29 November 2001 — 11 menit baca

Kasus Akbar Tanjung dan kebobrokan akhlak

Kasus Akbar Tanjung berkenaan dengan dana Bulog sebesar Rp 40 miliar adalah persoalan besar yang patut dijadikan masalah nasional oleh sebanyak mungkin kalangan dan golongan, mengingat seriusnya persoalan ini bagi berbagai aspek kehidupan bangsa. Keseriusan masalah ini bukanlah hanya karena menyangkut dana yang cukup besar, melainkan karena berkaitan dengan masalah yang lebih besar lagi (!), yaitu : kerusakan parah dalam kehidupan politik dan moral di kalangan “elite”, dan berkaitan pula dengan perjuangan bersama untuk memberantas kebudayaan korupsi dan menciptakan “clean and good governance” (pemerintahan yang bersih dan baik).

Oleh karena itu, adalah suatu perkembangan yang baik bagi pendidikan politik (dan moral) bangsa, bahwa terlibatnya Akbar Tanjung dalam masalah dana Bulog ini telah menjadi topik pembicaraan luas di kalangan berbagai golongan dalam masyarakat negeri kita. Bahkan, berbagai kalangan sudah menyuarakan tuntutan supaya kasus Akbar Tanjung ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang tegas dan nyata, sehingga masalahnya bisa diselesaikan secara hukum dan menurut prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

Sebagai contohnya, menurut Kompas (26 November 2001), 16 tokoh LSM telah menandatangani pernyataan bersama yang isinya menuntut supaya Kejaksaan Agung menetapkan Akbar Tanjung menjadi tersangka, dan mendesak kepada DPR untuk membentuk Dewan Kehormatan guna mengusut kasus Buloggate II yang melibatkan Ketua Umum Partai Golkar itu. Untuk menjalani proses pemeriksaan, baik di Kejaksaan Agung maupun di DPR, mereka meminta agar Akbar Tanjung non-aktif sementara sebagai Ketua DPR.

Di antara para tokoh LSM yang telah mengeluarkan pernyataan bersama itu adalah ketua ICW Teten Masduki, direktur YLBHI Bambang Widjoyanto, ketua Pusat Pengembangan Study Kawasan Laode Ida, aktivis Bina Desa Roman Lendong, aktivis WALHI Anung Karyadi, ketua PBHI Hendardi, ketua Dewan Penasehat KONTRAS Munir, direktur LBH Jakarta Irianto Subiyakto, direktur ELSAM Ifdal Kasim, ketua INFID Bini Buchori.

Suara Pemuda Mahasiswa Dan Ornop

Ketika berbagai gejala sudah menunjukkan bahwa kalangan “atas” - baik yang di eksekutif, legislatif, dan judikatif – ada keengganan, keraguan, kebingungan atau kekhawatiran tentang penindaklanjutan kasus Akbar Tanjung, maka adanya aksi-aksi yang dilancarkan oleh berbagai golongan masyarakat adalah penting sekali. Dan, bisalah kiranya kita anggap bahwa apa yang dilakukan oleh 16 LSM tersebut di atas adalah salah satu di antara berbagai langkah penting lainnya di kalangan masyarakat, untuk mencegah dipeti-eskannya kasus ini. Pernyataan bersama 16 LSM itu juga penting untuk mendorong diadakannya tindakan-tindakan tegas oleh Kejaksaan Agung, dan untuk mengantisipasi adanya beraneka-ragam rekayasa oleh berbagai fihak (kalangan DPR dan kalangan lainnya) yang berusaha mencegah terbongkarnya masalah ini.

Adalah amat menarik untuk sama-sama kita catat bahwa berbagai organisasi pemuda/mahasiswa pun sudah mengeluarkan pernyataan tentang perlunya kasus Akbar Tanjung ini ditindaklanjuti dengan langkah-langkah lebih tegas. Di antaranya adalah PB HMI, BEM-UI, PB PMII dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Dalam pernyataan PB Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia antara lain dikemukakan : “PMII mendesak agar Ketua DPR Akbar Tandjung untuk segera mengundurkan diri. Selain itu Kejagung secepatnya harus menahan Akbar dan pejabat lain yang diduga terlibat kasus Bulog. Kejagung harus proaktif dalam penegakan hukum, tidak menunggu dan mengulur-ulur waktu atau melakukan negosiasi untuk menggelapkan berbagai perkara korupsi. PMII juga meminta kepada masyarakat untuk terus mensosialisasikan dan melakukan tindakan nyata serta gerakan menyeluruh untuk menyokong sikap antikorupsi” (dikutip dari Republika, 23 November 2001).

