12 Februari 2001 — 13 menit baca

GOLKAR perlu dihancurkan oleh Front Rakyat

Mohon dengan sangat, supaya jangan buru-buru terkejut atau berburuk-sangka terlebih dahulu terhadap judul di atas, sebelum membaca tulisan ini sampai habis. Sebab, kalau sudah selesai menyimak isinya, maka akan nyatalah bahwa maksud tulisan ini bukanlah untuk menghasut supaya orang menjadi panas dan amuk-amukan membakari atau merusak kantor-kantor GOLKAR, atau ramai-ramai menggelar aksi-aksi secara anarkhis dan berbagai tindakan yang tidak berperikemanusian. Bahkan, sebaliknya, tulisan ini berusaha mengajak para pembaca untuk, secara tenang dan dengan hati dan fikiran yang jernih, bersama-sama melihat persoalan-persoalan dengan nalar sehat. Artinya, dengan kacamata perikemanusiaan dan moral politik yang sehat juga.

GOLKAR perlu dihancurkan, dan, kalau bisa, sampai ke akar-akarnya. Kehancuran GOLKAR secara politik (!!!) adalah perlu, bahkan, adalah suatu keharusan, kalau kita menginginkan adanya pembaruan besar-besaran di republik kita. Kehancuran GOLKAR (sekali lagi, ditandaskan di sini : secara politik !!!) adalah salah satu di antara berbagai syarat mutlak supaya reformasi total bisa kita tuntaskan bersama. Kata-kata kehancuran “secara politik” ditegaskan untuk mencegah timbulnya pengertian bahwa yang dimaksudkan adalah “penumpasan sampai ke akar-akarnya” seperti yang dilakukan oleh rezim Orde Baru terhadap kekuatan pro-PKI (dan juga kekuatan pro Bung Karno). Ungkapan kehancuran “secara politik” dipakai di sini, juga untuk menggarisbawahi bahwa yang menjadi persoalan pokok adalah politik, dan bukannya masalah pembantaian manusia dengan cara-cara biadab dan membabi-buta.

Apakah GOLKAR memang perlu dihancurkan secara politik? Mengapa? Apakah pandangan ini demokratis? Apakah GOLKAR boleh dibubarkan? Dan, apa bisa dibubarkan? Apakah tidak bertentangan dengan UUD atau prinsip-prinsi HAM? Apakah ini merupakan sikap moral yang baik? Dan, apakah menghormati etika politik? Apakah menguntungkan kepentingan rakyat? Apakah mendatangkan kebaikan bagi negara? Singkatnya, apakah benar?

Karena adanya berbagai macam aksi yang dilancarkan terhadap GOLKAR akhir-akhir ini, maka mulai muncullah berbagai pendapat atau komentar tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kekuatan politik raksasa yang pernah mengangkangi negeri kita selama lebih dari 30 tahun. Perdebatan tentang masalah penting ini sekarang meledak di mana-mana. Ini adalah pertanda yang baik. Makin banyak diperdebatkan, akan makin baik bagi pendidikan politik (dan moral!!!) bagi rakyat kita. Dan oleh karena pentingnya masalah ini bagi bangsa dan negara kita, maka seyogyanyalah kalau masalah ini bisa menjadi perdebatan di sebanyak mungkin kalangan.

Dengan tujuan itu pulalah maka disajikan tulisan berikut di bawah ini, sebagai sekedar sumbangan untuk menyoroti kembali (atau mengingat kembali) sepintas lalu berbagai aspeknya secara pokok-pokok.

Asal Usul Lahirnya GOLKAR Dan Perkembangannya

Untuk selanjutnya, demi kejernihan sejarah, perlulah kiranya banyak studi dilakukan oleh berbagai kalangan (para pengamat dan pakar politik, sejarah, sosiologi, ketatanegaraan, dll, atau siapa saja yang kebetulan memiliki kemampuan, minat, serta sarana!) mengenai GOLKAR ini. Sebab, ketika kita semua sudah beramai-ramai menyatakan bahwa Orde Baru adalah sistem politik (dan kebudayaan) yang buruk, maka perlulah kiranya jernih pula di fikiran kita semua tentang masalah GOLKAR. Sebab, dari perjalanan Orde Baru yang selama lebih dari 30 tahun itu, nyatalah bahwa eksistensi Orde Baru tidak bisa dipisahkan dari eksistensi GOLKAR. Marilah kita sama-sama kita simak sejenak latar-belakang sejarahnya.

