29 April 2000 — 13 menit baca

Permintaan ma'af TNI-AD atas dosa-dosanya kepada rakyat (I)

Renungan dan “urun rembug”

Dewasa ini, kita semua sedang menyaksikan bahwa perkembangan di banyak bidang bergulir terus di negeri kita, dan karenanya kita dihadapkan kepada berbagai persoalan yang kelihatannya kacau, rumit dan bahkan kadang-kadang juga gawat. Situasi yang demikian itu adalah wajar. Sebab, negara dan bangsa kita sedang berusaha untuk megoreksi kesalahan-kesalahan masa lampau, memperbaiki kerusakan-kerusakan besar atau kebobrokan parah yang telah dibikin oleh rezim militer Suharto dkk selama lebih dari tiga dasawarsa.

Ketika otak kita semua akhir-akhir ini dibanjiri oleh berbagai berita mengenai usaha-usaha dari sisa-sisa pendukung Orde Baru untuk melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenannya, dan juga dari kalangan-kalangan anti-reformasi dan Hak Asasi Manusia untuk menyabot sejumlah politiknya yang positif, maka tersiarlah berita bahwa Jenderal Tyasno Sudarto, Kepala Staf TNI-AD, secara resmi menyatakan permintaan maaf sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada seluruh rakyat dan bangsa Indonesia atas dosa-dosa TNI-AD di masa lalu.

Sesudah membaca berita ini (Media Indonesia, 27 April 2000), mungkin sajalah bahwa banyak orang menjadi kaget keheran-heranan. Mungkin pula, ada yang menanggapinya dengan perasaan gembira atau lega. Tetapi, juga wajarlah kiranya, kalau ada orang yang menaruh kecurigaan terhadap kesungguhan atau menyangsikan akan ketulusan yang terkandung dalam pernyataan itu. Di samping itu, logis jugalah kalau ada orang-orang yang mencoba-coba untuk mengerti apa arti pernyataan itu serta kemungkinan-kemungkinan akan dampaknya terhadap perkembangan situasi politik dewasa ini serta perspektifnya di kemudian hari. Sebab, masalah ini adalah masalah besar. Dan juga amat penting.

Dalam rangka inilah, kiranya, tulisan ini bisa dianggap sebagai renungan yang bersifat urun rembug seorang warganegara, dalam rangka pembahasan bersama mengenai pernyataan minta maaf TNI-AD atas dosa-dosanya kepada rakyat Indonesia. Mengingat peran TNI-AD dalam percaturan politik di negeri kita selama ini, maka jelaslah agaknya bagi kita semua bahwa peristiwa ini memikul muatan penting bagi perkembangan situasi politik negeri kita, baik dewasa ini maupun di masa yang akan datang. Dan karena masalah TNI-AD ini berkaitan (secara langsung atau tidak langsung) dengan kepentingan banyak orang, maka adalah baik sekali, kalau semakin banyak orang juga ikut mempersoalkannya secara serius.

(Sekedar catatan : Dalam tulisan ini mungkin terdapat ungkapan-ungkapan yang bisa dianggap terlalu polos, atau ekspresi yang kedengarannya terlalu eksesif -berlebih-lebihan- , atau juga kalimat-kalimat yang terasa emosional. Mohon pengertian dan juga maaf bahwa kalau ada hal-hal semacam itu maka dimaksudkan hanyalah sekedar untuk memperjelas suatu gagasan atau menggarisbawahi persoalannya.)

Permintaan maaf secara resmi tni-ad

Untuk dapat kita simak bersama-sama, maka berikut dikutip kembali (agak panjang) permintaan maaf itu, yang berbunyi, antara lain : “Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) secara resmi menyatakan permintaan maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada seluruh rakyat dan bangsa Indonesia atas dosa-dosanya di masa lalu”.

Kepala Staf TNI-AD Jenderal Tyasno Sudarto menyatakan hal itu berkaitan dengan imbauan Presiden Gus Dur, agar TNI meminta maaf atas segala kesalahan dan kekeliruannya serta dosa-dosanya terhadap rakyat dan bangsa Indonesia pada masa lalu. Ini dalam kaitan dengan proses rekonsiliasi nasional.

