09 July 2007 — 10 menit baca

Jihad Melawan Korupsi

Baru-baru ini boleh dikatakan seluruh pers di Indonesia secara serentak dan ramai-ramai memberitakan bahwa sebanyak 14 organisasi masyarakat Islam mendeklarasikan “Jihad Bersama Melawan Koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)”. Peristiwa ini merupakan kejadian yang menarik, yang patut menjadi perhatian kita bersama, dan berusaha menelaahnya, apa artinya bagi kepentingan rakyat dan negara kita bersama. Berikut adalah sekadar sumbangan fikiran untuk penelaahan masalah tersebut :

Pada kesempatan dideklarasikannya jihad bersama ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin memberikan pernyataan bahwa deklarasi jihad melawan koruptror BLBI adalah sebagai bentuk tanggung jawab umat Islam yang harus ikut peduli terhadap masa depan bangsa yang semakin terpuruk akibat korupsi. Selain itu, selama ini umat dan masyarakat Islam menilai penanganan hukum bagi para koruptor BLBI masih setengah hati dan belum tuntas serta tidak ada tindakan tegas, bahkan mereka para koruptor terkesan dilindungi oleh pemerintah

Oleh karena itu, melalui jihad melawan koruptor BLBI, pemerintah didesak agar menindak tegas dan memberikan hukuman secara tuntas bagi mereka koruptor BLBI. Langkah kongkrit dari jihad ini menurutnya, tiada lain, kecuali tegakkan hukum yang konsisten dan konsekuen. Maka setelah adanya penandatanganan deklarasi bersama jihad melawan koruptor BLBI, pimpinan ormas yang diikuti organisasi kemahasiswaan akan segera meminta bertemu Presiden, Wakil Presiden, Jaksa Agung, Menteri Keuangan dan Menteri terkait lainnya untuk menindak lanjuti deklarasi tersebut.

Empat belas ormas yang menandatangani deklarasi itu adalah Muhammadiyah, NU, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Dewan Masjid Indonesia, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Alwasliyah, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, KAHMI, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Indonesia, Wanita Islam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah, dan Himpunan Mahasiswa Islam.

Din Syamsuddin juga menyatakan yakin bahwa 60-an bahkan ratusan ormas Islam di Tanah Air setuju dengan deklarasi ini. (Demikian rangkuman singkat berita-berita tentang deklarasi 14 ormas Islam tersebut)

Perlu disambut gembira dan didukung Mengingat penyakit parah bangsa dan negara kita yang berupa korupsi, yang sudah sangat merajalela dengan ganas di segala bidang kehidupan sejak lama, maka deklarasi “Jihad bersama melawan koruptor BLBI” 14 ormas Islam tersebut di atas, patutlah disambut dengan gembira oleh semua kalangan dan golongan, sebagai sesuatu yang penting bagi bangsa kita seluruhnya.

Namun, demi kepentingan keseluruhan bangsa, alangkah baiknya kalau “jihad melawan korupsi itu” tidak hanya difokuskan kepada “para koruptor BLBI” saja, melainkan juga kepada para koruptor pada umumnya, terutama para koruptor “kelas kakap”, yang banyak terdapat di kalangan eksekutif, legislatif, judikatif, dan masyarakat umum, termasuk di kalangan partai-partai politik dan pengusaha-pengusaha besar. Dan termasuk juga korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh kalangan keluarga Suharto (antara lain : Tommy Suharto) yang telah merusak citra Islam serta menjatuhkan nama Republik Indonesia di mata dunia.

Memang, kasus korupsi di BLBI, yang meliputi jumlah yang besar sekali (!!!) , yaitu Rp 600 triliun (dengan bahasa atau angka yang lebih jelas : Rp 600 000 000 000.000 atau Rp 600 juta dikalikan sejuta) adalah masalah yang serius sekali di antara banyak korupsi besar-besaran di negara kita ini. Karena besarnya dan rumitnya kasus korupsi di BLBI ini, ditambah dengan ambur-adulnya penanganannya yang dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi pendukung Orde Baru, maka sudah sekitar 10 tahun masih belum nampak juga kemajuan penyelesaiannya.

