20 Desember 2003 — 8 menit baca

Komisi Pembrantasan Korupsi hadapi tugas berat

Banyak orang di Indonesia mengharapkan bahwa setelah Dewan Perwakilan Rakyat memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, maka usaha untuk memerangi penyakit parah yang sudah mewabah selama puluhan tahun bisa mendapat angin segar atau tenaga baru. Sebab, kita semua masih ingat bahwa selama ini segala macam badan dan organisasi juga telah pernah dibentuk oleh berbagai pemerintah (atau lembaga-lembaga lainnya) untuk memberantas atau mengurangi korupsi. Tetapi, seperti yang kita saksikan sendiri, usaha-usaha ini selalu mengalami kegagalan, oleh karena berbagai sebab. Korupsi masih terus merajalela dengan hebatnya, baik di kalangan atas maupun dalam masyarakat luas, dan baik di Jakarta maupun di daerah-daerah.

Terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, yang susunan pimpinannya dipilih oleh DPR (komisi II DPR, yang beranggotakan 44 orang), diharapkan oleh banyak orang sebagai langkah penting untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari kerusakan moral dan pembusukan akhlak secara besar-besaran. Kerusakan moral ini sudah demikian parahnya di kalangan atas sehingga menimbulkan berbagai persoalan yang menyulitkan terbentuknya « clean and good governance ». Indonesia sudah menjadi negara yang termasuk terkorup di dunia. Di samping itu, negeri kita juga terkenal sebagai negara yang ekonominya morat-marit, di mana pengangguran sudah mencapai sekitar 40 juta, utang luarnegeri sudah melampaui 130 milyar dollar, hutang dalamnegeri tak terbayarkan lagi sampai cucu kita.

Jihad Tumpas Korupsi

Sejarah mencatat bahwa KKN sudah merajalela sejak pemerintahan di bawah rezim militer Suharto selama puluhan tahun, dan kemudian perusakan akhlak secara besar-besaran ini diteruskan selama pemerintahan Habibi, Gus Dur, dan Megawati-Hamzah sekarang ini. Begitu hebatnya kerusakan akhlak ini, sehingga banyak orang menjadi pesimis atau putus asa terhadap kemungkinan untuk bisa memberantasnya. Banyak orang mempunyai kesan (atau dugaan) bahwa dari Presiden dan Wakil Presiden, atau para menteri, sampai pejabat-pejabat penting lainnya (termasuk berbagai gubernur dan bupati atau camat), tidak bersih dari KKN, atau praktek-praktek haram lainnya.

Sudah puluhan tahun banyak « tokoh » negeri kita mencuri kekayaan negara dan rakyat dengan macam-macam cara, tetapi hanya sedikit sekali di antara mereka yang dijerat hukum, ditangkap, atau diadili. Banyak orang bisa melihat dengan mata sendiri adanya berbagai hasil penyalahgunaan kekuasaan dan kecurangan (umpamanya : pemilikan sejumlah besar mobil mewah dan rumah-rumah mentereng) baik di Jakarta maupun di kota-kota penting di daerah-daerah. Korupsi yang merata dan melebar di seluruh negeri ini sudah membikin busuk moral dan merusak iman banyak sekali orang, baik pejabat maupun « tokoh » masyarakat lainnya, termasuk kalangan terkemuka agama.

Itulah sebabnya, kesepakatan antara NU dan Muhammadiyah untuk melancarkan gerakan nasional membrantas korupsi (termasuk seruan untuk menjatuhkan hukuman mati bagi para koruptor) merupakan gerakan moral yang amat tepat dewasa ini. Adalah penting bagi kita semua untuk mendukung sepenuhnya gerakan kedua organisasi Islam ini, dan ikut mendorongnya sekuat-kuatnya supaya menjadi kekuatan moral yang betul-betul perkasa dan ampuh untuk membasmi penyakit yang telah merusak iman banyak orang ini. Dalam hal ini, kalimat « jihad tumpas korupsi » yang sudah dikumandangkan berbagai kalangan, mempunyai arti positif yang penting.

