25 Maret 2001 — 12 menit baca

Pemakaman korban 65 digagalkan oleh terror

Surat terbuka URGEN Kepada Ornop/LSM, lembaga-lembaga swasta/pemerintah dan perseorangan di Indonesia dan di luarnegeri

Tulisan kali ini dimaksudkan sebagai surat terbuka yang sekaligus juga seruan untuk mengajak para pembaca, terutama kalangan Ornop/LSM Indonesia dan luarnegeri, untuk merenungkan bersama-sama tentang suatu peristiwa yang terjadi pada tanggal 23 dan 24 Maret 2001 di Kaloran, suatu desa dekat kota Temanggung (Jawa Tengah). Setelah membaca berbagai aspek yang berkaitan dengan digagalkannya pemakaman-kembali kerangka korban pembunuhan 65 di Kaloran (Temanggung) itu, mungkin kita menjadi lebih yakin lagi bahwa perjuangan untuk hak asasi manusia, rekonsiliasi dan reformasi di Indonesia masih memerlukan jalan yang panjang dan bahwa sisa-sisa fikiran Orde Baru masih kuat bercokol di mana-mana.


YPKP 65-66 (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65-66) sejak beberapa waktu merencanakan penguburan kembali di desa Kaloran, sejumlah kerangka yang telah ditemukan (digali) di tempat pembantaian massal yang terdapat di suatu hutan dekat Wonosobo (Jawa Tengah). Penggalian kuburan massal di dekat Wonosobo ini telah dilakukan atas permintaan anggota-keluarga seorang korban, yang telah mendapat informasi tentang lokasi di mana ayahnya ditembak oleh aparat Kodim (militer) dalam tahun 1965. Anggota korban ini ingin sekali untuk mengubur kembali ayahnya, menurut tata-cara atau adat kebiasaan setempat, sebagai tanda penghormatan kepada arwah yang sudah meninggal.

Sesuai dengan permintaan anggota korban ini, YPKP Pusat (dengan bantuan fihak-fihak yang bersimpati terhadap projek ini, serta dengan ijin resmi fihak pemerintahan daerah dan persetujuan KOMNAS HAM) telah mengadakan penggalian pertama pada tanggal 16 sampai 18 November 2000. Dari penggalian pertama ini, yang dilakukan bersama-sama dengan tim forensik di bawah pimpinan Dr Handoko (Universitas Indonesia) telah ditemukan 24 kerangka. Selama penggalian ini, keamanan telah dijaga bersama-sama oleh aparat keamanan (kepolisian) dan juga oleh satgas relawan dari Banser (Ansor) dan satgas PDI-P. Mengingat kemungkinan masih adanya kerangka-kerangka lainnya di bidang tanah yang berdekatan dengan kuburan pertama maka penggalian kedua telah dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2001. Selama penggalian kedua telah ditemukan 2 kerangka lainnya lagi. Jadi seluruhnya telah dapat ditemukan 26 kerangka korban pembunuhan tahun 65/66.

Sesudah selesainya penggalian di dekat Wonosobo, maka ke 26 kerangka itu dititipkan kepada RS Dari Sardjito di Yogyakarta, sambil menunggu tindakan-tindakan selanjutnya. Semula, ada 6 kerangka yang diminta oleh keluarga para korban, untuk dimakamkan sendiri menurut keinginan keluarga mereka. Selebihnya, direncanakan oleh YPKP untuk dimakamkan kembali; sesuai dengan adat-kebiasaan dan untuk menghormati arwah mereka. Sebab, mereka itu telah dibunuh dalam tahun 1965 dengan cara-cara yang sewenang-wenang, dan kemudian hanya dikubur begitu saja dalam lobang-lobang dihutan.