Sejak permulaan tahun 50-an sebagian pimpinan TNI-AD sudah mempunyai ambisi untuk ikut-ikut berperan lebih aktif dan lebih besar dalam percaturan politik, dan mengadakan langkah-langkah untuk mengimbangi kekuatan Sukarno dan PKI. Pada tanggal 2 Desember 1962 kalangan militer ini telah melahirkan SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia) yang dipimpin oleh perwira-perwira TNI-AD. Kemudian, SOKSI ini telah membentuk juga ormas-ormas untuk mengimbangi ormas yang bernanung di bawah PKI atau partai-partai lain.

Dengan diakuinya kedudukan golongan karya dalam MPRS, maka sejumlah tokoh TNI-AD telah membentuk pada tanggal 20 Oktober 1964 Sekretariat Bersama Golongan Karya (disingkat Sekbergolkar). Setelah terjadinya G30S, Sekbergolkar mengadakan Mukernas dalam bulan Desember 1965, untuk merumuskan program organisasi dan perjuangan di segala bidang. Walaupun Sekbergolkar resminya bukanlah partai politik, tetapi Orde Baru (yang dikendalikan oleh pimpinan TNI-AD) telah membantunya untuk ikut dalam Pemilu 1971. Sekbergolkar telah meraih 62,79% suara pemilih. Pada tanggal 17 Juli 1971 Sekbbergolkar telah dirobah oleh pimpinan militer menjadi Golongan Karya (GOLKAR), yang merupakan organisasi politik dan berfungsi sebagai partai politik pula. Dan, sejak itu, berkembanglah situasi, yang masih sama-sama kita ingat secara jelas dan segar, sampai sekarang.

Selama lebih dari 32 tahun, GOLKAR ini telah menjadi alat politik “ampuh” dan mesin kekuasaan raksasa rezim militer di bawah pimpinan Suharto dkk. Suharto sendiri telah menjadi ketua Dewan Pembina GOLKAR, dan petinggi-petinggi militer (terutama dari TNI-AD) yang menjadi Menteri, Direktur Jenderal atau Inspektur Jenderal berbagai departemen, gubernur, bupati, bahkan camat juga anggota GOLKAR. Selama rezim Orde Baru itu GOLKAR telah mengangkangi seluruh kekuasaan eksekutif, legislatif dan judikatif, sehingga Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, kepolisian, pengadilan negeri juga diduduki oleh orang-orang GOLKAR. Dalam jangka puluhan tahun, pimpinan utama MPR, DPR, atau DPRD (tingkat I atau tingkat II), juga ada di tangan tokoh-tokoh GOLKAR, yang sekaligus juga orang-orang militer.

Bukan itu saja. Semua pegawai negeri sipil (yang jumlahnya jutaan! ) juga digiring atau dipaksa menjadi anggota GOLKAR, lewat “keanggotaan” mereka kepada Korpri. Di samping itu, berbagai organisasi kepemudaan, perburuhan dan kewanitaan, dan juga kalangan seniman dan ulama juga di-”Golkar”-kan. Begitu hebatnya kekuasaan rezim militer (waktu itu) sehingga boleh dikatakan bahwa tidak ada satu pun bidang kehidupan masyarakat negeri kita yang tidak bisa “dijamah”, atau dikontrol, atau dipengaruhi oleh GOLKAR, dengan berbagai cara dan bentuk. Termasuk bidang kehidupan kebudayaan, pers, bahkan keagamaan!!!

Ringkasnya, barangkali ada benarnyalah kalau ada orang yang mengatakan bahwa rezim militer Orde Baru adalah pada hakekatnya adalah rezim GOLKAR.