Mengingat sangat parahnya korupsi yang melanda negara kita, maka deklarasi “jihad melawan korupsi” oleh 14 ormas Islam tersebut merupakan salah satu tanda yang amat menggembirakan akan kepedulian masyarakat Islam terhadap masalah korupsi, yang makin secara nyata sekali telah menimbulkan pembusukan di bidang akhlak banyak sekali orang dan juga kerusakan-kerusakan berat dalam bidang sosial-ekonomi-budaya masyarakat Indonesia. Jadi, koruptor BLBI haruslah ditindak, sampai tuntas, karena telah merugikan negara dan rakyat secara besar-besaran. Di samping itu, masalah korupsi yang lain (yang di luar BLBI) juga perlu sekali dilawan ramai-ramai, dengan berbagai cara dan jalan, oleh semua kalangan dan golongan, termasuk kalangan pemerintahan.

Memang, di waktu-waktu yang lalu, para tokoh atau pemuka-pemuka Islam dari kalangan NU dan Muhammadiyah (dan organisasi-organisasi lainnya) sudah juga mengangkat suara yang cukup keras, – termasuk tuntutan hukuman mati bagi koruptor – terhadap masalah korupsi ini, namun gemanya atau pengaruhnya masih belum banyak untuk mencegah berkembangnya korupsi, yang masih juga berkecamuk terus di berbagai kalangan, termasuk di kalangan orang-orang yang mengaku diri mereka Islam atau Muslimin. Banyak sekali di antara orang-orang yang ditindak karena tuduhan korupsi, adalah justru para “tokoh” yang kelihatannya rajin sembahyang, sering pergi ke mesjid, suka kasih sedekah, banyak berkotbah, pernah ke Mekah (bahkan ada yang berkali-kali), atau juga banyak ikut-ikut pengajian berjemaah.

Langkah permulaan yang penting sekali Dideklarasikannya “Jihad melawan korupsi” oleh 14 ormas Islam, yang ditujukan terhadap para koruptor BLBI ini, mudah-mudahan merupakan langkah permulaan yang besar dari ummat Islam Indonesia pada umumnya untuk ikut memobilisasi kekuatan masyarakat guna membersihkan negara kita dari berbagai penyakit, sehingga bisa meneruskan perjuangan bersama menyelesaikan reformasi, dan memperkuat persatuan bangsa atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

Sebab, dari pengalaman sejak pemerintahan Orde Baru yang selama 32 tahun dan diteruskan oleh berbagai pemerintahan (di bawah pimpinan Habibi, Gus Dur, Megawati dan SBY sekarang ini) sudah terbukti bahwa di antara banyak kerusakan atau banyak kebusukan yang diwariskan oleh Orde Baru adalah korupsi yang merajalela. Seperti yang telah dialami sendiri oleh banyak orang, korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan telah menggebu-gebu selama pemerintahan rejim militer Suharto dkk, tetapi kebanyakan berhasil ditutup-tutupi, akibat ketatnya sistem kontrol pemerintahan.

Sebab, seperti yang dialami banyak di antara kita masing-masing, oleh karena diberangusnya kebebasan demokratis selama 32 tahun, tidaklah mungkin bagi banyak orang untuk menyuarakan perlawanan terhadap sebagian pimpinan militer (dan Golkar) yang nyata-nyata telah memperkaya diri dengan korupsi atau segala macam penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun banyak jenderal dan kolonel (dan pemimpin-pemimpin Golkar dari berbagai tingkatan) yang mendadak jadi kaya raya (dengan memiliki 3 atau 4 rumah , tanah yang luas dan mobil yang mewah-mewah) tetapi tidak banyak kasus-kasus korupsi di kalangan mereka itu yang dibongkar atau diberitakan. Jaring-jaringan praktek-praktek korupsi semasa Orde Baru ini begitu hebatnya dan begitu luasnya, sehingga sulit diberantas oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya, sampai sekarang !