Rencana Pemakaman Kembali Di Kaloran

Sebagai salah satu kelanjutan penggalian di Wonosobo, YPKP Pusat merencanakan pemakaman- kembali kerangka-kerangka yang tidak diambil kembali oleh keluarga para korban, supaya kerangka itu tidak menjadi beban atau terus-menerus mengambil tempat di RS Dr Sardjito. Di samping itu, juga dengan tujuan untuk menghormati arwah para korban, dengan cara-cara yang selayaknya. Untuk tujuan itu, salah satu penasehat YPKP Pusat, Irawan Mangunkusuma (seorang penduduk desa Kaloran yang pernah ditahan selama 8 tahun di Nusa Kambangan sebagai tapol) menghadiahkan sebidang tanah miliknya (seluas 600 m2) sebagai tempat pemakaman-kembali.

Dalam rangka upacara pemakaman-kembali kerangka para korban pembunuhan ini, panitia setempat telah mengadakan hubungan dengan fihak-fihak resmi untuk membicarakan berbagai aspek tentang penyelenggaraannya, dan juga telah menyampaikan undangan kepada berbagai tokoh terkemuka lokal dan daerah, untuk menghadiri upacara pada tanggal 25 Maret (hari Minggu) itu. Seperti halnya penggalian di Wonosobo, yang mendapat persetujuan dari fihak resmi, tujuan upacara ini juga sudah dijelaskan kepada instansi-instansi yang berkaitan.

Tetapi, ternyata bahwa rencana ini gagal, karena terpaksa dibatalkan. Sebab-sebanya, antara lain adalah sebagai berikut : Pada tanggal 23 Maret 2001 di rumah Pak Irawan Mangunkusuma mulai berdatangan tamu-tamu yang akan ikut menghadiri upacara pembacaan doa bagi kerangka yang akan dimakamkan. Menurut rencana, upacara pembacaan doa ini dilakukan oleh kelompok-kelompok agama Islam, Kristen, Katolik dan Budha. Mereka ada yang datang dari Bali, Banten, Jawa Barat, Jakarta dan Yogyakarta.

Sementara itu, hari ini datang juga anggota DPRD dari fraksi PKB (K.H. Khozin) bersama Kasat Serse dari Polri Temanggung, untuk bernegosiasi mengenai jalannya upacara penguburan kembali. Mereka menganggap bahwa acara tanggal 25 Maret tersebut terlalu demonstratif dengan cara mengusung peti-peti kerangka besar-besar sebanyak 26 buah. Dalam pembicaraan ini dijelaskan oleh panitia bahwa peti kerangka yang akan dimakamkan hanya enam, dan berukuran 70x30 cm. Jadi, bukan sebesar dan sejumlah yang mereka duga sebelumnya. Dicapailah kesepakatan bahwa kalau tidak demonstratif K.H. Khozin dapat menerima dan memakluminya. Kemudian, fihak Panitia Penyelenggara mengadakan kunjungan silaturahmi ke Pondok pesantren yang dipimpin K.H. Khozim. Dalam pertemuan itu sekali lagi K/H. Khozin menyatakan bahwa acara pemakaman itu dapat diterima. Namun ada unsur pemuda (pesantren) yang tidak puas dan mengajak bernegosiasi lagi dengan Pak Irawan Mangunkusuma pada malam harinya.

Pada malam harinya (tanggal 23 Maret) rombongan sebanyak lima orang datang bertamu di rumah Pak Irawan Mangunksuma untuk membicarakan lagi masalah upacara pemakaman-kembali tersebut. Dalam pembicaraan itu akhirnya 4 orang di antara mereka dapat menerima penjelasan yang diberikan oleh fihak Panitia. Namun seorang diantara mereka mengancam untuk membuat aksi menentang upacara penguburan kembali (tanggal 25 Maret) dengan cara-cara anarkhi.

Mengingat situasi yang demikian, fihak Panitia Penyelenggara bersama pimpinan pusat YPKP 65/66 mengadakan rapat dan memutuskan untuk membatalkan MALAM ITU JUGA upacara pemakaman- kembali kerangka. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan untuk menghindari bentrokan antara mereka yang mau melayat (atau menghadiri upacara pemakaman) dengan massa aksi demonstrasi. Keputusan pembatalan tersebut, yang diambil malam itu juga (jam 00.25 tanggal 24 Maret 2001), telah disampaikan kepada seluruh tamu, termasuk kepada yang masih dalam perjalanan menuju Temanggung, dan kepada perwakilan-perwakilan YPKP.

