23 Desember 2002 — 7 menit baca

Rehabilitasi korban Orde Baru adalah tugas kita bersama

Sekarang sudah makin jelas bagi banyak orang (termasuk bagi mereka yang tadinya tertipu atau terpaksa), bahwa Orde Baru telah melakukan berbagai kejahatan dan kesalahan di banyak bidang kehidupan bernegara dan berbangsa selama lebih dari 30 tahun. Berbagai kerunyaman, kerusakan, dan kebobrokan, yang kita saksikan dewasa ini adalah - pada pokoknya - produk atau warisan sistem politik dan kebudayaan Orde Baru, yang masih dilanjutkan oleh para penerusnya.

Juga, sudah makin meyakinkan banyak orang, bahwa kejahatan dan kesalahan Orde Baru telah banyak menimbulkan korban, kesengsaraan atau penderitaan di kalangan rakyat kita, yang terdiri dari beraneka-ragam suku, keturunan, agama, aliran politik, profesi dan lapisan masyarakat. Korban Orde Baru adalah luas sekali, dan terdapat di kalangan buruh, tani, nelayan, perempuan, kaum miskin kota, orang-orang yang terpaksa menjadi buruh migran., dan banyak kalangan lainnya lagi.

Namun, seperti yang sudah dibuktikan oleh sejarah, di antara para korban Orde Baru itu, yang paling banyak, yang paling parah, yang paling lama menderita, dan paling diperlakukan tidak manusiawi adalah yang keluarga mereka dibantai secara besar-besaran dalam tahun 1965-1966, atau ditahan selama puluhan tahun di penjara-penjara dan di pulau Buru dan Nusakambangan.

Di antara mereka itu, baik yang eks-tapol maupun keluarga atau sanak-kerabat mereka, sampai sekarang masih banyak yang tetap dalam keadaan trauma. Masih banyak yang tidak bisa hidup secara normal seperti kebanyakan warganegara lainnya, karena mendapat perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat, atau masih menghadapi berbagai macam diskriminasi.

Mereka Tidak Berdosa Sama Sekali

Padahal, mereka itu adalah orang-orang yang tidak berdosa apa-apa, tidak bersalah secara hukum, atau tidak merugikan rakyat dan negara. Walaupun mereka tidak pernah bisa diajukan di depan pengadilan (karena memang tidak ada alasan yang sah untuk bisa menuntut mereka), namun mereka telah dipenjarakan selama jangka waktu yang lama sekali. Ini berarti bahwa ratusan ribu orang telah dirampas kemerdekaan mereka secara sewenang-wenang selama puluhan tahun. Bukan itu saja. Selama dalam tahanan, kebanyakan di antara mereka mendapat perlakuan yang amat jelek di bidang makanan dan kesehatan atau fasilitas-fasilitas lainnya. Kasarnya, mereka bukan hanya ditahan, melainkan juga disiksa dalam jangka lama, baik secara jasmaniah atau batiniah. Mereka yang ditahan harus meninggalkan keluarga atau istri dan anak-anak, yang kebanyakan juga menderita akibat persekusi atau terror, di tengah-tengah kehidupan yang sulit. Banyak cerita-cerita yang menyedihkan dan mengharukan yang bisa kita dengar selama ini tentang kehidupan para keluarga yang ditinggalkan oleh para tapol dan mereka yang dibantai secara besar-besaran dalam tahun 1965-1966.

Banyak istri yang terpaksa kawin lagi, atau “menjual diri”, karena terpaksa oleh kehidupan yang sulit atau untuk menyelamatkan diri. Banyak anak yang harus dititip-titipkan kepada orang lain, atau yang menjadi terlantar begitu saja. Banyak sanak-saudara yang menjauhkan diri dari mereka, karena takut dicap tidak “bersih lingkungan”. Bahkan, banyak cerita tentang anak atau saudara yang terpaksa tidak “mengakui” hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan orang-orang yang ditahan atau yang sudah dibunuh. Mereka ini, yang terdiri dari istri, anak, kemenakan, mertua, atau saudara-saudara jauh lainnya, pada hakekatnya juga menjadi korban Orde Baru. Dan jumlahnya adalah besar sekali. Mereka ini tidak hanya terdapat di Jawa atau Bali saja, melainkan juga di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya.