“Tapi, yang lebih penting setelah pernyataan tulus dan ikhlas ini bagaimana ke depannya. Kami bertekad akan memperbaiki kesalahan-kesalahan itu,” kata Jenderal Tyasno kepada wartawan seusai pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat, adat, dan agama, di Semarang, kemarin. Pertemuan itu, dalam kaitan rangkaian kunjungan kerja KSAD beserta rombongan ke Kodam IV/Diponegoro, Semarang.

Dalam kaitan ini, Tyasno mengatakan sebagai manusia, prajurit TNI tidak luput dari berbagai kesalahan. Sehingga pihaknya merasa wajib minta maaf untuk dua hal pokok dan penting. Pertama, pengakuan secara jujur pada diri sendiri kalau pernah melakukan suatu kesalahan.

Kesadaran ini menimbulkan tekad untuk di masa depan tidak akan mengulangnya lagi. Bahkan, belajar dari kesalahan tersebut TNI-AD berniat dan berjuang dengan keras untuk memperbaiki kesalahan dan menyempurnakannya dengan perbuatan yang baik.

“Kami seluruh jajaran TNI-AD berjanji kepada Tuhan yang kami sembah dan kepada rakyat Indonesia untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu itu,” tegasnya.

Berkaitan dengan rekonsiliasi nasional, dia mengatakan seluruh komponen bangsa harus saling maaf-memaafkan dan berusaha menghentikan konflik sesamanya. Berbagai pihak harus melepas berbagai ganjalan dan belenggu masa lalu dan mulai menatap ke depan demi kemajuan dan persatuan bangsa ini. “Jadi, semuanya harus ikhlas dan tulus untuk saling memaafkan,” katanya.

Namun, dalam proses rekonsiliasi tersebut kita harus tetap berpedoman dan berada pada koridor hukum yang berlaku, karena komitmen TNI-AD dan bangsa ini untuk mengedepankan supremasi hukum di Indonesia. “TNI-AD, khususnya, mulai kini dan di masa depan akan selalu bertindak dan berbuat berdasarkan hukum-hukum yang berlaku,” ujarnya. (Kutipan habis).

Pernyataan yang bagus, tetapi

Kiranya, patutlah diakui bahwa pernyataan tersebut di atas adalah bagus sekali. Dan, kalau pernyataan permintaan maaf itu betul-betul didasarkan pada ketulusan yang sungguh-sungguh, dan bukan hanya siasat dengan tujuan untuk menyelimuti suatu konsep atau rencana, maka bisalah dikatakan bahwa pernyataan itu mencerminkan sesuatu yang baru dan sikap yang berani.Kendatipun demikian, masih banyak hal yang masih memerlukan kejelasan, atau penjelasan, supaya kita semua dapat memberikan penilaian yang tepat dan sepadan. Sejumlah pertanyaan juga patut kita kemukakan sekitar pernyataan permintaan maaf ini.

Umpamanya, antara lain :