Tugas KPK Tidak Ringan

Terpilihnya oleh DPR pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang terdiri dari 5 orang dan diketuai oleh mantan anggota DPR dan sekaligus pejabat tinggi kepolisian (Taufieqqurrochman Ruki) rupanya menimbulkan macam-macam reaksi dari berbagai kalangan. Ada yang menganggap bahwa Komisi II DPR yang melakukan « fit and proper test » terhadap 10 calon anggota KPK telah mengambil keputusan yang terlalu berdasarkan politik. Komisi II DPR tidak berani memilih calon-calon yang mempunyai reputasi menonjol dan kredibilitas tinggi, umpamanya Marsilam Simanjuntak (mantan sekretaris negara dan Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung dalam kabinet Gus Dur) serta Bambang Widjoyanto (orang ternama dalam LSM bantuan hukum).

Karena pilihan DPR atas pimpinan KPK sudah jatuh, maka selanjutnya DPR (Komisi II) ikut bertanggungjawab atas baik buruknya pekerjaan KPK nantinya. Namun, baik buruknya pekerjaan KPK, atau berhasil atau tidaknya misi yang diembannya, terutama sekali bergantung pada faktor subjektif para anggota KPK sendiri, walaupun juga ada faktor-faktor lainnya yang ikut menentukan. Kwalitas profesional, penguasaan masalah, kesungguhan, adalah syarat-syarat penting bagi anggota KPK untuk berhasil menunaikan tugas mereka. Tetapi, di atas segala-galanya syarat-syarat moral adalah mutlak diperlukan, terutama : kebersihan diri dari KKN, keberanian untuk bertindak terhadap segala macam korupsi yang dilakukan oleh siapapun juga, kemandirian untuk bersikap tegas, menolak segala macam suapan atau bujukan, tidak tunduk kepada ancaman atau tekanan dari siapapun juga, termasuk dari « atasannya »

Karena korupsi sudah begitu lamanya dan begitu luasnya merajalela di negeri kita, maka jelaslah bahwa KPK menghadapi tugas yang tidak mudah. KPK harus ikut membersihkan aparat pemerintahan, dan terutama sekali aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan, pengadilan) yang terkenal korupnya. Sebab, pembersihan tidak dapat dijalankan dengan sapu yang penuh dengan kotoran. Di samping itu, para konglomerat hitam yang telah membikin runyam sektor swasta dan sudah merampok kekayaan negara secara besar-besaran juga harus ditindak. Kalau tidak, maka sistem pemerintahan bersifat mafia, yang telah lama dipraktekkan Orde Baru, akan berjalan terus.

Cukup 50 Koruptor Diadili Dulu

Sesudah dilantik (tanggal 27 Desember yad) KPK perlu segera menunjukkan giginya, dengan melakukan gebrakan-gebrakan atau berbagai tindakan tegas, berdasarkan hukum dan perasaan keadilan yang didambakan banyak orang. Kalau KPK nantinya sudah bisa meringkus atau bertindak tegas terhadap sejumlah koruptor kelas kakap (umpamanya 50 atau 75 dari antara 5000 koruptor kelas berat yang terdapat di seluruh negeri) maka banyak orang akan menilai bahwa eksistensi KPK betul-betul ada gunanya.

Sebenarnya, banyak kasus korupsi yang belum terselesaikan, yang sekarang sudah ada di tangan kepolisian dan kejaksaan, atau sedang dalam penyelidikan. Di antara kasus-kasus yang menonjol itu adalah kasus pembobolam BNI sebesar Rp 1,7 trilyun dan BRI yang menyangkut dana yang besar. Di samping itu, banyak kasus lama yang masih belum juga diselesaikan secara tuntas, antara lain kasus BLBI, Bank Bali, dan kasus-kasus penyelewengan yang dilaporkan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Dengan adanya pemilu yang akan datang, maka masalah korupsi atau pengumpulan dana melalui cara-cara haram dan tidak sah, akan (atau sudah) banyak terjadi. Apakah KPK akan bisa bertindak terhadap kasus pengumpulan dana untuk pemilu secara ilegal, akan bisa kita saksikan dalam praktek tidak lama lagi.