Contoh lain yang juga menarik adalah aksi-aksi yang dilakukan oleh KAMMI kota Sala (Surakarta) baru-baru ini. Menurut Suara Merdeka (27 November), puluhan aktivis KAMMI telah mengadakan demo dan orasi di depan gedung DPRD, sambil menyebarkan selebaran, “untuk menuntut supaya DPR membentuk Pansus Buloggate II. Mereka juga menuntut pemerintah untuk segera memproses Akbar Tanjung secara hukum, jika terbukti bersalah dan menyuarakan pencopotan Akbar dari Ketua DPR RI”. Bahwa organisasi pemuda dan mahasiswa, baik yang di Jakarta maupun di daerah-daerah, sudah mulai mengangkat kasus Akbar Tanjung/Bulog dalam aksi-aksi mereka, adalah perkembangan yang penting. Apalagi, yang lebih penting lagi, yalah bahwa aksi-aksi ini mencerminkan aspirasi golongan muda Islam, yang mendambakan makin dikobarkannya pemberantasan korupsi.

Agaknya, adalah kewajiban bagi seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi untuk mendukung kegiatan-kegiatan organisasi pemuda dan mahasiswa Islam dalam perjuangan mereka di bidang ini. Gerakan mereka dalam melawan korupsi bisa merupakan sumbangan besar (dan dorongan penting) untuk menjadikan perjuangan melawan korupsi sebagai bagian perjuangan ummat Islam Indonesia. Dan, adalah perkembangan yang amat penting bagi kehidupan bangsa, kalau ummat Islam Indonesia bisa mengangkat masalah pemberantasan korupsi sebagai salah satu di antara cara-cara kongkrit dalam menjalankan ajaran agama. Sebab, sudah jelas bahwa korupsi adalah haram hukumnya. Seperti yang kita saksikan bersama selama ini, para koruptor (yang sebagian adalah juga orang-orang yang mengaku beragama Islam) telah mendatangkan kerugian kepada ummat Islam yang amat besar jumlahnya.

Praktek-praktek korupsi (bahasa polosnya : pencurian, penggelapan, penyalahgunaan kekuasaan untuk menyelewengkan dana publik) telah merusak akhlak banyak tokoh-tokoh yang menduduki tempat-tempat penting di bidang eksekutif, legislatif, judikatif, dan juga badan-badan swasta. Adalah amat menyedihkan, kalau kita ingat bahwa banyak di antara mereka itu yang resminya saja (atau “luar”-nya saja) menyatakan diri sebagai orang Muslim, namun perbuatan mereka adalah penuh dengan kebathilan atau hal-hal yang haram.

Sumbangan Ummat Islam Adalah Penting

Mengingat itu semua, maka amatlah penting dewasa ini bagi umat Islam di Indonesia untuk memberikan sumbangan sebesar-besarnya kepada perjuangan melawan korupsi. Sumbangan ini bisa dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk. Kalau para kyai dan para ulama di seluruh Indonesia sudah makin tegas menyuarakan pentingnya perjuangan melawan kejahatan korupsi, maka suara mereka ini akan merupakan dorongan bagi para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, pengacara atau pejabat-pejabat pemerintahan umumnya) untuk lebih berani bertindak terhadap kejahatan ini. Dan, kalau masalah perjuangan melawan korupsi ini juga sudah bisa dijadikan salah satu topik dalam dakwah dan dalam berbagai kegiatan pesantren dan madrasah di seluruh Indonesia, maka akan merupakan sumbangan besar bagi pendidikan akhlak.

Sebab, seperti halnya perjudian, pencurian, penipuan, dan hal-hal haram lainnya, korupsi adalah jelas merupakan kejahatan yang dilarang oleh agama. Di Indonesia, korupsi ini sudah puluhan tahun merusak akhlak banyak orang (terutama : para terkemuka masyarakat) dan juga telah merugikan kepentingan rakyat, yang sebagian terbesar adalah pemeluk agama Islam. Selama ini, 30% dari utang luarnegeri kita telah dicuri oleh para koruptor, dan dana publik (artinya : milik rakyat) yang berupa APBN, atau DAU (Dana Alokasi Umum) untuk daerah-daerah, juga dicuri oleh maling-maling berdasi. Bahkan, ada dugaan bahwa dana DAU yang “bocor” itu bisa mencapai 40% (Republika, 28 November 2001). Laporan BPK tentang banyaknya penyelewengan di berbagai badan pemerintahan juga merupakan indikasi betapa besar kerusakan yang telah disebabkan oleh korupsi. Demikian juga, soal “hibah” misterius yang banyak dilaporkan dalam LKPN.