  1. Dengan menyatakan bahwa TNI-AD secara resmi minta maaf sebesar-besarnya kepada kepada seluruh rakyat atas dosa-dosanya di masa lalu, apakah itu berarti bahwa pernyataan ini betul-betul sudah merupakan sikap resmi TNI-AD sebagai institusi keseluruhannya ?
  2. Apakah dalam perkataan seluruh rakyat itu juga termasuk para korban pembunuhan besar-besaran tahun 65/66 (beserta keluarganya) dan juga para ex-tapol? Apakah juga termasuk korban pembunuhan di Aceh, Lampung, Tg Priok, tindakan-tindakan terhadap PRD, SBSI, dan berbagai tindakan seperti penculikan, siksaan, dan penyalahgunaan kekuasaan lainnya, selama lebih dari 32 tahun?
  3. Apa saja yang dimaksudkan dengan perkataan “dosa-dosa di masa lalu”? Apakah juga termasuk dosa-dosa di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, Hak Asasi Manusia, kehidupan demokratis, dan bidang moral?
  4. Dalam pernyataan itu disebutkan juga bahwa TNI-AD bertekad akan memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu. Apa sajakah yang sudah atau sedang dirumuskan sebagai kesalahan-kesalahan masa lalu itu? Dan lagipula, dengan cara yang bagaimana kesalahan-kesalahan itu akan diperbaiki?
  5. Apa sajakah yang dimaksudkan dengan kalimat yang berikut ini: yang lebih penting setelah pernyataan tulus dan ikhlas ini bagaimana ke depannya ?
  6. Dikatakannya juga kalimat berikut : Prajurit TNI tidak luput dari berbagai kesalahan. Dan karenanya merasa wajib untuk melakukan pengakuan secara jujur terhadap diri sendiri kalau pernah melakukan suatu kesalahan. Pertanyaannya : apakah ini akan betul-betul akan dilaksanakan, mengingat begitu banyaknya kesalahan yang sudah dibikin selama lebih dari 32 tahun ?
  7. Kalimat bagus lainnya yalah yang berikut : Kesadaran ini menimbulkan tekad untuk di masa depan tidak akan mengulangnya lagi. Bahkan, belajar darikesalahan tersebut TNI-AD berniat dan berjuang dengan keras untuk memperbaiki kesalahan dan menyempurnakannya dengan perbuatan yang baik. Komentar yang agaknya bisa diajukan di sini : janji untuk masa depan adalah baik, tetapi bagaimana terhadap kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan di masa lalu?
  8. Marilah kita perhatikan pandangannya mengenai rekonsiliasi nasional, yang menyebutkan : “Seluruh komponen bangsa harus saling maaf-memaafkan dan menghentikan knflik sesamanya. Berbagai pihak harus melepas berbagai ganjalan dan belenggu masa lalu dan mulai menatap ke depan demi kemajuan dan persatuan bangsa ini. Jadi, semuanya harus ikhlas dan tulus untuk saling memaafkan”. Pertanyaan: bagaimana kita semua harus memandang kasus pembunuhan besar-besaran tahun 65/66 dan kasus para ex-tapol (beserta keluarga mereka) yang sudah disiksa selama puluhan tahun?
  9. Yang juga menarik adalah ungkapannya yang berbunyi : “Dalam proses rekonsiliasi nasional tersebut kita harus tetap berdoman dan berada pada koridor hukum yang berlaku, karena TNI-AD dan bangsa ini untuk mengedepankan supremasi hukum di Indonesia. TNI-AD, khususnya, mulai kini dan di masadepan akan selalu bertindak dan berbuat berdasarkan hukum-hukum yang berlaku.” Pertanyaan : lalu, kalau begitu, bagaimana dengan pelanggaran-pelanggaran hukum selama Orde Baru? (Sekali lagi, sumber kutipan adalah Media Indonesia 27 April 2000).

Orde Baru adalah perusak Republik Indonesia

Bahwa dari pimpinan TNI-AD sudah ada pernyataan permintaan maaf kepada rakyat dan bangsa atas dosa-dosa yang telah dilakukan masa silam, seperti yang tercermin di atas, adalah sesuatu yang positif. Walaupun tidak perlulah kiranya kita serta-merta menyatakan kecurigaan akan ketulusan isi pernyataan tersebut atau secara mentah-mentah mengambil sikap tidak-percaya terhadap jiwanya, tetapi sudah sepatutnyalah kalau kita tidak perlu buru-buru terlalu gembira. Sebab, banyak sekali pengalaman selama pemerintahan Orde Baru yang sudah menunjukkan adanya jarak yang jauh antara pernyataan para pejabat dan praktek mereka. Bahkan, sering sekali bertolak belakang antara ucapan dan realitas. Kasarnya, atau tegasnya, semata-mata penipuan belakalah nyatanya.

Contohnya? Atau, buktinya? Tidaklah sulit untuk menemukannya. Kita comot saja sejumlah penerbitan-penerbitan (buku, majalah, dokumen dll), yang terdapat dalam lemari-buku atau rak-buku kita masing-masing, yang sudah diterbitkan selama Orde Baru. Lalu, kita simak pidato, pernyataan atau interview para tokoh militer rezim Orde Baru mengenai berbagai persoalan, dan kemudian kita cocokkkan dengan realitas atau praktek yang nyata. Maka, mungkin ada di antara kita yang akan geleng kepala sambil terheran-heran akan banyaknya kemunafikan dan kepalsuan yang dipamerkan dalam ungkapan-ungkapan mereka. (Tentang soal-soal ini, akan disinggung dalam tulisan-tulisan selanjutnya).