Aksi Perusakan Dan Terror Tanggal 24 Maret

Kejadian-kejadian pada tanggal 24 Maret menunjukkan bahwa ancaman aksi-aksi anarkhis untuk menentang upacara pemakaman-kembali kerangka korban pembunuhan 65/66 itu ternyata dilaksanakan juga. Mulai jam 06.30 massa telah memblokir jalan masuk dan pintu masuk kerumah Pak Irawan Mangunkusuma (rumahnya besar sekali dan halamannya juga luas, terletak di suatu ketinggian). Tamu dari luar tidak boleh masuk dan yang sudah berada di dalam tidak boleh keluar. Salah satu mobil tamu dirusak massa, tetapi karena kesigapan aparat kepolisian berhasil diamankan dan tidak terjjadi pembakaran. Provokator tanpa seragam telah mengejari para tamu dan pimpinan YPKP Pusat, sehingga mereka terpaksa harus balik ke kota Temanggung.

Jam 09.00 dua mobil yang menurut rencana harus mengangkut peti-peti berisi sebanyak 5 dan 2 kerangka berangkat meninggalkan pak Irawan menuju Yogyakarta untuk kemudian dimakamkan di makam keluarga. Tiba-tiba 200 meter dari rumah mobil distop massa sebanyak kira-kira 50 orang dan digledah dengan beringas. Sopir bersama salah seorang pimpinan pusat YPKP dihajar massa. Mobil pertama dengan dua peti kerangka berhasil lolos. Peti bersama kerangka diturunkan dan kerangkanya kemudian disebar di jalanan. Mobil diseret ke lapangan dan seluruh ban dikempesi semua. Kunci dan STNK mobil diambil massa.

Jam 10.00 Ketua DPRD (Drs Bambang Soekarno) datang bersama K.H. Khozin untuk berunding dengan Panitia Penyelenggara. Sebagai hasil perundingan telah disepakati bahwa kerangka para korban tidak akan dimakamkan di Temanggung. YPKP memang sejak semalam sudah memutuskan membatalkan upacara pemakaman-kembali tersebut. Sisa kerangka bersama peti-petinya yang ada di rumah Pak Irawan kemudian dibawa keluar rumah dengan dikawal aparat kepolisian. Seluruh tamu yang sudah datang di Kaloran telah dievakuasi oleh aparat kepolisian ke lokasi yang aman. Pak Irawan juga diselamatkan ke lokasi yang dirahasiakan, untuk menghindari penyerangan berikutnya. Tetapi masih terdengar berita bahwa rumah Pak Irawan Mangunkusuma akan dibakar. Seluruh peserta upacara (pelayat) akhirnya meninggalkan Temanggung kembali ke daerah mereka masing-masing.

Persoalan Serius Yang Perlu Kita Renungkan Bersama

Peristiwa desa Kaloran ini patut mendapat perhatian kita semua, karena banyak soal yang perlu direnungkan dengan hati yang jernih dan nalar yang sehat. Memang, kita masih bisa bersyukur dan gembira bahwa tidak ada korban jiwa yang jatuh. Dan peristiwa ini terjadi pula di suatu desa dekat kota kecil Temanggung. Tetapi, kalau dilihat dari segi yang luas, maka akan bisa kita perhitungkan dampaknya yang serius bagi kelanjutan cara berfikir dan cara hidup bangsa kita. Berikut adalah sekedar sejumlah bahan untuk renungan atau tafakur kita bersama :

