06 Mei 2000 — 11 menit baca

Permintaan ma'af TNI-AD atas dosa-dosanya kepada rakyat (II)

Renungan dan “urun rembug”

(Catatan : tulisan ini juga telah disiarkan oleh website TOLERANSI)

Tulisan kedua ini samasekali bukanlah sekedar keisengan untuk mengobok-obok atau memojok-mojokkan TNI-AD. Tidak pula dengan tujuan untuk semata-mata menjelek-jelekkan dan menghujatnya. Seperti semangat tulisan yang pertama, tujuannya adalah justru untuk menanggapi secara positif - walaupun dengan waspada juga! - pernyataan permintaan maaf TNI-AD kepada rakyat dan bangsa Indonesia atas kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya, yang disampaikan oleh KSAD (TNI-AD) Jenderal Tyasno Sudarto (untuk jelasnya, harap baca lagi tulisan pertama. Pen).

Kalau kita baca kembali teks pernyataan itu, maka nyatalah dengan jelas bahwa ada berbagai hal yang perlu sama-sama kita angkat, demi kejernihan persoalannya. Umpamanya, tentang bidang atau lingkup kesalahan-kesalahan TNI-AD dan juga tentang jenis dosa-dosa TNI-AD terhadap rakyat yang pernah dibuat di masa lampau. Karena soal-soal penting itu tidak tersajikan secara lebih luas atau lengkap dalam berita itu (yang mungkin disebabkan oleh keterbatasan jurnalistik, seperti yang sering terjadi dalam news reporting.Pen) maka perlulah adanya partisipasi dari sebanyak mungkin kalangan atau golongan, supaya pembahasan masalah ini bisa lebih luas dan lebih mendalam, sepadan dengan besarnya kesalahan dan dosa itu sendiri.

Pembahasan bersama tentang kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa TNI-AD terhadap rakyat merupakan salah satu langkah penting untuk terlaksananya dengan baik rekonsiliasi nasional dan perombakan kembali kehidupan bangsa yang sudah membusuk di bidang politik, sosial, ekonomi dan moral, yang manifestasinya kita saksikan dewasa ini.

Tetapi, patutlah kiranya sama-sama kita akui, bahwa pembahasan tentang kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa TNI-AD bukanlah hal yang mudah, mengingat betapa luasnya dan betapa besarnya persoalan-persoalan yang bisa – dan perlu! _ kita soroti bersama. Lagipula, kesalahan-kesalahan itu sudah berlangsung dalam jangka waktu lebih dari 32 tahun. Dan, dosa demi dosa sudah kian bertumpuk-tumpuk pula. Begitu banyaknya kesalahan dan begitu besarnya dosa-dosa yang telah dilakukan oleh TNI-AD, sehingga tidak bisa diketahui lagi dengan jelas, dari manakah perbaikan itu bisa, atau harus, dimulai.

Karena itu pulalah maka kita dihadapkan pada problem besar untuk bisa menentukan apa sajakah kiranya yang menjadi sumber utama atau asal-usul kesalahan dan dosa TNI-AD yang begitu banyak itu, yang sudah sama-sama kita saksikan selama ini. Dalam hal ini berbagai asumsi bisa kita ketengahkan untuk pembahasan bersama, umpamanya, dan antara lain :

  • ciri-ciri yang inheren (menyatu dan senyawa) pada watak-umum semua diktatur militer di dunia, dalam hal ini diktatur militer Orde Baru
  • kesalahan-awal yang lahir sejak dalam kandungan konsepsi Dwi-Fungsi ABRI, yang kemudian diperparah oleh praktek pelaksanaannya di berbagai bidang
  • pandangan politik yang keliru pimpinan Angkatan Darat (khususnya dan terutama semasa Orde Baru) yang anti-demokrasi dan buta-hati terhadap Hak Asasi Manusia, dalam menghadapi berbagai masalahnegara dan bangsa
  • kebobrokan moral yang menyuburkan penyalahgunaan kekuasaan yang dibarengi dengan merajalelanya praktek KKN, dari jajaran yang paling atas sampai ke bawah
  • gabungan faktor-faktor tersebut diatas, yang merupakan jati diri rezim militer Orde Baru, yang intinya adalah kekuasaan dan kekuatan Angkatan Darat (dengan sokongan pendukung-pendukung setianya yang terdapat dalam berbagai kalangan)

(Catatan : harap daftar di atas diperbaiki atau dilengkapi sendiri, sesuai dengan penilaian masing-masing)

