14 Desember 2008 — 13 menit baca

4.800 pelanggaran HAM di Indonesia selama 2008 !

Bandung (ANTARA News-10 Desember 2008) - Sepanjang tahun 2008, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menerima 4.800 laporan tentang berbagai jenis pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dari berbagai pihak.

“Dari 4800 kasus yang diterima Komnas HAM, dua persen merupakan kasus tentang pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan keyakinan,” kata Komisioner Komnas HAM RI Sub Komisi Pengkajian, Ahmad Baso. Menurutnya, jika dibandingkan tahun angka kasus tingkat pelanggaran HAM di Indonesia mengalami penurunan. “Untuk jumlah pelangaran HAM tahun lalu, saya tidak tahu secara rinci angkanya namun yang pasti tahun ini angka pelanggaran HAM berkurang,”katanya. Dikatakannya, dari 4800 kasus pelanggaran HAM sepanjang tahun 2008 yang diterima oleh Komnas HAM, ada lima hak yang paling banyak dilanggar oleh berbagai kalangan seperti hak warga sipil, hak sosial ekonomi dan politik serta hak kebijakan.

Oleh sebab itu, sebagai upaya meminimalisir jumlah tindak pelanggaran HAM pada tahun depan, pihaknya akan merivisi nota kesepahaman atau MoU antara Komnas HAM dengan pihak Kepolisian tentang penanganan pelanggaran HAM. “Saya harap, dengan direvisinya MoU ini, pihak kepolisian responsif dan aktif terhadap penanganan kasus pelanggaran HAM” ucapnya.

Sementara itu, Sekertaris Umum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Suryadi, mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh pihaknya ada tiga daftar teratas sebagai pelaku tindak kejahatan dan intoleransi terhadap kebebasaan beragama dan berkeyakinan di Indonesia sepanjang tahun 2008. Ketiga daftar pelaku tindak kejahatan dan intoleransi terhadap kebebasaan beragama dan berkeyakinan ialah ormas Front Pembela Islam (FPI), massa tidak dikenal, dan tokoh masyarakat.

Ia mengatakan, ada lima jenis hak yang paling banyak dilanggar, kelima hak itu ialah hak untuk berkumpul sebanyak 141 kasus, hak untuk beribadat sebanyak 138 kasus, hak atas rasa aman sebanyak 127 kasus, hak atas perlindungan sebanyak 130 kasus dan terakhir hak atas kebebasan dari hasutan dan kebencian 68 kasus. Rencananya, pada tanggal 15 Desember nanti, ia akan melaporkan secara resmi, hasil risetnya itu kepada Komnas HAM dan Persatuan Bangsa-Bangsa (kutipan berita Antara selesai)

Sudah begtu bobrokkah negara kita?

Membaca pengumuman Komnas HAM yang seperti disajikan di atas itu agaknya kita bisa geleng-geleng kepala sambil menggerutu atau mengumpat-umpat : sudah begini rusakkah bangsa kita dan sudah sampai begini bobrokkah negara kita, atau sudah begitu bejatkah moral dan iman sebagian manusia Indonesia? Yang jelas, kita tidak bisa lagi atau sama sekali tidak pantas lagi berkoar-koar dengan lantang bahwa bangsa kita adalah bangsa yang peradabannya tinggi.

Sebab, pelanggaran HAM sebanyak 4.800 setahun adalah banyak sekali, karena berarti setiap bulannya rata-rata 400, atau lebih dari 30 pelanggaran HAM seharinya. Namun, itu baru yang sudah dilaporkan kepada Komisi Nasional HAM saja. Dan juga baru yang besar-besar atau yang parah dan serius. Padahal banyak sekali segala jenis pelanggaran HAM yang dilakukan di berbagai provinsi, kabupaten, kota, bahkan kecamatan di banyak daerah di Indonesia. Banyak orang yang tidak mau, atau segan-segan, atau, bahkan, takut-takut melaporkan adanya pelanggaran HAM.