  • Dilihat dari segi moral, adat-istiadat, kepercayaan, keagamaan, atau peradaban, upacara pemakaman-kembali kerangka para korban pembunuhan massal 65/66 itu adalah suatu hal yang patut dianggap baik. Sejak ribuan tahun, berbagai bangsa atau rakyat di dunia ini selalu menjadikan tradisi upacara kematian (dengan berbagai cara dan bentuk) sebagai soal yang serius atau khidmat dalam kehidupan bermasyarakat.
  • 26 orang tidak bersalah telah dibunuh secara massal dan jenazahnya dikubur begitu saja dalam lobang-lobang yang digali sembarangan dalam hutan, seperti mengubur bangkai anjing atau kucing saja, tanpa upacara-upacara yang selayaknya, sebagai sesama mahluk Tuhan. Kita semua patut menghayati betapa pedihnya perasaan para keluarga korban melihat keadaan semacam itu. Oleh karena itu, tindakan menghormati arwah mereka dengan jalan mengubur-kembali dengan upacara yang dipandang memadai adalah sesuatu yang adil dan benar.
  • Semestinya, atau seharusnya, sebagai insan yang berbudaya atau beradab (dan berperikemanusiaan!) kita patut menghargai hak para keluarga korban (atau sanak famili dan handai taulan mereka) untuk menghormati arwah keluarga mereka, sesuai dengan cara yang mereka pilih. Kita semua, dalam kehidupan masyarakat bisa mempunyai berbagai perbedaan, tetapi di depan Tuhan kita adalah sama-sama makhlukNya.

Mengingat pentingnya peristiwa Kaloran dalam konteks situasi negeri kita dewasa ini, maka perlu sekalilah kiranya bagi kita untuk mencoba bersama-sama menelaah apa arti peristiwa Kaloran (Temanggung) itu dari segi-segi lainnya juga.

Rekonsiliasi Nasional Dan Reformasi

Kita semua sudah bertekad untuk berjuang bersama-sama untuk mewujudkan reformasi. Dalam konteks situasi negeri kita dewasa ini, reformasi berarti harus merombak apa saja yang buruk dan salah yang telah dilakukan oleh sistem politik dan budaya Orde Baru. Juga berarti harus memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diwariskan Orde Baru Dan salah satu dari begitu banyak keburukan atau kesalahan Orde Baru adalah pembunuhan massal terhadap jutaan manusia tidak bersalah. Apapun dalih yang dipakai atau apapun alasan yang dicari-cari, pembunuhan massal dan juga penangkapan sewenang-wenang terhadap ratusan ribu tapol (yang juga tidak bersalah!) adalah kesalahan besar Orde Baru. Kesalahan inilah yang harus sama-sama kita perbaiki.

Memperbaiki kesalahan Orde Baru adalah salah satu di antara syarat-syarat mutlak untuk rekonsiliasi bangsa. Dengan kaca-mata itulah maka kita patut dengan perasaan kuatir – dan sedih!!! – menanggapi peristiwa Kaloran. Sebab, nyatalah jelas sekali dalam pristiwa itu bahwa masih banyak orang yang belum mau - atau tidak bisa – menyadari bahwa pembunuhan massal di Wonosbo (dan di daerah-daerah lain yang begitu banyak) adalah suatu kesalahan besar para pendiri Orde Baru waktu itu (jelasnya pimpinan TNI-AD). Sayang sekali bahwa mereka itu (di antaranya ada yang menamakan diri Forum Ukhuwah Islamiyah Kaloran –FUIK) masih terjebak atau tertipu dalam lingkungan Orde Baru yang menganggap bahwa pembunuhan massal (terhadap orang-orang tidak bersalah, yang mereka anggap berbau PKI) adalah benar dan tidak berdosa. Aksi-aksi mereka untuk menentang diselenggarakannya upacara pemakaman-kembali kerangka para korban di Temanggung adalah pertanda betapa masih kuatnya racun Orde Baru yang telah dicekokkan selama puluhan tahun itu.

Adalah penting untuk bisa mengetahui mengapa mereka melakukan aksi-aksi itu, dan siapa di belakangnya, dan apa pula tujuannya. Dan juga mengapa mereka masih mau tetap meneruskan juga kesalahan besar Orde Baru ini. Sebab, kiranya kita masih ingat bersama-sama akan keberanian Gus Dur yang pernah menyatakan permintaan ma’af kepada para keluarga korban 65/66. Juga perlu kita ingat lagi pernyataan GP Ansor Yogya, yang di samping minta ma’af kepada keluarga korban 65/66 juga telah mengumumkan keputusan organisasinya untuk mengadakan penelitian di berbagai daerah Jawa Tengah tentang pembunuhan massal yang terjadi 65/66. Sayang sekali bahwa angin sejuk atau hawa segar yang mulai menghembus itu telah dirusak oleh peristiwa Kaloran (Temanggung) itu.