Sekarang ini, KSAD Jenderal Tyasno Sudarto, sudah mengeluarkan pernyataan minta maaf kepada rakyat atas dosa-dosa TNI-AD yang pernah dilakukan di masa lampau. Dan itu telah dilaksanakannya atas anjuran Gus Dur. Dalam kaitan ini, baik anjuran Gus Dur maupun apa yang sudah dilakukan oleh KSAD Jenderal Tyano Sudarto patutlah kiranya kita sambut baik. Sebab, kalau mengenai Gus Dur memang sudah jelaslah bahwa anjurannnya itu sarat dengan dengan muatan politik dan moral yang benar. Tujuannya luhur. Tetapi, apakah TNI-AD, sebagai institusi, sudah betul-betul menyadari akan banyaknya dan besarnya kesalahan-kesalahannya di masa yang lalu, soal ini masih bisa - bahkan, perlu sekali - dipertanyakan terus oleh kita semua.

Tentu saja, harapan kita adalah bahwa berbagai hal positif yang dikemukakan oleh Jenderal Tyasno memang betul-netul mencermintakan ketulusan. Dan, kalau memang demikian halnya, maka ini merupakan peristiwa bersejarah dalam kehidupan bangsa dan negara kita. Tetapi, tanpa menjadi pesimis atau skeptis, perlulah kiranya kita bersikap realis. Dengan jernih perlu kita melihat kenyataan bahwa rezim militer Suharto dkk sudah pernah bercokol selama lebih dari tiga dasawarsa, dan pernah menjadi mesin militer yang sangat kuat dan dahsyat. Mesin militer ini pernah mengangkangi kekuasaan yang sangat luas yang mendominasi hampir seluruh kehidupan bangsa kita. Dan karena kekuasaan yang luas dan besar ini didasari dengan berbagai konsepsi politik dan sikap moral yang tidak luhur, maka kerusakan-kerusakan atau dosa-dosa yang telah dibuat juga menjadilah, sebagai akibatnya, amat parah dan luas sekali.

Dewasa ini, kian banyak orang yang semakin yakin bahwa segala problem parah yang sekarang sedang diwarisi oleh bangsa dan negara kita adalah produk sistem politik dan sikap moral yang buruk rezim militer Suharto dkk. Begitu besarnya dan begitu pula parahnya problem-problem yang diwariskan oleh Orde Baru, sehingga sudah sepatutnyalah kalau kita katakan – dengan bahasa yang lugas dan jelas – bahwa rezim militer Orde Barulah yang telah M E R U S A K berbagai sendi-sendi Republik Indonesia. Dan, dalam perusakan besar-besaran ini, dosa-dosa TNI-AD adalah yang paling besar dan berat.Mungkin saja, ada orang yang menganggap kalimat-kalimat di atas adalah ekspresi yang kebablasan kepolosannya. Tetapi, marilah sama-sama kita renungkan dalam-dalam berbagai segi negatif sistem politik Orde Baru (dalam tulisan-tulisan selanjutnya, akan disajikan sumbangan-sumbangan fikiran sekedarnya, sebagai bahan pemikiran bersama), maka akan nyatalah bahwa ekspresi yang demikian itu masih masuk-akal.

Perlu kita amati, kita tagih dan kita dorong

Mengingat itu semua, pernyataan permintaan maaf KSAD kepada rakyat atas dosa-dosa TNI-AD di masa lampau, memang patutlah kiranya untuk disambut dengan sikap positif, tetapi juga waspada. Sebab – tarohlah kita katakan begitu – walaupun pernyataan itu didasari dengan ketulusan atau hati-nurani yang jujur, tetapi realisasinya ke dalam praktek nyata tidaklah akan begitu mudah. Sisa-sisa mentalitas sistem politik Orde Baru masih kuat dalam kalangan militer sendiri. Mentalitas atau pola berfikir Orde Baru, dan kebudayaan militerisme sudah menyebar-luas dan mengakar terlalu dalam di berbagai kalangan dalam masyarakat. Oleh karenanya, seandainyapun pernyataan itu memang tulus – dan memang demikianlah yang kita harapkan –, maka akan menghadapi berbagai rintangan atau perlawanan.