Dinyatakan oleh Komnas HAM bahwa dalam tahun 2008 ada 4.800, dan jumlah itu pun sudah berkurang dari jumlah tahun sebelumnya Ini berarti bahwa setiap tahun terjadi banyak sekali bermacam-macam pelanggaran HAM di negara kita. Dan, ironisnya lagi, pelanggaran HAM yang begitu banyak itu semasa rejim militer Orde aru masih terus juga terjadi ketika Suharto sudah dipaksa turun dari kekuasaannya, dan ketika sudah dikumandangkan dengan koar-koar adanya “reformasi” (yang ternyata gagal atau macet total itu).

Dari banyaknya pelanggaran HAM yang bermacam-macam setiap tahun itu, maka sama sekali tidak patutlah kalau di antara kita masih bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang mulia dan luhur peradabannya. Sebab, menurut Komnas HAM, dalam tahun 2008 saja ada lima jenis hak yang paling banyak dilanggar. Kelima hak itu ialah hak untuk berkumpul sebanyak 141 kasus, hak untuk beribadat sebanyak 138 kasus, hak atas rasa aman sebanyak 127 kasus, hak atas perlindungan sebanyak 130 kasus dan terakhir hak atas kebebasan dari hasutan dan kebencian 68 kasus

Apalagi, sekali lagi apalagi (!) i, kalau kita periksa kembali pelanggaran HAM yang banyak, dan berat atau parah sekali, selama 32 tahun berkuasanya rejim militer yang bersifat fasis di bawah diktatur Suharto dkk, maka tidak pantaslah sama sekali bangsa kita dinamakan bangsa yang berbudi luhur dan berkebudayaan tinggi.Banyak sekali saksi-saksi hidup yang sekarang masih bertebaran di seluruh Indonesia, yang bisa menceritakan kembali tindakan-tindakan kejam dan tidak berperikemanusiaan terhadap orang-orang kiri dan pendukung Bung Karno, yang jumlahnya jutaan orang itu.

Organisasi-organisasi seperti (antara lain) Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rejim Orde Baru (LPR-KROB), Pakorba, YPKP, LPKP, IKOHI dan berbagai LBH, bisa mengajukan bukti-bukti nyata dan benar atau otentik tentang banyaknya dan juga seriusnya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rejim Orde Baru, yang ditulangpunggungi oleh militer (terutama TNI-AD) dan Golkar..

Dosa berat dan aib besar bangsa

Pelanggaran HAM rejim militer Orde Baru adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa besarnya, luar biasa luasnya, luar biasa parahnya, dan luar biasa pula dampaknya atau akibatnya yang menyedihkan . Dalam sejarah dunia modern, tidak banyak tandingannya, kecuali Hitler (dari Jerman) dan Franco (dari Spanyol). Hendaknya sama-sama kita ingat bahwa puluhan juta anggota keluarga para korban terus-menerus mengalami berbagai macam penderitaan, dan lagi pula selama puluhan tahun !!! Yang sudah dibunuh atau dipenjarakan pada umumnya adalah orang-orang yang tidak bersalah apa-apa. Di antara mereka terdapat banyak orang-orang yang sudah ikut berjuang untuk kemerdekaan nasional dan membela kepentingan rakyat banyak.

Banyak sekali di antara mereka yang mendukung politik Bung Karno untuk menentang imperialisme (terutama AS), neo-kolonialisme, dan kapitalisme, dan ikut memperjuangkan masyarakat adil dan makmur, atau sosialisme à la Indonesia. Karenanya, pelanggaran HAM terhadap para pendukung politik Bung Karno itu merupakan dosa berat dan pengkhianatan besar terhadap rakyat Indonesia. Demi kepentingan anak cucu atau hari kemudian bangsa sudah semestinyalah kalau orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM besar-besaran itu minta ma’af kepada keluarga para korban, dan berusaha untuk terwujudnya rehabilitasi bagi mereka.