Kita bisa perkirakan bahwa puluhan juta orang yang - dari dekat maupun dari jauh - punya hubungan keluarga dengan orang-orang yang pernah menjadi tapol, atau yang dibantai dalam tahun 1965-1966. Mereka itu, dalam derajat dan skala yang berbeda-beda, telah ikut menderita, walaupun sebagian hanyalah secara batin saja. Dan, beban batin ini akan tetap harus dipikul oleh mereka, selama masalah rehabilitasi para eks-tapol (dan para korban pembantaian) belum dilaksanakan. Dari sudut inilah kelihatan bahwa masalah rehabilitasi para eks-tapol akan bisa mengakhiri atau mengurangi beban fikiran banyak orang. Dari segi ini pulalah bisa kita artikan bahwa rehabilitasi merekaadalah masalah masyarakat dan demi kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan.

Rehabilitasi Adalah Benar Dan Adil

Adalah suatu hal yang tidak masuk nalar sehat bahwa sesudah pemerintahan Orde Baru jatuh dan Suharto sudah digulingkan dari kekuasaannya, masalah para eks-tapol atau para korban Orde Baru lainnya tetap tidak terpecahkan. Padahal, sudah nyata-nyata secara jelas bahwa penahanan begitu lama terhadap begitu banyak orang tidak bersalah adalah kesalahan – untuk tidak menyebutnya sebagai kejahatan – yang besar dan serius. Apalagi kalau diingat bahwa penahanan besar-besaran ini telah mendatangkan penderitaan yang begitu memedihkan hati bagi sejumlah besar orang dari berbagai kalangan masyarakat.

Memang, wajarlah kalau pemerintahan Orde Baru melakukan persekusi, terror, intimidasi, diskriminasi atau beraneka-ragam perlakuan yang tidak manusiawi terhadap para eks-tapol (dan korban pembunuhan 65) beserta keluarga mereka. Bahkan, ketika para eks-tapol sudah dibebaskan pun mereka masih diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan (sekedar contoh : KTP khusus dengan tanda ET, surat bebas G-30S, politik “bersih lingkungan”, pentrapan “litsus”, larangan untuk menjadi pegawai negeri, wartawan, dalang dll). Tetapi, ketika Orde Baru sudah jatuh, dan secara “resminya” reformasi dilancarkan, adalah merupakan aib bagi bangsa, dan juga dosa besar bagi mereka yang menyelenggarakan pemerintahan, bahwa kesalahan besar atau kejahatan serius ini masih diteruskan sampai sekarang.

Salah satu di antara berbagai kesalahan besar atau kejahatan serius Orde Baru adalah pelanggaran hak-hak manusia secara besar-besaran terhadap banyak kalangan atau golongan dalam masyarakat.. Dan di antara pelanggaran HAM besar-besaran itu adalah yang dialami oleh para eks-tapol (dan korban pembantaian 65) beserta keluarga mereka. Rehabilitasi para eks-tapol, dan memulihkan sepenuhnya hak-hak mereka yang sah sebagai warganegara RI dan sebagai manusia biasa adalah tindakan yang benar dan urgen untuk dilaksanakan. Rehabilitasi sepenuhnya terhadap para esk-tapol beserta keluarga mereka adalah sikap politik yang adil dan sikap moral yang beradab, yang harus ditrapkan oleh seluruh bangsa kita.

##Siapa Yang Senang Dengan Ketidakadilan Ini?

Penderitaan dan ketidakadilan yang diderita para eks-tapol (dan korban pembantaian tahun 1965) beserta keluarga mereka sudah cukup banyak didengar di berbagai kalangan masyarakat selama ini. Namun, sebagai akibat indoktrinasi yang menyesatkan fikiran banyak orang oleh Orde Baru selama puluhan tahun (dan dilaksanakan secara sistematis dan besar-besaran pula), maka masih cukup banyak orang yang tidak melihat betapa besarnya aib bangsa ini. Yang patut disesalkan, dan dengan kepedihan hati yang dalam, adalah adanya kenyataan bahwa masih ada juga orang-orang atau golongan yang ingin tetap melanggengkan ketidakadilan ini.