Jihad melawan korupsi dan juga melawan Orde Baru

Jadi, korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan yang biasanya memang sesuatu yang inherent (satu dan senyawa) dengan diktatur militer yang manapun juga dalam sejarah dunia modern, juga telah menjadi penyakit kronis dari rejim militer Orde Baru. Dan karena sisa-sisa Orde Baru banyak yang masih berkuasa dalam pemerintahan-pemerintahan sesudah tahun 1998, maka dengan sendirinya, penyakit parah yang sudah berjangkit selama puluhan tahun itu masih juga bercokol dengan kuatnya, dan sulit diberantas. Boleh dikatakan, bahwa wabah korupsi yang sekarang merajalela itu adalah – pada dasarnya – kelanjutan dari wabah yang lama, atau mempunyai akarnya pada penyakit yang lama pula, tetapi memakai baju yang baru dalam situasi yang baru.

Di sini jugalah letak pentingnya masalah jihad melawan korupsi ! Jihad melawan korupsi tidak akan berhasil dengan tuntas tanpa melawan sisa-sisa kekuatan Orde Baru. Sebab, korupsi yang sekarang merajalela itu adalah pengejawantahan sebagian dari jati-diri sisa-sisa Orde Baru. Patutlah kiranya diingat oleh kita semua bahwa penyakit korupsi yang merajalela di begitu banyak bidang dan begitu parah seperti yang kita saksikan sekarang ini tidak terjadi selama “orde lama” di bawah pimpinan Bung Karno. Meskipun di sana-sini terdengar juga adanya beberapa korupsi, suasana perjuangan revolusioner dan kerakyatan yang digelorakan oleh pemimpin besar revolusi Bung Karno waktu itu telah membikin akhlak bangsa menjauhkan diri dari praktek-praktek korupsi, bahkan menajiskannya.. Dalam kaitan ini jugalah sulit dibantah bahwa sosok pejuang bangsa Bung Karno berbeda jauh sekali dengan sosok maling besar yang bernama Suharto, yang juga penjahat kaliber besar di bidang HAM.

Dari sudut pandang yang arahnya demikian itulah, kiranya, kita bisa mengatakan bahwa jihad melawan koruptor BLBI yang mulai dilancarkan oleh 14 ormas Islam (dan mudah-mudahan juga didukung oleh banyak ormas-ormas lainnya, termasuk yang non-Islam) akan mempunyai arti yang menjangkau lebih jauh lagi, bagi perbaikan atau perubahan yang fundamental bagi nasib bangsa generasi kini dan anak cucu kita di kemudian hari.

Pengagum Suharto tidak mungkin anti-korupsi Kalau kita coba melihat lebih jauh lagi, maka akan nyatalah bahwa jihad melawan korupsi adalah sebenarnya bagian yang penting sekali dalam perjuangan kita bersama untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambil oleh MPR mengenai reformasi. Dan inti dari reformasi adalah – pada pokoknya – merubah atau mengganti, atau membuang segala hal yang salah, atau hal yang buruk, yang diwariskan oleh Orde Baru. Jadi, jelasnya, jihad yang sungguh-sungguh untuk melawan koruptor BLBI, sebenarnya berarti juga jihad melawan praktek-praktek buruk Orde Baru dan sisa-sisanya. Sebab, masalah koruptor BLBI adalah – secara langsung atau tidak langsung – justru akibat politik Orde Baru juga.

Dengan bahasa yang lebih sederhana lagi, kiranya bisa dikatakan bahwa siapapun atau golongan yang manapun tidak bisa melakukan perlawanan terhadap koruptor dengan tuntas dan hasil baik kalau tetap bersikap mendukung politik Orde Baru, atau terus bersimpati dan memuja-memuja Suharto (dan konco-konconya). Menganggap Suharto orang besar yang sudah berjasa kepada rakyat dan negara adalah bertentangan sama sekali dengan sikap jihad melawan korupsi. Kalau ditarik lebih jauh lagi, bisalah kiranya disimpulkan bahwa jihad melawan korupsi secara konsekwen berarti juga jihad melawan Suharto beserta Orde Barunya. Atau, kesimpulan lainnya yang senafas, yaitu : orang atau kalangan yang memuja-muja Suharto tidak mungkin menjadi orang atau kalangan yang sungguh-sungguh konsekwen anti-korupsi.

