30 Oktober 2002 — 7 menit baca

Hamzah Haz mengkhianati Sumpah Pemuda dan Pancasila

Perlulah kiranya diperingatkan terlebih dulu kepada para pembaca bahwa bukan hanya judulnya saja yang membikin tulisan kali ini bisa mengejutkan sebagian orang. Sebab, kata khianat adalah terlalu berat atau terlalu kasar. Apalagi kalau dikaitkan dengan kedudukan seorang yang menjabat sebagai wakil presiden, dan pimpinan suatu partai politik yang lumayan besarnya. Lebih-lebih lagi, kalau dikaitkan dengan Sumpah Pemuda dan Pancasila, yang merupakan pegangan penting bangsa kita. Oleh karena itu, sudah bisalah diramalkan bahwa akan ada reaksi yang bermacam-macam terhadap tulisan ini, baik yang melantunkan kemarahan atau bahkan “protes”. Apa boleh buat. Sebab, tulisan kali ini memang dimaksudkan sebagai cara untuk membikin fikiran sejumlah orang « tersentak », dan mata sebagian orang lainnya menjadi « terbelalak », terhadap masalah-masalah penting yang sedang dihadapi oleh bangsa dan negara kita dewasa ini.

Persoalannya adalah berita yang disiarkan oleh Suara Pembaruan 29 Oktober 2002 , yang berbunyi sebagai berikut : « Indonesia yang berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah negara yang menjunjung tinggi keberadaan agama-agama. “Karena itu tidak ada tempat bagi komunis di Indonesia,’’ ucap Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz pada peringatan ke-74 Hari Sumpah Pemuda tingkat nasional di Serang, Banten, Senin (28/10).

Di sila pertama Pancasila, lanjut dia, secara jelas menyatakan Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila-sila berikutnya merupakan operasional yang harus dicapai oleh seluruh komponen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila pertama Pancasila, kata Wapres, harus menjadi dasar dalam pelaksanaan sila-sila yang lain dan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Karena itu dia mengingatkan agar masyarakat harus berhati-hati dalam mengisi alam reformasi sekarang ini. “Kita harus berhati-hati dalam alam kebebasan mengeluarkan pendapat. Semua pendapat tentu saja dapat dikembangkan. Tetapi harus tetap dalam platform Pancasila, yang merupakan hasil dari ikrar sumpah pemuda, yang dituangkan dalam UUD 1945,’’ tegasnya.

Menurut Hamzah, siapa pun boleh mempelajari komunisme sebagai ilmu pengetahuan namun ajaran komunis tidak boleh lagi masuk di negara ini. Sejarah gerakan PKI Muso pada 1948 dan G-30/S PKI pada 1965, tuturnya, harus dijadikan pengalaman yang berharga dalam mengisi dan meneruskan perjuangan para pahlawan bangsa, para pemuda yang mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan para pendiri bangsa ini (kutipan habis di sini).

Ucapan Yang Tidak Menguntungkan Persatuan

Adalah amat penting (dan juga menarik !!!) untuk mencermati dengan teliti ungkapan-ungkapan “tokoh” kita yang satu ini. Dan, pencermatan itu bisa dilakukan dari berbagai segi atau sudut pandang. Karena ucapan ini datang dari seorang yang mempunyai jabatan (dan tanggungjawab) yang penting di negara kita, maka adalah kewajiban kita (dan hak kita yang sah !) untuk ikut menyatakan pendapat atau bersuara. Demi kepentingan kita bersama sebagai bangsa, atau sebagai sesama warganegara Di antara berbagai pendapat itu, adalah yang berikut :

Adalah sangat mengecewakan bahwa pada hari keramat bangsa, yaitu peringatan Sumpah Pemuda, Hamzah Haz telah mengucapkan pidato yang pada INTINYA malahan mengkhianati jiwa besar Sumpah Pemuda. Kalau ia benar-benar (dan dengan baik-baik !) mempelajari lahirnya Sumpah Pemuda, maka jelaslah bahwa peristiwa itu ditimbulkan oleh hasrat persatuan yang berkobar-kobar dari berbagai golongan angkatan muda bangsa kita pada waktu itu. Mereka ini mewakili berbagai suku, keturunan, agama dan aliran politik, baik yang Islam, Kristen, atau aliran kepercayaan lainnya, maupun yang nasionalis, sosialis, komunis, dan humanis. ( Dalam hal ini adalah penting dicatat bahwa Mr Amir Syarifuddin, seorang putra suku Batak yang Kristen dan komunis, memainkan peran yang aktif). Hamzah Haz perlu ingat juga bahwa dalam mempersiapkan proklamasi 17 Agutus, berbagai aliran politik dan agama juga tercermin dalam pluralisme revolusioner ini. Demikian juga sepanjang revolusi 45 dan pertempuran Surabaya yang melahirkan Hari Pahlawan.

Dengan mengangkat panji-panji anti-komunis ketika memperingati Hari Sumpah Pemuda, Hamzah Haz telah mengkhianati arti sejarah yang penting dari peristiwa ini. Lebih dari itu ! Dengan pidato yang semacam ini, ia telah menyebarkan, sekali lagi dan untuk kesekian kalinya, racun perpecahan di kalangan berbagai komponen bangsa. Dengan itu ia juga telah membikin polusi dan kotoran busuk yang menghalangi tercapainya rekonsiliasi nasional yang bertujuan untuk merajut kerukunan, saling pengertian, toleransi, rasa persaudaraan di kalangan bangsa.