Koruptor Adalah Pengkhianat Bangsa

Menurut angka-angka yang dikeluarkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasioanal ‘(Kwik Kian Gie) beban pembayaran bunga untuk utang dalamnegeri kita adalah sebesar Rp42,3 trilyun dan bunga untuk utang luar negeri sebesar Rp24,4 trilyun. Untuk bunga saja sebesar Rp65,7 trilyun. Pembayaran cicilan utang pokok dalamnegeri yang jatuh tempo sebesar Rp21,2 trilyun dan luarnegeri sebesar Rp44,4 trilyun. Pembayaran cicilan utang pokok seluruhnya sebesar Rp65,5 trilyun. Beban utang seluruhnya sebesar Rp131,2 trilyun.

Kita lihat bahwa pembayaran bunga utang saja sudah sebesar 92,67% dari seluruh anggaran pembangunan yang sebesar Rp70,9 trilyun. Kalau seluruh beban utang dihitung, beban utang sebesar 185% dari seluruh anggaran pembangunan. Kiranya jelas bahwa kita mesti berutang lagi dan nampaknya masih akan terus menerus di tahun-tahun mendatang, kecuali ada kemauan sangat keras untuk menguranginya secara drastis.

Jadi, jelaslah bahwa utang negara dan bangsa kita adalah besar sekali, dan bahwa secara ekonomis kehidupan bangsa kita sudah kembang kempis. (Harap diingat bahwa satu trilyun adalah satu juta dikalikan satu juta, atau 12 nol dibelakangnya. Dan ini adalah jumlah yang besar sekali !). Dalam keadaan yang demikian parah, masih juga ada orang-orang (terutama golongan atas dan orang-orang yang umumnya sudah kaya-raya) yang mencuri kekayaan negara dan bangsa lewat jalan korupsi. Sungguh, perbuatan mereka ini nista sekali, dan lebih buruk dari perbuatan penggarong kelas kakap. Dosa kaum koruptor ini besar sekali. Mereka adalah pengkhianat bangsa atau sampah masyarakat.

Awasi Dan Dorong Terus KPK

Terbentuknya KPK sebagai badan yang secara khusus menangani soal korupsi adalah salah satu kebutuhan yang sudah sangat mendesak sekali. Sebab, seperti sudah disaksikan oleh banyak orang selama ini, penanganan yang dilakukan kepolisian, kejaksaan atau aparat-aparat negara lainnya terhadap korupsi adalah loyo sekali. Padahal, boleh dikatakan bahwa hampir semua jawatan atau badan yang penting-penting sudah terkena wabah ganas ini.

KPK perlu mendapat dorongan terus dari semua fihak, supaya BERANI dan BISA bertindak tanpa pandang bulu. Oleh karena KPK mempunyai kekuasaan luas atau otoritas yang besar sekali untuk mengusut dan menyelidiki segala macam korupsi yang dilakukan oleh kalangan yang mana pun juga, maka KPK harus diawasi secara ketat oleh masyarakat luas. Berbagai kalangan perlu terus-menerus mengontrol dan mengikuti dari dekat, pelaksanaan tugas KPK. Kontrol masyarakat luas terhadap KPK ini mutlak perlu, karena kalau anggota-anggotanya sudah ikut-ikut terkena juga oleh wabah korupsi, maka perjuangan melawan korupsi akan terpaksa mengambil bentuk yang lain.

Pekerjaan KPK adalah besar, rumit, dan bisa juga berbahaya. Sebab, secara pokok, pekerjaan KPK ini berhadapan dengan kalangan yang tidak sudah tidak bermoral lagi, yang sudah tidak segan-segan untuk “membeli” ahli hukum, atau menyuap para pembesar aparat negara, atau “menyewa” jasa para preman. Mereka adalah penjahat-penjahat yang jumlah uang curiannya bisa mencapai milyaran, bahkan trilyunan Rupiah. (Patut diingat bahwa sekitar 30% pinjaman luarnegeri masa Suharto dikorupsi. Ini jumlah yang besar sekali!)

Singkatnya, oleh karena DPR sudah memilih pimpinan KPK (walaupun tidak memuaskan banyak fihak) maka kita patut memberi kesempatan kepadanya untuk bekerja dan menunaikan tugasnya sebaik-baiknya, dengan mendapat dorongan dan pengawasan ketat dari kita semua. Kalau ternyata dalam prakteknya, KPK tidak bisa bekerja sesuai dengan harapan orang banyak, maka tidak ada jalan lain, kita akan menuntut ramai-ramai dibubarkannya badan yang tidak ada gunanya ini.