Dengan dideklarasikannya “Jihad melawan koruptor BLBI” oleh 14 ormas Islam, diharapkan adanya kesadaran juga di kalangan berbagai golongan Islam bahwa perjuangan melawan korupsi yang sudah kelewat parah sekarang ini, diperlukan mobilisasi seluruh kekuatan Islam bersama kekuatan-kekuatan lainnya, termasuk yang non-Islam dan yang anti-Orde Baru. Tidak perlu diragukan lagi bahwa kebanyakan mereka yang benar-benar konsekwen anti-korupsi itu adalah kebanyakannya juga anti-Orde Baru. Mereka ini terdiri dari berbagai macam ormas buruh, tani, pemuda, perempuan, mahasiswa, kaum miskin kota, eks-tapol, keluarga korban peristiwa 65 dll dll dll., yang mendambakan adanya pemerintahan yang bersih dan adil.

Sumbangan yang besar umat Islam Indonesia Kalau deklarasi “Jihad melawan koruptor BLBI” ini dilandasi dengan dasar yang luas dan anti-Orde Baru, dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (dan bukannya slogan yang isinya omong-kosong saja !), maka akan merupakan sumbangan ummat Islam Indonesia yang besar sekali (dan amat bersejarah) bagi usaha bersama untuk perbaikan dalam membangun bangsa. Dengan gigihnya ummat Islam menjalankan jihad melawan korupsi dengan sungguh-sungguh dan sekaligus melawan sisa-sisa Orde Baru, maka banyak orang akan melihat wajah baru dan citra yang lain dari golongan Islam di Indonesia.

Sebab, selama ini ada kesan dari banyak orang bahwa sebagian besar golongan Islam Indonesia bersikap terlalu toleran terhadap orang-orang yang melakukan korupsi, dan sebagian lagi juga bersikap terlalu lemah terhadap sisa-sisa kekuatan Orde Baru beserta simpatisan-simpatisannya, yang masih terus berusaha melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan kepentingan persatuan bangsa dan kesatuan negara kita bersama.

Padahal, kekuatan golongan Islam di Indonesia ini amatlah besar di bidang moral, politik, sosial dan ekonomi, untuk melawan korupsi yang sudah menyengsarakan banyak orang dan membikin berbagai kerusakan dan kerugian negara.

Dengan dideklarasikannya “Jihad melawan koruptor BLBI” oleh 14 ormas Islam ini, kalau gerakan moral ini nantiya mendapat dukungan yang lebih besar lagi dari masyarakat luas berkat perlawanan yang juga ditujukan kepada sisa-sisa kekuatan Orde Baru yang korup, maka akan bisa menjadi motor yang dahsyat dan penting sekali. Dengan begitu, gerakan moral yang demikian ini akan bisa menyebarkan secara efektif ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah pemberantasan dan pencegahan korupsi, dengan cara damai dan beradab.

Karena, sebagaimana yang diketahui oleh banyak pakar-pakar mengenai Islam, banyak sekali ajaran-ajaran Islam yang bagus-bagus sekali bisa dipakai untuk menghadapi masalah besar korupsi seperti yang sedang dihadapi di Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu, gerakan moral jihad melawan korupsi akan bisa meraih hasil besar dan merebut pengaruh yang luas, kalau berbagai ormas Islam yang mendukungnya, bisa memobilisasi para pakar (termasuk ulama yang ahli-ahli di bidangnya masing-masing) untuk mengumpulkan dan mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam mengenai pemberantasan dan pencegahan korupsi.

Dan kalau dalam penyebaran dakwah yang dilakukan di berbagai macam tempat, kesempatan, dan waktu (mesjid, pesantren, madrasah, pertemuan-pertemuan agama, universitas), juga banyak disinggung masalah pentingnya perlawanan terhadap korupsi maka bisalah dikatakan bahwa gerakan moral ini akan punya andil besar dalam peningkatan kesadaran banyak orang akan besarnya dosa dan beratnya hukuman bagi orang-orang yang melakukan korupsi.

Masih terus merajalelanya korupsi – terutama korupsi yang besar-besar – di negara kita yang penduduknya sebagian terbesar beragama Islam, merupakan tantangan yang serius bagi kita semua sebagai bangsa. Tetapi, juga bisa diartikan sebagai kegagalan besar ummat Islam di Indonesia.