Pengkhianatan Kepada Bung Karno Dan Pancasila

Bahwa ia tidak suka kepada Bung Karno beserta politik beliau itu adalah hak Hamzah Haz yang sah-sah saja (dan wajar juga, kalau mengingat sepak-terjang politiknya selama Orde Baru!). Tetapi, ketika ia mencoba berpretensi mau menjelaskan arti Pancasila seperti yang diungkapkan dalam pidatonya di Serang itu (mohon baca kembali teksnya), maka bisa kita pertanyakan tentang kebenaran pengertiannya – atau kedalaman penghayatannya - tentang Pancasila. Kita patut meragukan apakah ia (Hamzah Haz) betul-betul mengerti dasar-dasar filosofis agung yang terkandung dalam Pancasila, ciptaan Bung Karno. Sejak muda Bung Karno sudah gandrung kepada persatuan revolusioner bangsa (mohon diingat artikel beliau dalam Suluh Indonesia Muda tentang Agama, nasionalisme dan marxisme).

“Kita harus berhati-hati dalam alam kebebasan mengeluarkan pendapat. Semua pendapat tentu saja dapat dikembangkan. Tetapi harus tetap dalam platform Pancasila, yang merupakan hasil dari ikrar sumpah pemuda, yang dituangkan dalam UUD 1945,’’ tegas Hamzah Haz. Yang tidak dijelaskan olehnya adalah bahwa platform itu seharusnyalah platform yang dibangun oleh penciptanya, yaitu Bung Karno. Dan bukannya platform Pancasila yang sudah dipalsukan, dilecehkan, dilacurkan, dan diperdagangkan secara menjijikkan oleh Orde Baru. Dan seperti bisa kita saksikan, selama puluhan tahun menjadi anggota DPR, Hamzah Haz telah ikut serta dalam pengebirian Pancasilanya Bung Karno ini. Karena itu, sekarang ini, tidak patutlah ia bicara tinggi-tinggi atau muluk-muluk tentang Pancasila. Sebab, pada DASARNYA atau pada HAKEKATNYA ia adalah anti-Pancasila,. Hamzah Haz adalah salah satu di antara tokoh-tokoh reaksioner yang telah mengkhianati ajaran-ajaran Bung Karno, mengkhianati Sumpah Pemuda dan mengkhianati Pancasila. Titik. Kalimat ini terlalu kasar ? Marilah sama-sama kita telaah hal-hal yang berikut, yang menggambarkan sebagian kecil saja dari kenyataan-kenyataan yang objektif mengenai sosoknya.

Bukan Negarawan Dan Bukan Pemimpin Bangsa

Adalah patut kita catat dengan huruf-huruf besar (dan dengan tinta merah) bahwa ketika korupsi parah dan besar-besaran melanda negeri kita selama puluhan tahun, Hamzah Haz ( dan kawan-kawannya) tidak bersikap cukup tegas dan ikut berjuang untuk memeranginya.. Oleh karena itu korupsi merajalela di mana-mana, termasuk di lingkungan dekatnya. Ketika ratusan ribu (bahkan mungkin jutaan) orang-orang tidak bersalah dibantai secara besar-besaran dalam tahun 1965, apakah ia (beserta teman-temannya) bersuara? Apakah ia (beserta teman-temannya) berbuat sesuatu ketika ratusan ribu orang ditahan dalam begitu banyak penjara (selama puluhan tahun!) tanpa proses pengadilan, karena dituduh “terlibat G30S”? Dan sekarang ini, apa yang ia (beserta kawan-kawannya) lakukan untuk merehabilitasi para eks-tapol (beserta keluarga mereka), yang sudah lebih dari 30 tahun dikuyo-kuyo (disiksa) dengan berbagai cara dan bentuk? Mereka tidak bersalah. Tetapi mereka dikucilkan terus. Sampai sekarang!

Ketika negara kita diancam oleh kerusuhan-kerusuhan dan permusuhan berdarah (antara lain di Maluku, Sulawesi, Kalimantan) Hamzah Haz (dan kawan-kawannya) tidak menunjukkan ketegasan yang meyakinkan untuk menghentikannya. Dan ketika di negeri kita sudah begitu banyak terjadi terror dalam berbagai bentuk dan cara (termasuk yang berdarah dan memakan jiwa) ia mengatakan bahwa tidak ada terror. Banyak pernyataan atau ucapannya yang bisa diartikan oleh banyak orang sebagai menaruh simpati kepada para penyebar terorisme (termasuk mengunjungi tokohnya dalam penjara, dan ungkapannya untuk “pasang badan”).

Mungkin, ada benarnya dugaan orang, bahwa sikapnya yang demikian itu adalah “investasi” untuk Pemilu yang akan datang, guna menggaet suara dari kalangan Islam aliran kanan, fundamentalis, “garis keras”. Oleh karena itu, ia bisa juga berkoalisi atau mengadakan persekongkolan politik dengan segala macam aliran politik dan segala golongan lainnya yang pro-Orde Baru dan menentang reformasi.

Mengingat itu semuanya, kiranya tepatlah yang dikatakan orang, bahwa ia bukanlah negarawan yang ideal, dan bukan pula pemimpin bangsa yang ucapannya, tingkah lakunya dan politiknya memancarkan kesejukan dan keteduhan bagi seluruh bangsa kita. Anjurannya kepada Kejaksaan Agung untuk bertindak terhadap Dr Ciptaning, karena ia telah menerbitkan buku “Aku bangga menjadi anak PKI” adalah satu ukuran yang gamblang tentang sosoknya yang sempit sebagai negarawan dan pemimpin bangsa. Apakah penilaian semacam itu tepat, sejarah (dan Tuhan) akan membuktikannya. Seandainya tidak tepat, maka semoga Hamzah Haz bermurah hati untuk mema’afkannya, dan Tuhan mengampuninya.