11 April 2001 — 10 menit baca

Bung Karno diperlukan sebagai simbul persatuan bangsa

Renungan dan catatan tentang BUNG KARNO (5)

Situasi bangsa dan negeri kita dewasa ini sedang dilanda oleh beraneka-ragam pertentangan besar maupun kecil dan berbagai keruwetan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan juga (!!!) kebobrokan moral. Artinya, krisis yang multi-dimensional dan parah telah - dan sedang terus - memporak-porandakan berbagai sendi-sendi penting kehidupan bangsa. Begitu hebatnya krisis yang bersegi banyak ini, sehingga banyak orang kuatir akan terjadinya desintegrasi negara dan bangsa, atau membayangkan masa yang serba gelap di kemudian hari. Karena begitu besarnya kekacauan di berbagai bidang itu, banyak orang sudah bertanya-tanya : mengapa keadaan bisa menjadi begini?

Bahwa banyak orang bertanya-tanya (atau mempertanyakan) mengapa keadaan negara dan bangsa kita sekarang bisa menjadi seperti yang sama-sama kita saksikan sekarang ini, itu sudah merupakan pertanda yang baik. Sebab, dari situ orang bisa mulai berusaha untuk mencari sebab-sebabnya. Dan setelah berusaha mencari sebab-sebabnya, maka kemudian berusaha untuk mencari penyelesaiannya (solusinya). Sekarang ini, banyak orang sudah mulai yakin bahwa sebab utama atau sumber pokok segala krisis multi-dimensional sekarang ini adalah kesalahan sistem politik Orde Baru. Dan karena hasil buruk sistem politik Orde Baru ini sudah makin - lebih jelas lagi - diketahui oleh banyak orang (yang jumlahnya juga makin membesar terus), maka soal ini tidak diungkap lebih panjang-lebar lagi dalam tulisan kali ini.

Barangkali, yang lebih penting untuk sama-sama kita renungkan bersama adalah: apa sajakah yang harus ditempuh bersama, supaya segala keruwetan di berbagai bidang sekarang ini bisa ditangani, atau dengan cara apa sajakah krisis multi-dimensional parah sekarang ini bisa diatasi?

Sekarang ini, seluruh bangsa sedang menunggu hasil perebutan kekuasaan para “elite”, baik melalui cara “dagang-sapi”, maupun lewat SI MPR, atau dengan cara-cara lain (umpamanya : kerusuhan, rekayasa kotor dll). Kita belum tahu, apakah Gus Dur akan bisa mempertahankan kedudukannya sebagai presiden/kepala negara sampai 2004. Tetapi, apa pun yang akan terjadi, atau siapa-siapa saja pun yang berkuasa, dan bagaimana pun politik pemerintah seterusnya, satu hal yang jelas adalah : beraneka-ragam kesalahan-kesalahan Orde Baru tidak boleh diteruskan atau dilestarikan, termasuk kesalahan politiknya terhadap Bung Karno. Sebab, sudah terbukti selama lebih dari 32 tahun bahwa kesalahan politik Orde Baru terhadap Bung Karno telah membawa akibat-akibat buruk yang parah sekali di berbagai bidang bagi bangsa dan negara.

Pengungkapan Sejarah Penggulingan Bung Karno

Akhir-akhir ini sudah mulai muncul berbagai tulisan mengenai sejarah terjadinya penggulingan kekuasaan Presiden Sukarno oleh para pendiri Orde Baru. Ini perkembangan yang menggembirakan. Sebab, penggulingan Presiden Sukarno oleh pimpinan TNI-AD (dengan dukungan kekuatan asing) adalah peristiwa besar nasional, yang telah membuka jalan bagi kerusakan-kerusakan besar yang diwariskannya kepada kita semua dewasa ini. Oleh karena itu, perlulah kita dorong terus para sejarawan kita, para pakar di berbagai bidang, para pelaku sejarah yang mengalami peristiwa itu, untuk mengungkap berbagai aspek tentang sejarah penggulingan Bung Karno, beserta akibat-akibatnya.