Pembahasan kesalahan tni-ad adalah tugas kita bersama

Mengingat besarnya kerusakan-kerusakan yang telah ditimbulkan oleh rezim Orde Baru selama tiga dasawarsa terhadap kehidupan bangsa, maka nyatalah bahwa membahas kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa TNI-AD terhadap rakyat Indonesia adalah tugas kita bersama. Sudah tentu, tugas ini adalah kewajiban yang terutama sekali harus bisa dituntaskan oleh TNI-AD sendiri, kalau memang betul-betul mau memperbaiki segala kesalahannya di masa lampau dan menebus dosa-dosanya kepada rakyat. Kesadaran tentang besarnya kesalahan-kesalahannya yang sekaligus disertai pemahaman tentang parahnya dosa-dosanya selama ini, akan memberikan sumbangan besar kepada usaha TNI-AD sendiri untuk mengobah diri. Pengobahan diri, reposisi, atau transformasi, atau reformasi adalah hal yang mutlak, kalau TNI-AD ingin mendapat tempat terhormat atau selayaknya dalam hati rakyat dan bangsa.

Tetapi, mengingat sejarah praktek TNI-AD selama Orde Baru, yang diteruskan selama pemerintahan Habibi, maka patutlah kiranya diperkirakan bahwa pembahasan tentang kesalahan dan dosa TNI-AD tidak bisa dibebankan hanya kepada TNI-AD saja. Berbagai faktor intern TNI-AD sendiri merupakan halangan akan terlaksana secara baik usaha semacam itu. Terlalu banyak anggota-anggota tentara, dari jajaran atas sampai yang paling bawah, yang sudah terbiasa dengan kebiasaan (dan kekuasaan) yang telah mereka nikmati secara HARAM selama puluhan tahun.

Karenanya, besar kemungkinan bahwa banyak di antara pimpinan TNI-AD (yang sudah pensiun ataupun yang masih aktif) tidak rela kalau borok-borok dan aib yang sudah begitu lama membusuki kehidupan militer itu dibuka terang-terangan di depan opini umum. Mawas diri yang sungguh-sungguh, atau pengakuan yang tulus akan kesalahan dan dosa-dosa yang telah dibuat oleh TNI-AD adalah sesuatu yang berat sekali untuk mereka lakukan secara sukarela. Kalaupun terjadi, maka wajarlah kalau pengakuan semacam itu bersifat subjektif, atau parsial (sepotong-sepotong), atau terbatas, atau dangkal, atau semu, atau kabur-kabur saja.

Oleh karena itu, adalah tugas nasional kita bersama untuk membantu TNI-AD dalam usahanya untuk mengobah diri, untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lampau, dan untuk menyadari benar-benar akan dosa mereka. Hanya dengan begitulah agaknya permintaan maafnya kepada rakyat betul-betul bisa disambut dengan kelegaan dan ketulusan oleh semua fihak. Untuk itu, perlulah adanya kesedaran bersama dari berbagai fihak, bahwa pembeberan kesalahan dan dosa TNI-AD, bukanlah sekedar untuk menjelek-jelekkannya atau memojokkannya. Bukan pula untuk mengobarkan rasa dendam, bukan untuk menyebar-luaskan kebencian, bukan untuk melanggengkan luka lama yang selama ini belum tersembuhkan. Jadi, singkatnya, atau padatnya, bukan untuk meneruskan adanya perpecahan dan pertentangan antara berbagai komponen bangsa. Melainkan demi tujuan yang luhur, yaitu memperbaiki kehidupan bangsa.

Kesalahan dan dosa tni-ad terhadap rakyat

Dengan bersama-sama menyimak sejarah Orde Baru, maka makin jelaslah bagi kita sekarang bahwa kesalahan dan dosa TNI-AD amatlah besar dalam bidang politik, ekonomi, sosial , moral dan juga Hak Asasi Manusia. Dan, di antara berbagai kesalahan itu, pelanggaran Hak Asasi Manusia mengambil porsi yang paling besar, dan, karenanya, dosanya juga yang paling berat. Bukan saja karena kesalahan-kesalahan itu berkaitan dengan pembunuhan besar-besaran 65/66 dan penahanan ex-tapol begitu lama, atau pembunuhan-pembunuhan di Aceh, Lampung, Tg Priok, Timor Timur, atau peristiwa 27 Juli, atau peristiwa penculikan dan penghilangan aktivis PRD dll, melainkan juga berkaitan dengan pembunuhan kehidupan demokratis secara besar-besaran dan dalam jangka lama pula.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah sumber utama berbagai kesalahan TNI-AD, yang sudah dimulai secara besar-besaran sejak Suharto memimpin angkatan bersenjata RI pada akhir 1965. Untuk dapat betul-betul mengerti tentang luasnya pelanggaran HAM, dan menghayati secara mendalam betapa hebatnya penderitaan para korban Orde Baru, perlulah kiranya kita semua, dengan hati-nurani terbuka, mendengarkan suara para korban, yang jumlahnya begitu banyak. Sebab, patutlah kiranya kita akui bersama, bahwa, sebenarnya, terlalu sedikitlah yang sudah diketahui oleh bangsa kita tentang penderitaan para korban Orde Baru.