Dalam menghadapi situasi yang demikian, adalah penting bagi seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro Hak Asasi Manusia untuk mengamati terus atau mengikuti dengan cermat apakah pimpinan TNI-AD betul-betul melaksanakan isi pernyataan permintaan maaf atas dosa-dosanya di masa lampau. Kita perlu juga, terus-menerus mengingatkan TNI-AD akan besarnya, luasnya, dan beratnya dosa-dosa yang telah dibuat selama lebih dari 32 tahun. Kita perlu terus, sesering mungkin, membeberkan sejelas-jelasnya segala kesalahan dan dosa-dosa TNI-AD, dengan tujuan positif untuk membantu mereka melepaskan diri, untuk selama-lamanya, dari segala kesalahan atau dosa-dosa itu. Sebab, hanya dengan mengetahui, dengan gamblang, akan kesalahan-kesalahan dan juga mengakui dosa-dosa mereka dengan tulus, maka TNI-AD akan betul-betul memperbaiki kesalahannya dan juga menebus dosanya.

Dengan tujuan positif untuk membantu TNI-AD dalam memperbaiki kesalahan-kesalahannya inilah, semua kekuatan demokratis dan pro Hak Asasi Manusia perlu terus-menerus mengeluarkan peringatan - dengan berbagai cara dan bentuk – kalau aparat negara ini menyeleweng dari pernyataan yang sudah dikeluarkan oleh KSAD TNI-AD itu. Kita perlu sering menagih dipenuhinya janji-janji yang bagus itu. Itu semua perlu dilakukan dengan tujuan mendorong TNI-AD untuk mengobah diri. Sebab, pengobahan diri TNI-AD bukanlah hanya penting bagi perbaikan citra TNI-AD saja (yang sudah begitu rusak selama Orde Baru), melainkan juga merupakan kepentingan seluruh bangsa. Negara kita, sebagai republik yang modern, tetap memerlukan adanya TNI-AD. Tetapi, yang kita perlukan adalah TNI-AD yang profesional, yang modern, yang menghargai demokrasi dan Hak Asasi Manusia, yang menjunjung tinggi supremasi sipil dan supremasi hukum, yang menentang militerisme.

Suharto dkk bersama Orde Barunya telah membikin kerusakan yang luarbiasa besarnya dalam tubuh Republik Indonesia. Dan, di antara deretan panjang daftar dosa-dosa besar Suharto adalah yang berikut ini : ia telah membikin kerusakan-kerusakan besar dalam kalangan Angkatan Darat sebegitu parahnya selama lebih dari 32 tahun, sehingga sikap moral dan orientasi politik sebagian terbesar pimpinannya menjadi bobrok. Pada gilirannya, kerusakan moral – dan kekeliruan sikap politik - pimpinan Angkatan Darat inilah yang kemudian memungkinkan rezim militer Orde Baru dengan leluasa, secara besar-besaran, dan dalam jangka panjang pula, merusak kehidupan demokrasi, melanggar Hak Asasi Manusia, melakukan KKN, menyalahgunakan kekuasaan secara sewenang-wenang, dan menggunakan berbagai politik kekerasan dan penindasan.

Mengingat itu semuanya, maka bisalah kiranya kita menyambut dengan positif pernyataan permintaan maaf TNI-AD kepada rakyat dan bangsa atas dosa-dosanya di masa lampau, dengan syarat bahwa permintaan maaf itu dilakukan dengan ketulusan, dan juga dengan penuh kesedaran akan besarnya kesalahan dan dosanya. Dengan begitu, maka kita semua bisa berharap bahwa, untuk selanjutnya, TNI-AD yang akan kita miliki bersama di kemudian hari adalah aparat negara yang berlainan sama sekali ketimbang yang sudah kita kenal selama Orde Baru. Bukannya seperti Angkatan Darat, yang telah melancarkan pembunuhan besar-besaran terhadap lebih dari satu juta manusia tidak berdosa (termasuk ibu dan anak-anak) dalam tahun 65/66 dan penahanan serta pengucilan ratusan ribu ex-tapol, tanpa proses pengadilan, selama puluhan tahun.

Republik kita sedang melakukan perombakan-perombakan besar di atas puing-puing atau reruntuhan Orde Baru. Dalam membangun Indonesia Baru, kita tetap memerlukan TNI-AD yang betul-betul merupakan aparat-negara, yang bersama-sama dengan berbagai komponen bangsa lainnya, bisa ikut menjaga keselamatan demokrasi, ikut melindungi Hak Asasi Manusia, ikut menegakkan hukum, ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan ikut merakit rekonsiliasi nasional atas dasar keadilan dan kebenaran.

Kiranya, pada saat ketika semua itu sudah tercapailah maka kita dengan lega, dan gembira, akan bisa bersama-sama berseru lantang: “Dirgahayulah TNI-AD!”