Dengan dalih politik (yang dicari-cari) atau dalih agama (yang juga direka-reka) orang-orang atau golongan-golongan ini masih berusaha meneruskan kesalahan serius Orde Baru dan memperbesar dosa mereka dengan menentang adanya rehabilitasi bagi eks-tapol beserta keluarga mereka. Mereka tidak menyadari bahwa menentang rehabilitasi para eks-tapol berarti – pada hakekatnya - melanjutkan terus-menerus kezaliman terhadap jutaan, bahkan, puluhan juta orang. Menentang rehabilitasi berarti juga mencemoohkan keadilan dan memihak kepada yang bathil, dan karenanya juga memperburuk citra mereka sebagai bagian bangsa Indonesia yang beradab.

Mereka yang menentang keadilan bagi para eks-tapol beserta keluarga mereka tidak menyadari bahwa, pada hakekatnya, dan pada akhirnya, merugikan diri sendiri dan kita semua. Ketidakadilan yang begitu besar dan sudah berlangsung begitu lama terhadap begitu banyak orang itu tidak menguntungkan bangsa dan negara. Sebaliknya. Karena, akhirnya juga merusak akhlak banyak orang, dan, kerusakan akhlak adalah kerusakan yang paling amat serius bagi seseorang atau bagi suatu bangsa.

Rehabilitasi bagi eks-tapol beserta keluarga mereka tidak merugikan orang , tidak merusak masyarakat, tidak mengganggu keamanan rakyat dan tidak membahayakan kestabilan negara (Sebab, bahaya justru datang dari arah lain, dewasa ini!). Sebaliknya. Rehabilitasi ini akan memberikan sumbangan besar bagi keteduhan antar-hubungan berbagai golongan dalam masyarakat, dan menyuburkan tumbuhnya toleransi dan saling pengertian, yang sangat diperlukan oleh bangsa dan negara yang sedang mengalami begitu banyak persoalan gawat di berbagai bidang. Rehabilitasi juga merupakan bagian penting pendidikan politik, pendidikan moral, pendidikan HAM yang amat kita butuhkan semua dewasa ini.

Rehabilitasi Adalah Tugas Bangsa

Mengingat itu semuanya, maka patutlah kiranya semua fihak (terutama kalangan elite yang mempunyai pengaruh dan memegang kekuasaan, baik di eksekutif, legislatif, judikatif, dan para tokoh partai-partai politik dan beraneka-ragam Ornop termasuk tokoh-tokoh agama) diingatkan atau diberi peringatan bahwa di samping menangani berbagai masalah rumit dan urgen di bidang politik, ekonomi dan sosial negeri kita dewasa ini, mereka perlu juga memikirkan masalah rehabilitasi para eks-tapol beserta keluarga mereka.

Perlu diingat bersama-sama bahwa bicara tentang reformasi atau penegakan hukum dan HAM, atau pelaksanakan demokrasi dan keadilan di negeri kita, berarti hanyalah omong-kosong saja kalau masalah rehabilitasi para eks-tapol beserta keluarga mereka tetap terus diabaikan begitu saja. Ketidakadilan yang terus-menerus terhadap mereka adalah kezaliman yang mengandung dosa dan aib bagi bangsa kita sebagai keseluruhan.

Untuk itu, adalah kewajiban kita semua, untuk terus-menerus mengingatkan fihak manapun juga, bahwa rehabilitasi para eks-tapol dan keluarga mereka adalah urusan kita semua, untuk kepentingan kita bersama pula. Karenanya, kegiatan berbagai LSM atau Ornop yang berusaha mengangkat masalah korban Orde Baru (antara lain masalah eks-tapol) patut mendapat dukungan atau sokongan dalam berbagai bentuk dan cara. Sebagai nation yang beradab, ini adalah juga sebagian dari tugas nasional kita bersama.