GOLKAR Adalah Perusak Republik Indonesia

Mungkin, kedengarannya, kalimat yang di atas adalah ungkapan yang sembarangan saja, atau “asal bunyi” saja. Apalagi, kalau ditambah dengan tanda seru tiga kali pula……Tetapi, dengan merenungkan hal-hal yang disajikan berikut di bawah ini, mungkin nalar kita yang sehat akan bisa menarik kesimpulan apakah betul bahwa GOLKAR adalah perusak Republik Indonesia ataukah tidak betul. (Juga tentang masalah ini, alangkah baiknya, kalau berbagai kalangan mulai mengadakan penelitian yang serius dan menyeluruh). Di antara bahan-bahan untuk renungan kita bersama adalah yang berikut:

Suharto, sebagai kepala negara, dan sebagai Ketua Dewan Pembina GOLKAR, telah melakukan berbagai kesalahan serius di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif, di samping di bidang politik dan moral (bahkan, dalam hal-hal tertentu sudah merupakan kejahatan). Pada awalnya, bersama-sama atau dengan dukungan teman-temannya di kalangan TNI-AD ia telah mengkudeta Bung Karno serta membawa keluarga serta para pendukungnya dalam penderitaan, menyalahgunakan Supersemar, membiarkan terbunuhnya jutaan orang tidak bersalah serta membubarkan PKI. Dalam perkembangannya kemudian, ia telah menjadi diktator dengan menggunakan ABRI dan GOLKAR sebagai alat pelindungnya selama puluhan tahun, sehingga ia bisa membangun suatu mesin raksasa kekuasaan yang berwatak mafia (artinya : organisasi penjahat).

Ringkasnya, Orde Baru (baca: GOLKAR) telah merusak berbagai sendi negara republik kita, dengan (antara lain) : menyalahgunakan UUD 45, mencatut dan kemudian mengotori Pancasila, melecehkan jiwa asli lambang Bhinneka Tunggal Ika, membunuh demokrasi lewat pengangkangan DPR dan MPR, menyebarkan permusuhan dan pertentangan (yang berkepanjangan) antara berbagai komponen bangsa dengan memalsu dan menyalahgunakan isyu G30S, merusak dan membikin ABRI menjadi dibenci oleh rakyat, menyuburkan kemerosotan moral sehingga KKN dan pelecehan hukum merajalela di seluruh negeri. (Mohon tambah sendiri, untuk lengkapnya, daftar yang sudah panjang ini. Fakta-faktanya cukup banyak, di sekitar kita masig-masing)

Itu semua adalah keadaan selama puluhan Orde Baru, yang akibat-akibat parahnya masih kita saksikan dewasa ini, sebagai warisan yang ditinggalkan. Lalu, apakah bisa dikatakan bahwa semua akibat buruk itu adalah akibat kesalahan dan dosa GOLKAR (lebih tepatnya : tokoh-tokoh utamanya di berbagai tingkat atau jajaran)? Jawabnya, ya!!! Supaya lebih jelas lagi : segala keburukan kehidupan bangsa dan kerusakan-kerusakan di berbagai bidang dewasa ini adalah akibat dosa (atau kejahatan) GOLKAR selama puluhan tahun berkuasa. Dan untuk itu semuanya para pemimpin dan “tokoh-tokoh” GOLKAR harus bertanggung-jawab. Tidak bisa lain.

Korban Orde Baru Adalah Besar Sekali

Kerusakan di bidang eksekutif, legislatif, judikatif, moral dan kebudayaan bangsa yang disebabkan oleh Orde Baru (GOLKAR) selama lebih dari 32 tahun adalah amat besar, luas dan parah. Karenanya, kerugian negara sangatlah besar, di samping penderitaan rakyat pun amat luas. Korban Orde Baru selama puluhan tahun itu terdapat di berbagai sektor masyarakat atau komponen bangsa, dan meliputi berbagai suku, agama, ras, keyakinan politik. Di antara mereka bukan hanya simpatisan politik Bung Karno dan pendukung PKI saja, melainkan juga mereka yang tidak setuju dengan politik Bung Karno atau PKI, dan bahkan juga di kalangan yang pernah meyokong Orde Baru dan kemudian menjadi “sadar”. Mereka ini ada yang pegawai negeri, pengusaha besar dan kecil, militer, buruh, tani, seniman, intelektual, mahasiswa, pemuda, wanita dll, yang telah mengalami berbagai kerugian atau penderitaan – dan dalam berbagai bentuk atau berbagai derajat - sebagai akibat sistem politik, ekonomi dan sosial Orde Baru.

Mungkin, ketika membaca hal-hal yang tersebut di atas, ada yang bergumam : “Ah, itu semua kita juga tahu. Apa perlu disebut-sebut lagi?”. Jawabnya, adalah : perlu. Sekedar untuk mengingat-ingat bersama-sama, sehingga kita bisa melihat persoalannya dengan jernih. Itu semua untuk menuju satu kesilpulan yang penting dan benar, yaitu bahwa demi pembangunan kembali bangsa, demi membela kepentingan rakyat secara keseluruhan, demi tegaknya demokrasi, demi dihormatinya hak asasi manusia di bumi Indonesia, maka GOLKAR perlu dihancurkan secara politik. Hancurnya GOLKAR adalah adalah satu di antara berbagai syarat penting untuk mencegah terulangnya kembali Orde Baru.