Dewasa ini, Iklim politik di negeri kita sudah berobah. Rezim militer Suharto dkk sudah tumbang, walaupun sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih cukup besar di mana-mana. Kebebasan menyatakan pendapat atau fikiran sudah tidak terbelenggu atau terancam seperti selama puluhan tahun dizaman Orde Baru. Namun, karena beraneka-ragam pertimbangan atau sebab (antara lain : kepentingan kehidupan keluarga, pertimbangan politik atau golongan, keselamatan pekerjaan atau kedudukan dll) masih banyak orang yang tetap terus belum berani menyatakan terus-terang pendapat atau sikap mereka secara terang-terangan. Terrorisme mental yang sudah dilakukan begitu lama masih ada dampaknya yang dalam di berbagai kalangan.

Dalam rangka Peringatan 100 Tahun Bung Karno pengungkapan sejarah perjuangan Bung Karno, (termasuk masalah penggulingannya oleh para pendiri Orde Baru/Golkar) perlulah kiranya diungkap sebanyak mungkin dan seobjektif mungkin oleh fihak yang mana pun juga. Bahkan, sesudah Peringatan 100 Tahun Bung Karno pun pekerjaaan untuk mengangkat kembali sejarah perjuangan Bung Karno ini perlu diteruskan, dengan tujuan untuk menyuburkan iklim sejuk bagi tergalangnya rekonsiliasi nasional.

Penggulingan Bung Karno oleh para pendiri Orde Baru mempunyai latar-belakang yang luas dan faktor yang bersegi banyak, yang saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada faktor pandangan atau sikap pribadi Bung Karno mengenai berbagai soal yang dianutnya sejak muda (umpamanya, mengenai: imperialisme dan kolonialisme, perlunya penggalangan kekuatan nasional dalam menyelesaikan revolusi 17 Agustus menuju masyarakat adil dan makmur, pandangannya tentang nasionalisme, Islam dan Marxisme dll). Ada juga faktor situasi dalamnegeri yang cukup rumit waktu itu, di samping faktor luarnegeri (antara lain : Perang Dingin yang memuncak waktu itu, dan usaha Kubu Barat untuk menarik Indonesia kedalam kubu mereka dll). Semuanya itu merupakan faktor atau latar-belakang yang penting diungkap untuk bisa dijadikan bahan untuk menilai Bung Karno dari berbagai sudut pandang, dan menyeluruh.

Melalui pengungkapan berbagai latar-belakang dan faktor itu bisa diharapkan akan bisa diketahui lebih jelas lagi oleh banyak orang bahwa Bung Karno sudah berusaha berbuat sebanyak mungkin dan sebisa mungkin, untuk menjaga persatuan bangsa dan Republik Indonesia, dalam situasi yang sulit dan rumit, baik secara nasional maupun internasional waktu itu.

Akibat Digulingkannya Bung Karno

Setelah bangsa kita melalui masa gelap Orde Baru, maka nyatalah dengan jelas bahwa penggulingan Bung Karno telah mengakibatkan kerusakan-kerusakan besar sekali. Sebagai bahan pemikiran bersama tulisan ini mengajak untuk menelaah hal-hal sebagai berikut :

  • Setelah Bung Karno digulingkan, bukan saja Indonesia telah kehilangan seorang pemimpin yang berkaliber besar, tetapi sekaligus rakyat seluruh Indonesia juga kehilangan pedoman moral. Sekarang makin terbukti bahwa Suharto dkk yang memimpin negeri selama lebih dari 32 tahun tidaklah bisa dijadikan contoh moral yang baik (KKN yang merajalela, penumpukan kekayaan secara berlebih-lebihan dengan jalan tidak sah dll dll)
  • Bung Karno telah “dihancurkan” oleh para pendiri Orba/Golkar dan dengan dihancurkannya Bung Karno, maka boleh dikatakan bahwa seluruh kekuatan revolusioner yang mendukungnya juga ikut dilumpuhkan dalam jangka panjang. Lumpuhnya kekuatan revolusioner (yang tergolong dalam PNI, PKI, dan sebagian kalangan Islam) merupakan kerugian besar dan malapetaka bagi bangsa keseluruhan.
  • Bertolak-belakang dengan ajaran dan perjuangan Bung Karno yang selalu mengusahakan persatuan bangsa, praktek dan politik Orde/Golkar selama puluhan tahun telah memperuncing pertentangan SARA dan permusuhan di antara berbagai komponen bangsa (lihat, antara lain : peristiwa Aceh, Irian Barat, Maluku, kasus ex-tapol, perlakuan terhadap para keluarga korban pembunuhan 65, penindasan terhadap golongan-golongan yang memperjuangkan demokrasi dan HAM, dll).
  • Berkecamuknya kerusuhan-kerusuhan yang bersifat SARA, dan munculnya sikap tidak toleran antar berbagai komponen bangsa, adalah bukti bahwa sebagai akibat digulingkannya Bung Karno maka ajaran-ajarannya tentang “nation building and character building” telah dihancurkan sama sekali oleh Orde Baru/Golkar