Rakyat Indonesia, yang sebagian terbesar adalah pemeluk Islam, sekarang ini harus ikut menanggung utang luarnegeri yang amat besar jumlahnya. Begitu besarnya jumlah utang ini, sehingga menurut perhitungan, utang itu baru bisa terbayar lunas oleh bangsa kita sesudah 25 tahun. (Itupun, kalau negara kita tidak lagi mengemis utang yang baru!). Utang yang besar itu adalah utang lama, yang tidak sedikit di antaranya telah dikantongi oleh maling-maling besar. Jadi, dosa para koruptor, yang sudah merugikan begitu banyak orang itu, adalah besar sekali. Karenanya, memerangi korupsi adalah juga membela kepentingan rakyat, yang sebagian besar adalah ummat Islam.

Bukan Hanya Persoalan Akbar Tanjung Pribadi

Bermacam-macam aksi atau kegiatan yang sudah dilakukan oleh berbagai kalangan dalam masyarakat dan banyaknya tulisan-tulisan (atau berita) dalam pers tentang kasus Akbar Tanjung/Bulog menunjukkan betapa besar perhatian banyak orang terhadap persoalan ini. Gejala semacam ini adalah baik sekali. Sebab, kasus Akbar Tanjung/Bulog bukanlah hanya urusan pribadi seorang diri yang bernama Akbar Tanjung saja. Melainkan satu kasus yang mempunyai kaitan penting dengan urusan-urusan besar bangsa dan negara, antara lain : kehidupan politik yang sehat, ethik dan moralitas dalam penyelenggaraan negara, ketulusan dan kejujuran dalam mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Adalah suatu hal yang amat besar artinya bagi pendidikan politik dan moral bangsa, bila pemeriksaan kasus Akbar Tanjung/Bulog ini nantinya bisa dijadikan - bersama-sama - sebagai masalah nasional. Apapun akhir kasus ini, atau apapun jadinya persoalan ini, ia akan tetap merupakan peristiwa yang bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi banyak golongan. Oleh karenanya, sejak sekarang, kasus ini patut dijadikan bahan studi oleh para mahasiswa, atau objek riset serius bagi para pakar di bidang mereka masing-masing.

Kasus Akbar Tanjung/Bulog adalah ekspresi terpusat dari buruknya penyelenggaraan negara yang sudah puluhan tahun berlangsung di negeri kita. Sebenarnya, kasus ini hanya merupakan secuwil kecil saja dari satu gunung besar kebobrokan yang sudah begitu lama menghimpit bangsa dan negara kita. Ia merupakan salah satu contoh di antara begitu banyak praktek-praktek busuk yang telah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru (Golkar). Karenanya, membongkar kasus Akbar Tanjung adalah, pada hakekatnya, salah satu usaha penting dalam perjuangan bersama membongkar jati-diri Orde Baru atau menelanjangi watak sebenarnya Golkar. Dari segi ini pulalah kita perlu melihat kasus Akbar Tanjung/Bulog kali ini.

Seperti sudah sama-sama kita baca selama ini, kasus Akbar Tanjung/Bulog telah menyajikan kepada umum (baik di Indonesia maupun di luarnegeri) hal-hal yang aneh, yang lucu, yang tidak masuk akal. Banyak keterangan dari berbagai orang (yang tersangkut) menunjukkan gejala bahwa menipu publik sudah bukan satu hal yang memalukan lagi. (Umpamanya, “dongeng” tentang bahwa mereka sudah lupa siapa yang menerima cek, siapa yang mencairkan cek dari bank, siapa yang hadir dalam penyerahan cek, lupa nama Yayasan, lupa nama-nama daerah yang menerima “bantuan sosial” . Juga dongeng tentang tidak adanya kwitansi tanda-terima uang yang begitu besar jumlahnya. Atau bahwa jari tangannya tidak pernah menyentuh cek. Atau juga cerita mengapa dana yang Rp 40 miliar itu disalurkan lewat Yayasan Islam Raudlatul Jannah. Dan “cerita-cerita” lainnya).

Jangan Tutup Tutupi Kasus Besar Ini

Kasus Akbar Tanjung/Bulog adalah masalah besar bagi kehidupan politik dan moral bangsa kita. Karenanya, semua fihak perlu memiliki kerelaan yang tulus sehingga kasus ini bisa ditangani atau diperlakukan dengan serius, baik secara hukum, secara politik maupun secara moral. Karena, baik atau tidaknya penanganan kasus ini akan mempunyai dampak yang tidak kecil bagi kehidupan politik di negeri kita, yang bisa juga menyeret dampak-dampak buruk lainnya di berbagai bidang (hukum dan peradilan, kewibawaan pemerintah, kepercayaan rakyat terhadap lembaga perwakilan dan partai-partai politik dll).

