulan Pengangkatan Suharto sebagai Pahlawan Nasional, segera menuntaskan kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 dengan memintai pertanggungan jawab kepada partai berkuasa saat itu yaitu Golkar dan Angkatan Darat sebagai pendukung rejim otoriter Orde Baru Suharto yang terus melakukan politik diskriminasi sampai hari ini. Mendesak rezim SBY-Budiono mengeluarkan kebijakan untuk mengungkap kebenaran, menghadirkan keadilan dan memulihkan hak-hak korban dengan menggelar Pengadilan HAM ad hoc seperti yang diamanatkan UU No 26/2000. Pemerintah SBY-Budiono harus berani meminta maaf kepada para korban atas terjadinya pelanggaran HAM serta berjanji untuk tidak mengulangi kejadian serupa di masa mendatang.

Demikian Surat Pernyataan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.

Jakarta, 07 November 2010

Hormat kami,

Bedjo Untung, Ketua YPKP 65 S.Utomo, Ketua LPRKROB Sugiri, Korban 65/ LPKP Eddi Sugiyanto, YPKP 65 Heru Suprapto, YPKP 65 Gustaf Dupe, Korban 65 Lestari, Korban 65 Sri Sulistyowati, Korban 65 Mujayin, LPRKROB Kusnendar, LPRKROB Sanuar, YPKP 65 Padang Pariaman Amir Suripno, YPKP 65 Ait Esa, YPKP 65 Mulyono, SH, LPRKROB Yoyo, Korban 65 Effendi Saleh, Korban 65 Eddo, YPKP 65 Endang, LPRKROB Mardjuki, LPKP John Pakasi, LPKP Sasmaya, Korban 65 Djadji, Pakorba Nadiani, YPKP 65 Bukittinggi Trikoyo Ramidjo, Korban 65 Haryogyo, Seniman Korban 65/YPKP 65 Aad Hidaya, YPKP 65 Kuningan Asep, YPKP 65 Sukabumi Udin Muhidin, YPKP 65 Cianjur MD.Karta Prawira, LPK 65 Belanda Samin, YPKP 65 Riau Ngadi Suradi, Balikpapan Mudlofir, YPKP 65 Pemalang Supardi, YPKP 65 Pati Handoyo, YPKP 65 Pati Wayan Sante, Korban 65 Bali Putu Oka, Korban 65 Bali Prayitno, Korban 65 Bali Adi Wijaya, Yogyakarta Bangun Kinardi, Korban 65 Boyolali Supomo, Korban 65 Boyolali Adon Sutrisno, Korban 65 Kertosono Put Moeinah, Korban 65 Blitar Abdul Jalil, Korban 65 Pati Sumini Martono, Korban 65 Tangerang

Y.T.Taher, Korban 65 Australia

Arif harsana, Korban 65 FEID Jerman

Tom Ilyas, Korban 65 Swedia

Ibrahim Isa, Korban 65 Belanda

Umar Said, Korban 65 Perancis

Heru Atmodjo Korban 65 AURI Jakarta

Bambang Poernomo Korban 65 mantan militer Temanggung

Hutomo Korban 65 mantan staff Kejagung RI

A.Rahman YPKP 65 Bandung

Ny. Sulastri Korban 65 Cilacap

Umi Siraj Korban 65 Bekasi

Ny. Rasumi M.Thaib Korban 65 Comal Pemalang

Murba Tengku Satrio Korban 65 Pemalang

Eko Wardoyo YPKP 65 Tangerang

Slamet YPKP 65 Lampung

St. Sudarno YPKP 65 Pekalongan

Bu Muhayati Korban 65 YPKP 65 Yogyakarta
dll