Bung Karno Sebagai Simbul Persatuan Bangsa

Bahwa Bung Karno adalah pendekar persatuan bangsa telah dibuktikan oleh perjuangannya sejak muda, ketika ia ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda di Endeh (Flores) dan kemudian di Bengkulu, sampai dikumandangkannya Proklamasi 17 Agustus. Dengan kecerdikan siasatnya, ia juga telah berhasil menggunakan kesempatan pendudukan Jepang untuk meneruskan perjuangannya dalam menggalang persatuan dan menggugah kesadaran bangsa.

Setelah menjabat sebagai kepala negara (presiden) pun, Bung Karno telah berulang kali menunjukkan sebagai satu-satunya pemimpin Indonesia, yang dengan gigih, konsekwen, tulus, dan sepenuh hati mengabdi kepada persatuan bangsa dan kepentingan rakyat banyak (tentang soal ini ada catatan tersendiri). Sampai akhir hayatnya, sikap ini tetap dipertahankannya, walaupun menghadapi kesulitan-kesulitan yang amat besar bagi dirinya sendiri, dan bagi keluarganya.

Dalam kaitan ini, patutlah kiranya diulangi dalam tulisan ini apa yang diutarakan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya selaku Ketua Umum PDI-P ketika kampanye pemilu tahun 1998. Dalam akhir pidatonya itu ia mengutip kembali pesan (wasiat) ayahnya, Bung Karno, sebagai berikut:

”Anakku, simpan segala yang kau tahu. Jangan ceritakan deritaku dan sakitku kepada Rakyat, biarkan aku yang menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu. Ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, keutuhan dan kejayaan bangsa. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan Rakyat dan di atas segala-galanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa”. (kutipan habis).

Saudara-saudara para pembaca sekalian! Marilah sama-sama kita renungkan dalam-dalam dan dengan hati yang jernih, arti besar pesannya itu. Bung Karno, yang pernah memimpin perjuangan bangsa puluhan tahun, harus menderita dan menanggung kesakitan atau kepedihan hati pada akhir hidupnya, demi keyakinannya yang teguh, yaitu : mempersatukan bangsa. Ia menderita dalam kepedihan, namun, ia mengatakan “Biarkan aku yang menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu”. Alangkah agungnya makna kalimat ini!. Demikian juga kalimatnya yang berbunyi :”Ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, keutuhan dan kejayaan Indonesia”. Alangkah dan megahnya jiwa yang berdiri di belakang kalimat ini!

Sekarang ini, seandainya Bung Karno bisa hidup lagi, alangkah besarnya kekecewaannya ketika ia melihat bahwa pengorbanannya itu telah sia-sia saja selama lebih dari 32 tahun. Pastilah ia akan menangis menyaksikan bahwa persatuan bangsa sedang terkoyak-koyak dan keutuhan bangsa juga tercabik-cabik. Dan alangkah sedih hatinya bahwa kejayaan bangsa yang diidam-idamkannya dan diperjoangkannya sejak muda sampai alkhir hayatnya, sedang makin menjauh, gara-gara sistem politik dan praktek-praktek Orde Baru/Golkar selama puluhan tahun.

Ajaran Bung Karno Perlu Disebarluaskan

Mengingat itu semua, maka jelaslah bahwa sejak sekarang segala cara perlu ditempuh, dan berbagai bentuk sarana juga perlu dicari, untuk menyebarluaskan kembali ajaran-ajaran Bung Karno. Pada dewasa ini, dan juga untuk masa-masa yang akan datang, menyebarluaskan ajaran Bung Karno mempunyai arti penting dan juga merupakan kebutuhan kongkrit. Kiranya, berbagai hal yang berikut bisa dipertimbangkan sebagai bahan renungan bersama :

