26 Oktober 2000 — 10 menit baca

Apa pun yang terjadi, reformasi harus jalan terus

Sungguh, tidak mudah nian, untuk membayangkan apa saja yang akan terjadi di negeri kita dalam masa dekat yang akan datang ini! Media pers, dan televisi juga, dibanjiri oleh berbagai pendapat, analisa, atau beragam komentar tentang begitu banyaknya masalah yang rumit dan nampak tumpang tindih tidak karuan lagi. Kadang-kadang, tidak mudah memahami apa yang benar dan apa yang palsu, atau siapa penjahat dan siapa yang baik, atau mana yang maling atau perampok kekayaan negara dan rakyat, dan mana pula yang masih jujur.

Masuk di akallah karenanya, kalau sebagian orang menjadi bingung, atau prihatin, melihat bahwa di Mahkamah Agung atau di banyak pengadilan atau kejaksaan terdapat sosok-sosok yang bahkan sebenarnya justru harus dimasukkan penjara, atau ada kyai dan tokoh agama yang bahkan menyebarkan kebencian dan permusuhan antar ummat manusia. Banyak orang juga putus asa mendengar pembesar-pembesar pemerintahan dan wakil-wakil rakya sudah tidak malu-malu lagi mendendangkan berbagai kebohongan di depan umum. Tidak sedikit orang yang heran mengapa aparat-aparat keamanan negara malah ikut tersangkut dalam berbagai keonaran berdarah. Negeri ini apa jadinya, nanti, kalau terus-terusan begini?

Memang, tadinya, banyak orang menaruh harapan besar bahwa setelah Suharto dan Habibi jatuh dari panggung kekuasaan politik, maka kerusakan-kerusakan parah yang melanda negeri kita selama 32 tahun di bidang politik, ekonomi, sosial, moral, bisa segera diperbaiki. Tetapi, sampai sekarang, kita menyaksikan bahwa harapan itu ternyata makin menipis.

Gus dur diserang dari segala penjuru

Agaknya, makin jelaslah sekarang bahwa tidak bisa diharapkan adanya perobahan-perobahan yang fundamental, selama kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi belum bisa berkembang menjadi kekuatan yang bisa ikut memainkan peran yang lebih besar dari seperti yang sekarang ini. Sebab, walaupun Gus Dur menjabat sebagai presiden dan Mbak Mega sebagai Wakil Presiden, kelihatannya mereka berdua belum bisa sepenuhnya melaksanakan reformasi, yang diharapkan oleh banyak orang.

Bagi mereka yang mau menimbang-nimbang dengan pandangan yang objektif, maka nyatalah bahwa terdapat terlalu banyak kendala bagi pemerintahan di bawah pimpinan Gus Dur untuk bisa menciptakan hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang sudah dicapai selama ini. Pemerintahan ini dihadapkan kepada banyak sekali problem-problem besar dan rumit, yang diwariskan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Layaknya, bagi pemerintahan yang macam apa pun, dan dipimpin oleh siapa pun, tidaklah mudah untuk mengatasi warisan yang begitu besar dan kompleks. Apalagi, dalam waktu yang singkat.

Banyak orang mempersoalkan kelemahan, kekurangan, atau kesalahan Gus Dur (antara lain : ucapan-ucapannya yang kontroversial, gaya kepemimpinannya sebagai presiden, masalah Buloggate dan Brunaigate yang belum jelas juga sampai sekarang, kasus Texmaco, dll dll dll). Sebagian dari kritik keras terhadap Gus Dur dapatlah kiranya dimengerti atau dibenarkan. Tetapi, banyak pula orang yang melihat persoalan-persoalan rumit yang dihadapi oleh Gus Dur adalah karena, pada garis besarnya, ia ingin meng-introdusir gagasan-gagasan baru dalam kehidupan bangsa, sambil memperbaiki berbagai kerusakan yang sudah dibikin oleh Orde Baru dalam rentang waktu yang begitu panjang. Justru karena itulah ia mendapat perlawanan yang keras _ baik terbuka ataupun tertutup _ dari mereka yang pernah diuntungkan oleh sistem politik yang lama (TNI-AD, Golkar, sebagian dari kalangan Islam, para konglomerat hitam) atau mereka yang masih tertipu terus oleh indoktrinasi Orde Baru. Mereka inilah yang akhir-akhir ini melakukan serangan bertubi-tubi, serentak, dan melalui berbagai cara, dan dari segala penjuru pula.