Perlu sekalilah sama-sama kita sadari bahwa pelajaran ini sangat penting dan berharga sekali bagi sejarah bangsa Indonesia. Sebab, pelajaran ini sudah dibayar dengan amat mahal, oleh jutaan korban jiwa dan juga oleh penderitaan puluhan juta orang selama lebih dari 32 tahun. Salah satu dari pelajaran berharga itu adalah bahwa bangsa Indonesia, untuk selanjutnya, haruslah membuang jauh-jauh militerisme, dalam bentuk, jubah, atau topeng yang bagaimanapun juga. Pelajaran ini harus disadari secara dalam-dalam oleh kalangan militer sendiri. Pengalaman dalam sejarah modern berbagai negeri di dunia sudah membuktikan bahwa militerisme - walau dilahirkan dengan berbagai alasan, atau memakai bermacam-macam dalih - akhirnya pasti mendatangkan keburukan bagi rakyat masing-masing. Ini jugalah yang sudah terjadi di Indonesia selama Orde Baru.

Kalau TNI-AD menyadari kesalahan-kesalahannya dengan tulus dan mengakui dosa-dosanya dengan jujur, maka mereka yang pernah menjadi korban kesalahan-kesalahannya itu (harap ingat : jumlahnya besar, dan terdapat di berbagai kalangan!), akan memperoleh perasaan keadilan. Perasaan ditegakkannya keadilan ini akan memudahkan lahirnya kelegaan untuk memberikan maaf. Pada gilirannya, pemberian maaf yang didasarkan pada perasaan keadilan merupakan syarat penting untuk tergalangnya rekonsiliasi nasional. Adalah mustahil bahwa rekonsiliasi nasional akan bisa dicapai, tanpa adanya perasaan keadilan dan sikap memaafkan. Dan perasaan keadilan akan lahir, kalau kesalahan diperbaiki, atau pelanggaran atau kesalahan dikenakan hukuman (secara administratif, pidana, politik atau moral). Mereka yang telah melakukan pelanggaran atau kesalahan haruslah bertanggungjawab atas perbuatan atau tindakan mereka sendiri.

Karena itu, sekali lagi, patutlah digarisbawahi di sini, bahwa pembeberan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa TNI-AD adalah sangat perlu, baik untuk penyelesaian berbagai persoalan penting dewasa ini, maupun – dan terutama - di masa yang akan datang. Pembeberan ini bisa dilakukan oleh TNI-AD sendiri, tetapi juga oleh berbagai kalangan dan golongan, baik secara perseorangan maupun kolektif. Penelitian ilmiah perlu dilakukan oleh berbagai lembaga dan pakar. Di samping itu, bahan-bahan dari berbagai kalangan korban kesalahan-kesalahan Orde Baru (khususnya TNI-AD), adalah sangat penting untuk digali, didengar, dan dikumpulkan sebagai bahan atau bukti. Dalam membahas persoalan penting ini, seyogyanya semua fihak berangkat dari titik tolak yang positif untuk bersama-sama memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lampau, dan menjadikannya sebagai pelajaran bangsa di kemudian hari.

Apakah nama tni-ad akan jatuh?

Dengan adanya permintaan maaf TNI-AD kepada rakyat (lewat pernyataan Jenderal Tyasno), maka sudah terdengar suara-suara yang mengkuatirkan bahwa dengan peristiwa ini maka nama TNI-AD akan jatuh anjlog, atau kehormatannya akan makin terpuruk lagi, atau citranya akan menjadi makin buruk di mata opini umum. Apakah benar pendapat yang demikian itu? Tidak! Bahkan kebalikannya, asal saja permintaan maaf itu betul-betul tulus dan ikhlas dan juga diikuti oleh sikap dan praktek yang kongrit.

Sebab, dengan bahasa yang polos, bisalah dikatakan bahwa sebenarnya nama TNI-AD (waktu itu masih tergabung dalam satu nama : ABRI) sudah anjlog pada titik yang paling rendah, ketika Suharto lengser keprabon. Artinya, dengan kalimat lain, TNI-AD sudah tidak mendapat tempat yang terhormat lagi dalam hati rakyat. Atau, untuk lebih kasar lagi, TNI-AD sudah dibenci oleh banyak kalangan dan golongan dalam masyarakat. Bahkan, cukup banyak orang yang menganggap bahwa militer (dalam hal ini TNI-AD) sudah menjadi musuh rakyat. Ungkapan ini terlalu keras? Marilah sama-sama kita periksa.