  • Menyebarluaskan kembali ajaran Bung Karno berarti menunjukkan bahwa isi, orientasi, dan praktek sistem politik Orde Baru adalah sama sekali bertentangan dengan tujuan revolusi 17 Agutus 45, dan cita-cita para “founding fathers” Republik Indonesia, dan juga para pejuang perintis kemerdekaan sebelumnya.
  • Menyebarluaskan ajaran Bung Karno berarti merupakan sumbangan kepada usaha-bersama dalam pemupukan semangat persatuan bangsa, kerukunan nasional, toleransi antar-agama dan antar-suku dan antar-ideologi politik. Artinya, merupakan usaha positif untuk menghadapi situasi aktual yang penuh dengan berbagai permusuhan.
  • Menyebarluaskan kembali ajaran-ajaran Bung Karno juga berarti mengisi kekosongan gagasan-gagasan besar mengenai kehidupan bangsa dan negara dan pengabdian kepada kepentingan rakyat. Sebab, Orde Baru bukan saja tidak melahirkan gagasan-gagasan besar, bahkan telah merusak apa yang sudah dibangun selama puluhan tahun oleh Bung Karno bersama-sama dengan pejuang-pejuang kemerdekaan lainnya.
  • Menyebarluaskan kembali ajaran Bung Karno merupakan alat atau sarana bagi seluruh kekuatan pro-reformasi untuk mengembangkan pendidikan politik di kalangan rakyat akan prinsip-prinsip besar dalam mempersatukan bangsa, dan pengabdian kepada kepentingan rakyat.

Masalah Kontra Atau Pro Bung Karno

Dalam rangka Peringatan 100 Tahun Bung Karno dan juga usaha-bersama untuk menyebarluaskan kembali ajaran Bung Karno pastilah akan muncul suara-suara yang anti terhadap Bung Karno beserta ajaran-ajarannya. Mengingat bahwa Orde Baru telah mendominasi kekuasaan di seluruh bidang kehidupan bangsa dan negara selama lebih dari 32 tahun dan memusuhi Bung Karno beserta ajaran-ajarannya, maka wajarlah bahwa dewasa ini masih banyak di antara pendukung Orde Baru (terutama di kalangan “elite” berbagai golongan, termasuk pejabat-pejabat pemerintahan) yang bersikap memusuhi ajaran-ajaran Bung Karno. (Maklum, mereka ini kebanyakan belum pernah membaca atau tidak mengenal secara baik ajaran-ajaran Bung Karno. Kalaupun mereka sudah pernah membacanya, mungkinlah hanya sepotong-potong atau berdasarkan bahan-bahan yang dibolehkan beredar selama kekuasaan Orde Baru).

Mungkin, banyak juga orang-orang yang merasa sudah “mengenal” ajaran-ajaran Bung Karno secara serius tetapi mempunyai sikap kritis atau bahkan menentangnya. Sesuai dengan prinsip-prinsip kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat, bersikap tidak suka kepada ajaran Bung Karno adalah hak yang sah bagi seseorang. Tetapi, kalau karena anti Bung Karno kemudian mendukung Orde Baru, inilah sesuatu yang nyata-nyata salah. Sebab, sejarah sudah membuktikan betapa besarnya dosa dan banyaknya kerusakan yang telah dilakukan Orde Baru/Golkar terhadap bangsa. Perlulah kiranya kita mengerti bahwa ada orang-orang yang tidak suka kepada ajaran Bung Karno tetapi menentang sistem politik Orde Baru juga. Yang perlu kita waspadai bersama adalah orang-orang yang anti ajaran-ajaran Bung Karno, tetapi sekaligus (secara terbuka atau tertutup) mendukung sistem politik Orde Baru.

Terhadap orang-orang yang semacam itu perlu diingatkan : menentang ajaran-ajaran Bung Karno janganlah digunakan untuk berusaha menghalang-halangi pemblejedan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Orde Baru/Golkar. Juga, janganlah karena ingin meneruskan politik Orde Baru/Golkar maka mereka menghalangi-halangi (dalam bentuk apa pun atau cara apa pun juga) disebarluaskannya ajaran-ajaran Bung Karno. Dalam konteks era reformasi dewasa ini, menghalang-halangi disebarluaskannya ajaran Bung Karno adalah menguntungkan sisa-sisa kekuatan Orde Baru, yang masih tersembunyi dimana-mana.

Penyebarluasan kembali ajaran Bung Karno adalah dengan tujuan untuk merajut kembali persatuan bangsa, dan bukan sebaliknya. Di sinilah letak perbedaan antara ajaran Bung Karno dan “ajaran Orde Baru”.