Karena besarnya kerusakan dan beratnya dosa Orde Baru di berbagai bidang ni - yang pada hakekatnya adalah produk GOLKAR selama puluhan tahun – telah dan sedang memakan kerugian atau korban yang besar bagi negara dan rakyat, maka nalar sehat akan bisa melihat perlunya diusahakan dengan segala cara supaya GOLKAR jangan sampai berkuasa kembali, atau jangan berperan kembali di pentas politik. GOLKAR harus dibikin, bersama-sama, jangan sampai bisa meneruskan praktek-prakteknya, yang sudah terbukti merugikan kepentingan negara dan rakyat dalam jangka lama sekali.

Oleh karena GOLKAR pernah menguasai hampir seluruh aparat pemerintahan dan mengontrol hampir seluruh kehidupan bangsa dan negara, dan dalam jangka lama pula, maka wajarlah bahwa sekarang ini, walaupun Orde Baru sudah runtuh, tetapi partai ini masih memiliki kekuataan dan dana yang besar sekali. Artinya, rakyat negeri kita dewasa ini masih tetap menghadapi musuh atau penyakit yang berbahaya sekali. Oleh karena itu, hilangnya GOLKAR dari kehidupan politik di Indonesia bukanlah merupakan suatu kehilangan bagi rakyat dan negara kita. Tegasnya, dalam kalimat lain, hilangnya GOLKAR bukanlah suatu kerugian bagi bangsa kita. Justru kebalikannya : hilangnya GOLKAR dari percaturan politik negeri kita merupakan rahmat.

Mengingat itu semua, maka digalangnya front rakyat luas anti-Orde Baru, dengan tujuan menghancurkan GOLKAR secara politik, merupakan tugas bagi seluruh kekuatan pro-reformasi dan pro-demokrasi. Untuk ini, berbagai macam aksi atau kegiatan oleh gerakan extra-parlementer perlu terus-menerus digelar bersama-sama, tanpa memandang asal suku, keyakinan agama, perbedaan ras, atau keyakinan politik.

Menghancurkan Golkar Demi Selamatnya Reformasi

Akhir-akhir ini kita sering sama-sama kita dengar bahwa partai GOLKAR yang sekarang dipimpin oleh Akbar Tanjung adalah bukan GOLKAR yang lama. Adalah penting bagi kita semua untuk berusaha merenungkan, secara dalam-dalam, tentang benar tidaknya ucapan-ucapan yang demikian itu, sambil mengujinya dengan gejala dan praktek GOLKAR selama ini. Sebab, selama GOLKAR tidak secara jelas dan tegas (secara kongkrit pula!!!), memerangi segala keburukan-keburukan, kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa yang telah ditimbulkan oleh sistem politiknya selama Orde Baru, maka patutlah kiranya kalau kita harus tetap mencurigainya.

Artinya, Partai GOLKAR di bawah pimpinan Akbar Tanjung dkk itu, harus berani (dan aktif !!!) membersihkan dirinya dari segala tokoh-tokohnya (baik sipil maupun militer) yang telah menjadi maling-maling besar selama Orde Baru, atau selama pemerintahan Habibi dan juga pemerintahan Gus Dur-Mega. GOLKAR harus secara kongkrit ikut menggulung semua tokoh-tokohnya yang telah melakukan kejahatan-kejahatan terhadap hak asasi manusia. GOLKAR harus menyingkirkan dari barisannya, semua tokoh-tokohnya yang melakukan praktek-praktek untuk menentang jalannya reformasi, baik di Pusat maupun di daerah-daerah. GOLKAR harus ikut aktif (dan nyata!) untuk meluruskan sejarah yang pernah diplintir-plintirnya selama Orde Baru tentang peristiwa 65, dan merehabilitasi nama baik Bung Karno serta para korban persekusi politik selama 32 tahun. GOLKAR harus berani membeberkan sendiri, secara sukarela dan tulus, segala dosa dan kesalahannya di masa yang lalu. Kalau hal-hal seperti itu telah dilakukan, maka barulah kita bisa percaya tentang bedanya GOLKAR yang dulu dengan yang sekarang.