Jalan persimpangan yang gawat

Kalau kita membaca isi media cetak dan melihat siaran-siaran televisi (yang sebagian, ini perlu diingat!, masih dikuasai oleh simpatisan-simpatisan sistem politik Orde Baru) maka orang bisa mendapat kesan bahwa negeri kita sekarang ini betul-betul sedang dalam kekacauan sosial, kebangkrutan ekonomi, kerusuhan yang sarat dengan muatan SARA, keruwetan politik, dan kebejatan moral di mana-mana. Gejala-gejala anarki muncul di mana-mana, dan dalam berbagai bentuk.

Pertanyaannya, sekarang, apakah keadaan memang sudah sedemikian parahnya? Kiranya, jawaban yang patut, adalah : ya! Karena, negara dan bangsa kita memang sedang menghadapi persimpangan jalan yang gawat. Dan, karenanya, kalau-kalau saja salah langkah atau salah pilih arah, maka rakyat kita akan terjerumus dalam keporak-pandaan yang lebih dahsyat, atau lebih mengerikan, dari pada yang sudah dialami bersama-sama selama 32 tahun.

Dalam situasi yang begini gawat dan ruwet, kiranya kita semuanya perlu mengajak semua fihak - mohon catat : semua fihak !!! - untuk memilah-milah dan memisah-misah, jalan mana yang sebaiknya ditempuh bersama-sama selanjutnya, demi kepentingan rakyat banyak dewasa ini, dan juga bagi generasi yang akan datang.

Satu hal yang sudah jelas yalah : janganlah sekali-kali bangsa dan negara kita mengulangi pengalaman masa Orde Baru!. Berdasarkan pengalaman yang penuh kepahitan dan penderitaan berkepanjangan selama 32 tahun, maka semua fihak _ sekali lagi, di sini ditekankan : semua fihak! _ sangat perlu bersama-sama berusaha untuk mencegah munculnya kembali Orde Baru, dalam bentuk yang bagamana pun atau dalam versi yang betapa pun indahnya. Munculnya kembali Orde Baru dalam edisinya yang lain pastilah, akhirnya, akan merugikan semua fihak, termasuk bagi mereka yang sekarang ini punya ilusi bahwa karena situasi negeri kita demikian ruwet sekarang ini, maka diperlukanlah adanya pimpinan yang baru (dengan kalimat yang lebih polos: digantikannya Gus Dur).

Karenanya, apa pun yang akan terjadi, dan bagaimanapun semrawutnya keruwetan situasi dewasa ini, berbagai perhitungan baiklah sama-sama kita renungkan :

  • Apakah kalau Gus Dur diganti, maka reformasi akan bisa lebih berjalan mulus? Apa KKN, yang sudah mengakar selama 30 tahun, bisa dibrantas lebih mudah? Apakah penegakan hukum dan keadilan bisa lebih terjamin? Apakah kehidupan demokratis bisa lebih dimantapkan? Apakah toleransi antar-suku, antar-agama, antar-aliran politik, bisa lebih dipupuk? Apakah hak-hak manusia akan lebih dihargai? Apakah reformasi di berbagai bidang akan lebih berjalan mulus? Apakah citra Indonesia di bidang internasional lebih baik? Apakah permusuhan antara berbagai komponen bangsa makin berkurang? (mohon, selanjutnya, ditambah sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya).
  • Gus Dur dinilai oleh fihak-fihak tertentu tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan besar selama setahun memimpin pemerintahan. Pertanyaan : apakah orang lain akan lebih bisa, dalam tempo setahun, menyelesaikan begitu banyak persoalan berat dan parah yang sudah ditumpuk-tumpuk oleh sistem politik rezim Orde Baru selama 32 tahun?
  • Kalau seandainya Gus Dur memang perlu diganti, baiklah sama-sama kita pikirkan : siapakah sebaiknya yang dipilih sebagai penggantinya, dan juga wakilnya ? Megawati ? Amien Rais? Akbar Tanjung? Seorang jenderal TNI-AD (dan yang mana)? Atau Nurcholis Madjid? Dan kalau salah satu di antara nama-nama itu yang dipilih, apakah perhitungan-perhitungan yang dipertanyakan tersebut di atas bisa mendapat jawabannya yang positif? Sulitlah kiranya untuk menyatakan secara pasti dan penuh keyakinan : ya.. Bahkan, mungkin, jawaban : tidak!, atau belum tentu! adalah yang lebih masuk di akal.