Memang, ada sebagian dari rakyat kita yang pada permulaan Orde Baru mengagumi dan menghormati militer. Gejala semacam itu disebabkan karena masih banyaknya orang yang belum menyadari, waktu itu, tentang ciri-ciri umum atau watak-dasar suatu diktatur militer. Selain itu, pimpinan TNI-AD juga masih belum menampakkan jati-diri mereka yang sebenarnya. Tetapi seiring dengan semakin membesarnya kekuasaan rezim militer di berbagai bidang, maka semakin meluas pulalah penyalahgunaannya. Merajalelanya penyalahgunaan kekuasaan ini umumnya disertai dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia di berbagai bidang. Dan karena berbagai pelanggaran HAM itu berlangsung lama sekali, maka wajar pulalah bahwa banyak sekali orang yang menjadi korban dan menanggung berbagai macam penderitaan. Itu semua telah menimbulkan perlawanan banyak orang _ setidak-tidaknya dalam hati _ terhadap rezim militer Orde Baru. Maka, sebagai akibatnya, nama atau citra militer (dalam hal ini Angkatan Darat) menjadi hancur atau babak-belur. Memang, menyedihkan sekali perkembangan semacam ini. Tetapi itulah yang sudah terjadi.

Dilihat dari sudut pandang yang demikian itulah kiranya bisa dikatakan bahwa permintaan maaf TNI-AD kepada rakyat adalah suatu langkah yang benar dan perlu dikerjakan. Karena langkah ini benar, maka tidak akan membikin nama baiknya jatuh atau citranya merosot di mata opini umum. Bahkan sebaliknya, langkah ini justru akan bisa memperbaiki citra TNI-AD, dan mengembalikannya pada tempat yang terhormat.

Dengan membeberkan dengan tulus kesalahan dan dosa-dosanya, TNI-AD akan menunjukkan sikap yang meyakinkan bahwa tidak akan mengulanginya lagi di kemudian hari. Ini merupakan janji yang penting, yang kalau dilaksanakan betul-betul, maka merupakan sumbangan besar bagi dibangunnya masa depan Indonesia yang baru. Sebab, dengan sikap fihak militer yang demikian, maka tidak akan ada lagi bahaya militerisme, dan supremasi sipil bisa benar-benar ditegakkan. Dengan ditegakkannya supremasi sipil, kehidupan bangsa kita akan menjadi normal. Sebab, selama masa Orde Baru, kehidupan bangsa kita tidaklah bisa dikatakan normal sama sekali. Campur-tangan militer di seluruh bidang telah mengaduk-aduk dan memporak-porandakan segala tatanan politik, tatanan kenegaraan, dan tatanan kemasyarakatan.

Dari sudut inilah kita bisa melihat betapa besarnya kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh konsepsi Dwifungsi ABRI. Juga, dari sisi ini pulalah kita melihat betapa hampanya dan palsunya slogan-slogan bahwa ABRI adalah stabilisator, dinamisator dan akselerator pembangunan dan lain sebagainya.

Mengingat itu semua, maka jelaslah kiranya bahwa adalah tugas kita bersama untuk ikut memberikan sumbangan dalam usaha untuk membeberkan kesalahan-kesalahan TNI-AD. Pembeberan kesalahan-kesalahan TNI-AD adalah tugas nasional kita bersama. Sebab, kesalahan-kesalahan itu merupakan borok yang membusuki dan merusak kesehatan tubuh bangsa kita selama ini. Karenanya, borok-borok ini harus kita bongkar. Ikut menutupi borok-borok kesalahan TNI-AD berarti menghalangi jalannya reformasi. Dan karena kesalahan-kesalahan TNI-AD adalah sumber banyak problem parah yang diwariskan Orde Baru, maka memperbaiki kesalahan-kesalahan itu merupakan syarat penting bagi terpecahkannya problem multi-dimensional yang kita hadapi dewasa ini.

Dengan semangat yang demikian itulah kiranya kita bisa menyambut permintaan maaf TNI-AD atas kesalahan-kesalahannya kepada rakyat, dengan harapan pula bahwa pernyataan itu disertai praktek-praktek kongkrit dan kejujuran. Sebab, ratusan ribu kubik meter air mata telah mengalir selama tiga dasawarsa, puluhan juta hati juga telah terluka, dan jutaan jiwa telah melayang. Di samping itu masih besar sekali jumlah orang yang, sampai sekarang ini, masih tetap merasakan kepedihan, yang disebabkan oleh berbagai kesalahan-kesalahan TNI-AD. Terlalu banyak orang tidak berdosa atau tidak bersalah apapun yang menjadi korban.

Semua ini tidak boleh terjadi lagi! Untuk itu, kesalahan-kesalahan TNI-AD harus dibongkar, pelaku-pelakunya harus dimintai pertanggungan-jawab atau mendapat hukuman yang setimpal. Menutup-nutupi kesalahan-kesalahan TNI-AD adalah pengkhianatan terhadap rakyat (HABIS).