Kalau tidak, maka adalah menjadi kewajiban yang mulia dan missi bersejarah bagi seluruh kekuatan pro-reformasi dan pro-demokrasi untuk bersama-sama terus “memerangi” atau menghancurkan GOLKAR di bidang politik, dengan segala cara yang beradab, damai, tidak anarkhis, demokratis, dan masuk di akal rakyat banyak. Perjuangan terhadap GOLKAR ini adalah benar secara politik, dan luhur secara moral. Sebab, pengalaman selama 32 tahun lebih sudah membuktikan secara nyata segala macam kejahatan yang telah dilakukannya terhadap negara dan rakyat. Dewasa ini, membiarkan GOLKAR tetap bisa meneruskan kejahatan-kejahatannya adalah dosa besar kita bersama. Karenanya, GOLKAR haruslah menjadi salah satu di antara berbagai sasaran gerakan reformasi.

Untuk itu, usaha bersama untuk terus-menerus, dan melalui berbagai bentuk dan jalan, memblejedi segala macam kejahatan, kesalahan, dan dosa yang pernah (dan sedang) dilakukan oleh GOLKAR adalah sangat perlu untuk pendidikan politik rakyat (umpamanya, antara lain : pembantaian jutaan manusia tahun 65/66, kasus HAM di Aceh, Tg Priok, peristiwa 27 Juli, peristiwa Semanggi, kasus BLBI, Bank Bali, Pertamina, Taperum, Bulog, Texmaco dll). Kesadaran politik rakyat tentang segala aspek negatif GOLKAR adalah penting untuk memencilkannya dan mengecilkannya di opini publik.

Terpencilnya atau terpuruknya GOLKAR di opini publik adalah perlu sekali untuk menghancurkan legitimasi politiknya, untuk kemudian bisa menggilasnya dalam pemilu yad secara demokratis dan konstitusional. Jelaslah sudah, bahwa pekerjaan ini tidak mudah, dan memerlukan waktu yang panjang . Tetapi, korban Orde Baru adalah banyak sekali, di berbagai sektor atau bidang masyarakat. Bukti-bukti dan pengalaman nyata tentang kejahatan sistem dan praktek-prakteknya juga banyak sekali, karena telah dilakukan dalam tempo yang begitu lama semasa Orde Baru.

Front Rakyat anti-Orde Baru (yang juga sekaligus merupakan Front Rakyat anti-Golkar) akan bisa menjadi penggerak opini umum untuk menggembosi, atau menghancurkan legititimasi politik partai ini, yang telah menghimpun begitu banyak “tokoh-tokoh” buruk di dalamnya serta membiarkan mereka menjadi : koruptor, maling-maling besar, pelanggar hak asasi manusia, perusak kehidupan demokratis, penyebar racun persatuan di kalangan berbagai komponen bangsa, penindas rakyat demi kekayaan mereka sendiri. Opini umum inilah yang nantinya akan bisa menjatuhkan sanksi moral dan mendorong banyak orang meninggalkan GOLKAR atau tidak memilihnya lagi dalam pemilu yad. Atau, opini umum inilah yang akan memaksa GOLKAR akhirnya membubarkan diri, atau bubar dengan sendirinya. Karena, dengan terbukanya segala aspek-aspek gelapnya serta terbongkarnya praktek-praktek buruk para tokohnya, opini umum akan menyimpulkan bahwa GOLKAR ini tidak dibutuhkan sama sekali pada jaman reformasi dewasa ini, apalagi di kemudian hari, oleh bangsa kita.

Tugas seluruh kekuatan pro-reformasi, yang tergabung dalam front rakyat korban Orde Baru untuk menghancurkan GOLKAR adalah luhur. Karenanya, walaupun berbagai aksi atau kegiatan perlu dilancarkan bersama-sama dan secara luas dan juga terus-menerus, tetapi haruslah dilaksanakan juga dengan cara-cara yang beradab pula. Sebab, tujuannya adalah untuk merebut hati rakyat seluas mungkin, menjernihkan fikiran, dan memberikan pendidikan politik, supaya rakyat berpartisipasi aktif dalam membela demokrasi dan menyelamatkan negara dan bangsa dari kebobrokan, yang sudah diwariskan oleh Orde Baru.