Mengingat itu semuanya, demi kepentingan rakyat banyak, dan demi usaha bersama terciptanya “clean and good governance”, maka perlu diusahakan bersama-sama supaya penanganan kasus ini jangan sampai bisa dipeti-eskan, ditutupi-tutupi, atau dihalang-halangi, oleh fihak yang manapun juga. Terbongkarnya kasus Akbar Tanjung/Bulog adalah satu di antara berbagai langkah penting menuju ke arah perbaikan pengelolaan negara. Di antara langkah-langkah penting itu yalah pemeriksaan oleh Pansus Buloggate II, yang kemudian ditindaklanjuti oleh langkah-langkah yang tegas dan jujur oleh Kejaksaan Agung. Supaya langkah-langkah penting ini bisa terlaksana, dorongan besar-besaran atau desakan kuat dari opini publik amatlah diperlukan.

Agaknya, jelas bagi banyak orang bahwa tuntutan atau desakan untuk memeriksa kasus Akbar Tanjung/Bulog bukanlah dengan tujuan untuk “mencelakakan” seseorang, atau membikin kesusahan bagi keluarganya, atau mencemarkan nama baiknya. Bukan pula hanya mempersoalkan dana yang sebesar Rp 40 miliar. Sebab, dana yang selama puluhan tahun sudah dikantongi oleh para koruptor Orde Baru dan yang juga telah disalahgunakan oleh Golkar adalah jauh lebih besar dan, bahkan, berlipat-ganda. (Harap ingat : kasus-kasus keluarga Cendana, Bank Bali, BLBI, uang yang dilarikan keluarnegeri oleh para konglomerat dll dll) Membongkar kasus Akbar Tanjung/Bulog adalah dalam rangka urusan besar perjuangan melawan korupsi dan mengusahakan reformasi. Dan perjuangan melawan korupsi adalah tugas nasional utama kita dewasa ini.

Awasi Terus Kerja Para Penegak Hukum

Mengingat itu semuanya, maka kita bisa melihat kebenaran tuntutan berbagai Ornop (antara lain : 16 LSM, organisasi pemuda/mahasiswa Islam) supaya kasus Akbar Tanjung ditindaklanjuti. Sebab, seperti halnya dalam menghadapi berbagai hal penting lainnya, peran tekanan (dan pengawasan) opini publik adalah besar. Dalam kasus ini, dorongan supaya Pansus Buloggate II bisa melakukan tugasnya dengan cepat dan transparan adalah penting. Demikian juga dorongan - dan pengawasan!- terhadap pekerjaan para penegak hukum (terutama Kejaksaan Agung). Sebab, kemungkinan akan adanya pat-pat-gulipat, persekongkolan, kompromi atau dagang sapi (termasuk suapan dan intimidasi dll) sekitar kasus Akbar Tanjung adalah besar sekali. Seperti dalam hal-hal yang berkaitan dengan kelanjutan tertangkapnya Tommy Suharto, maka pekerjaan para penegak hukum perlulah diawasi dengan waspada oleh kita semua. Sebab, agaknya, akan banyak juga “dongeng” yang aneh-aneh yang akan muncul pula sekitar masalah Tommy Suharto ini.

Banyak orang di Indonesia (dan juga di luarnegeri) sedang menunggu-nunggu - dan mengamati - akhir skandal Akbar Tanjung/Bulog. Apakah kasus ini akan bisa dibongkar secara tuntas atau tidak adalah ukuran tentang integritas politik dan moral para tokoh di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif negeri kita. Dituntaskannya pemeriksaan kasus Akbar Tanjung adalah langkah penting bagi kelanjutan usaha bangsa kita untuk membangun pemerintahan yang bersih dan baik. Sudah terlalu lamalah kiranya bangsa dan negara kita dikelola (ma’af, bahasa kasarnya : dikangkangi) oleh oknum-oknum yang berakhlak buruk, yang korup, yang merugikan kepentingan rakyat banyak, yang tidak peduli terhadap penderitaan rakyat miskin, yang ….dan yang ……….(mohon, isi sendiri selanjutnya!).

Republik kita berpenduduk lebih dari 210 juta. Kekayaan alam negeri kita juga besar. Tetapi, lebih dari 40 juta orang tidak mempunyai pekerjaan yang layak untuk hidup. Pendapatan rata-rata per tahun penduduk negeri kita hanyalah sekitar US$ 450. Sekitar 60% dari penduduk (artinya lebih dari 120 juta orang) hidup di bawah garis kemiskinan. Sedangkan utang luarnegeri kita sudah menumpuk, yaitu sekitar US$140 juta. Tiap penduduk, termasuk bayi yang baru lahir, dibebani utang sebesar Rp 7 juta. Namun, korupsi masih merajalela terus, dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai skala. Terutama, di kalangan “atas”. Keadaan yang buruk inilah yang harus kita perangi bersama-sama.