Apa Yang Bisa Sama Sama Kita Lakukan?

Kita perlu berusaha bersama-sama, dengan segala cara, untuk mencegah terulangnya kembali – di mana pun, kapan pun, dan juga terhadap fihak yang mana pun - peristiwa serupa yang terjadi di Kaloran itu. Fikiran salah yang membimbing aksi-aksi di Kaloran itu harus dilawan bersama-sama (melalui berbagai bentuk) dan harus dikalahkan. Fanatisme keagamaan yang salah atau tidak sehat akan menimbulkan kerusakan-kerusakan besar, baik bagi moral maupun kerukunan dan persatuan bangsa.

Apa yang dilakukan terhadap upacara pemakaman-kembali di Kaloran ini mungkin bisa terjadi pada berbagai organisasi lainnya atau gerakan lainnya, yang memperjuangkan tegaknya HAM dan dilaksanakannya reformasi. Kalau tidak dilawan, sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih akan terus bisa secara leluasa melakukan aksi-aksinya lewat berbagai saluran dan dengan mengenakan berbagai kedok.

Tindakan serupa yang terjadi di Kaloran bisa merupakan halangan bagi tugas-bersama kita yang benar dan mulia, yaitu : membongkar pelanggaran HAM secara besar-besaran 1965/1966 oleh TNI-AD, merehabilitasi para korban beserta keluarga mereka, mengusahakan rekompensasi bagi mereka (sedapat mungkin). Terselesaikannya tugas ini dengan baik adalah penting sekali bagi bangsa kita secara keseluruhan. Sebab, terselesaikannya tugas ini dengan baik adalah juga menguntungkan bagi semua fihak. Perlulah selalu ditanamkan kesadaran di kalangan fihak yang manapun, bahwa pelanggaran HAM yang begitu besar skalanya dan telah berlangsung begitu lama adalah tidak menguntungkan kita semuanya.

Oleh karena itu, dengan terjadinya peristiwa Kaloran, semua Ornop atau LSM (atau perseorangan) yang peduli akan terlaksananya HAM secara nyata di Indonesia, dan yang ingin memberi sumbangan kepada suksesnya reformasi dan rekonsiliasi, perlu dihimbau untuk mengambil langkah-langkah, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, dan melalui berbagai cara. Di antara berbagai langkah-langkah yang bisa difikirkan kemungkinannya adalah sebagai berikut :

  1. Pernyataan atau surat atau pengiriman delegasi (bersama-sama atau sendiri-sendiri) yang ditujukan kepada : KOMNAS-HAM, PB NU, pimpinan Muhammadiyah, semua pimpinan fraksi di DPR, dll dll, dengan desakan supaya dikeluarkan pernyataan (deklarasi) yang mengecam terjadinya penghalangan terhadap rencana pemakaman-kembali kerangka korban pembunuhan massal di Temanggung
  2. Melaporkan (bersama-sama atau sendiri-sendiri) tentang peristiwa ini kepada badan-badan internasional (Sub-komisi HAM PBB, International Human Rights Watch di AS, International Federation of Human Rights di Paris), dan kepada berbagai partners di luarnegeri Ornop/LSM Indonesia masing-masing
  3. Memikirkan, membicarakan, dan mengadakan langkah-langkah lainnya yang mungkin ditempuh bersama-sama dengan segera, untuk menghadapi bahaya, seperti yang sudah terjadi di Kaloran.

Semoga usaha-bersama kita untuk menegakkan HAM di Indonesia, membela para korban Orde Baru, dan menuntaskan reformasi demi rekonsiliasi dapat mencapai kemajuan-kemajuan lebih jauh, untuk kepentingan kita semua.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai peristiwa Kaloran, dan juga untuk menyampaikan pernyataan solidaritas, harap menghubungi YPKP Pusat, dengan E-mail : korban65_66@hotmail.com