Bahaya laten orde baru itu ada

Perkembangan permainan politik di kalangan elite akhir-akhir ini, menunjukkan gejala-gejala bahwa bahaya laten Orde Baru bukanlah hanya sekedar slogan kosong yang dikarang-karang oleh sejumlah orang saja. Bahaya itu ada, dan cukup membahayakan. Pengumpulan tandatangan dari sejumlah besar jenderal untuk menentang Agus Wrahadikusumah mempunyai latar-belakang gelap yang penting bagi percaturan politik negeri kita dewasa ini, dan bahkan juga di masa dekat yang akan datang. Ucapan Akbar Tanjung di Cipanas, yang menggambarkan bahwa Golkar masih berambisi besar untuk memegang kembali kendali kekuasaan politik, dan meraih kemenangan dalam pemilihan umum yad, adalah juga lampu merah bagi kita semua untuk waspada. Bahwa Amien Rais dan konco-konconya juga begitu getol menyerang Gus Dur (dengan menggunakan berbagai alasan dan dalih ) sambil menyatukan diri dengan sisa-sisa kekuatan Orde Baru dari segala bulu, juga menandakan bangkitnya kembali bangkai Orde Baru yang belum sepenuhnya mati itu.

Serangan besar-besaran dari para reformis gadungan yang segendang dan sepenarian dengan sisa-sisa kekuatan gelap Orde Baru lainnya, dengan dibantu oleh sebagian media yang hanya mencari sensasi (dan pasaran murah), adalah bertujuan untuk mempengaruhi opini umum bahwa pemerintahan di bawah Gus Dur sudah mengalami kegagalan di semua bidang (rapornya merah semua, kata Amien), dan mematangkan segala persiapan dan menciptakan suasana untuk menjatuhkan Gus Dur.

Gerakan extra-parlementer perlu dikembangkan

Dalam situasi yang demikian itulah, maka makin menonjol keharusan segala kekuatan yang benar-benar pro-demokrasi dan pro-reformasi untuk terus-menerus mengingatkan _ dan juga memperingatkan! _ opini umum tentang kebusukan dan kejahatan sistem politik Orde Baru. Kegiatan semacam itu bukanlah sekedar untuk merusak nama baik seseorang atau memojok-mojokkan segolongan atau hanya memuntahkan rasa dendam yang nista, melainkan dalam rangka yang lebih luhur, yaitu pendidikan politik bangsa, dan terutama generasi muda kita.

Pemblejedan telanjang-bulat sistem Orde Baru adalah juga untuk mencegah para pendukungnya (baik yang terang-terangan atau yang sembunyi-sembunyi) untuk masih bisa meneruskan peran negatif mereka di bidang politik, ekonomi, dan sosial (bahkan juga kebudayaan). Reformasi total, reformasi yang sungguh-sungguh, hanya bisa dilaksanakan oleh bangsa kita kalau jelas apa-apa sajakah yang harus direformasi. Dan karena kerusakan-kerusakan berat yang ditimbulkan oleh kejahatan politik Orde Baru itu sudah menyeluruh, maka jelaslah bahwa tugas ini banyak dan bisa makan waktu yang panjang.

Reformasi adalah urusan bangsa keseluruhan, atau dengan kata lain : adalah urusan rakyat! Oleh karena itu, partisipasi aktif rakyat dalam gerakan nasional untuk reformasi adalah perlu secara politik dan moral, sah secara hukum, dan benar secara konstitusional. Ini mengandung pengertian bahwa reformasi bukanlah semata-mata hanya urusan pemerintah, DPR atau MPR atau lembaga-lembaga publik lainnya saja. Pengalaman selama ini sudah menunjukkan bahwa adalah pandangan yang keliru sama sekali, kalau reformasi hanya diserahkan kepada pemerintah atau lembaga-lembaga resmi saja. Sebab, bukti-bukti sudah banyak menyatakan dengan jelas bahwa justru pemerintahan dan lembaga-lembaga itulah yang seringkali harus dijadikan sasaran reformasi! Dan ini bukan hanya di Jakarta saja, melainkan - bahkan, terutama! - di propinsi-propinsi atau kabupaten-kabupaten.

Dalam hal ini, partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat bisa dijalankan oleh beraneka-ragam organisasi non-pemerintah yang berbentuk LSM (umpamanya : yayasan, komite, forum, asosiasi, paguyuban, perkumpulan, perserikatan, club, jaringan, dll dll) dan yang mencakup kalangan buruh, tani, wanita, pegawai pemerintah, mahasiswa, pemuda, nelayan, pedagang, pengusaha, dan lain-lain golongan dalam masyarakat. Kehadiran organisasi non-pemerintah semacam itu di kota-kota dan daerah-daerah patutlah mendapat sambutan hangat dari semua fihak. Sebab, kegiatan-kegiatan organisasi extra-parlementer semacam itu bukan saja bisa mendinamiskan kehidupan demokrasi bagi bangsa, tetapi juga mengawasi jalannya reformasi.

Apapun yang terjadi, reformasi harus jalan terus!

Hiruk-pikuk yang dilontarkan oleh berbagai kalangan tentang tuntutan supaya Gus Dur meletakkan jabatan perlulah kiranya diantisipasi oleh seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi dengan perkiraan terjadinya berbagai kemungkinan. Sebab, bisa saja akan terjadi - seandainya Gus Dur bisa dipaksa untuk mengundurkan diri dari jabatannya _ maka kebebasan pers akan dikurangi, kebebasan berorganisasi juga dibatasi, atau, singkatnya, hak asasi manusia akan tidak dihargai lagi.

Maka, dalam situasi yang demikian itulah berbagai organisasi non-pemerintah, yang dibentuk oleh beraneka-ragam golongan masyarakat, akan memikul peran penting dalam membela demokrasi dan meneruskan perjuangan untuk reformasi. Reformasi adalah syarat mutlak bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara, setelah lebih dari 32 tahun dirusak secara parah oleh kekuasaan politik rezim militer Orde Baru. Meneruskan perjuangan untuk menuntaskan reformasi akan tetap merupakan tugas nasional kita, dalam keadaan yang bagaimana pun.

Oleh karena situasi mungkin akan menjurus ke arah yang membahayakan demokrasi dan hak asasi manusia, maka kita semua perlu menyadari bahwa perjuangan untuk melawan sisa-sisa kekuatan Orde Baru beserta para reformis gadungan adalah demi kepentingan kita semua, tidak peduli dari kalangan suku, agama, ras atau aliran politik yang mana pun. Dengan dasar yang luas semacam ini, dan dengan tujuan yang demikian mulia itu, bisalah kiranya diharapkan dari semua kekuatan pro-reformasi - baik besar maupun kecil - bergandeng tangan untuk bergotong-royong membela kepentingan rakyat dan menjaga keselamatan republik kita..

Gotong-royong untuk meneruskan perjuangan reformasi ini (mohon ingat: yang sudah dibayar dengan begitu banyak nyawa mahasiswa dan pemuda, sebelum dan sesudah Suharto jatuh) mungkin akan memakan waktu yang panjang dan menghadapi situasi baru yang lebih sulit dan lebih pelik lagi dibandingkan dengan yang sudah kita alami bersama selama dua tahun terakhir. Untuk pekerjaan besar ini diperlukan terbentuknya front luas dan network solidaritas sebanyak mungkin, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Front luas dan network solidaritas ini sangat penting untuk saling membantu, saling memberikan informasi, saling mendorong dan saling melindungi.

Dunia sedang dan pasti akan terus mengamati apa yang sedang terjadi di Indonesia. Perjuangan untuk demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia adalah bagian dan juga merpakan sumbangan kepada umat manusia. Peredaran zaman pastilah akan berfihak kepada perjuangan ini.

Langit di cakrawala sudah kelihatan mulai mendung. Marilah kita semua bergegas, sejak sekarang juga, menyediakan payung untuk berjaga-jaga. Esok, itu mungkin sudah terlambat!