Dengan permintaan ma’af dan mengakui kesalahan-kesalahan besar yang sudah dilakukan masa lalu maka bisa diusahakan adanya rekonsiliasi, yang memerlukan adanya rehabilitasi terlebih dulu. Pelanggaran HAM besar-besaran oleh Orde Baru (yang masih diteruskan sampai sekarang oleh berbagai pemerintahan pasca-Suharto) merupakan beban sejarah yang berat, dosa yang monumental, dan aib yang besar, bagi bangsa kita dan anak-cucu kita. Tidak ada gunanya sama sekali bagi bangsa kita untuk terus-menerus menggemboli beban, dosa dan aib besar yang membikin sakitnya bangsa ini. Makin cepat penyakit-penyakit ini sama-sama kita hilangkan atau kita berantas habis, makin baik bagi bangsa kita secara keseluruhan, juga untuk generasi kita di kemudian hari.

Mereka meng-kentuti HAM dan Pancasila

Melihat banyaknya dan juga parahnya bermacam-macam pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan oleh Komnas HAM, nyatalah bahwa banyak golongan dalam negara kita yang sudah kehilangan pedoman untuk hidup bersama secara rukun, damai, tenteram, dalam suasana persaudaraan dan jiwa kekeluargaan sebagai sesama bangsa dan sebagai sesama manusia Banyaknya kejahatan atau pelanggaran HAM di bidang kebebasan beragama dan berkeyakinan, atau di bidang hak berkumpul, menunjukkan bahwa banyak orang dari berbagai golongan (baca : sebagian golongan Islam) yang tidak mengerti, atau tidak mau mengerti, atau menganggap sepi dan bahkan “meng-kentuti” atau meludahi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dari pengalaman kita semua semenjak berkuasanya Suharto dkk, kita bisa sama-sama mengamati bahwa para tokoh-tokoh Orde Baru (yang terdiri dari kalangan militer dan Golkar terutama) pada umumnya adalah anti-Bung Karno dan karenanya juga anti-kiri. Mereka itu pada hakekatnta adalah anti-Pancasila (yang asli, yang menurut jiwa atau gagasan besar Bung Karno), walaupun sudah lebih dari 40 tahun lamanya terus-menerus kaok-kaok mengumbar kebohongan “menjunjung tinggi Pancasila”, atau “demokrasi Pancasila” , atau “penghayatan Pancasila”. atau “ekonomi Pancasila” dan bahkan “kesaktian Pancasila” !

Pancasila-nya Bung Karno lebih dulu dari PBB

Dosa berat atau kejahatan besar orang-orang Orde Baru adalah ajakan, hasutan, dorongan, komplotan dan jebakan mereka terhadap golongan-golongan dalam masyarakat Indonesia (antara lain: FPI, MMI dan sejenisnya) untuk bersikap anti-Bung Karno dan anti-Pancasila, yang berarti anti-kiri juga. Banyak berbagai pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh Komnas HAM adalah pada pokoknya manifestasi yang gamblang dari pengkhianatan para pelakunya terhadap Pancasila (yang asli menurut jiwa dan ajaran Bung Karno) dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kalau kita teliti kembali dengan cermat isi pokok-pokok Deklarasi Universal HAM PBB dan juga jiwa kalimat-kalimat dalam Pancasila maka kita akan bisa melihat bahwa isi yang utama Deklarasi Universal HAM PBB tercermin juga dalam Pancasila. Sebaliknya, jiwa sila-sila dalam Pancasila juga dapat ditemukan dalam Deklarasi Universal HAM PBB ( mengenai agama, peri kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, keadilan sosial dll dll). Ini berarti bahwa Pancasila-nya Bung Karno adalah sejiwa dengan Deklarasi Universal HAM PBB., atau bahkan, Pancasilanya Bung Karno adalah satu dan senyawa dengan Deklarasi Universal HAM PBB.

Kalau kita ingat bahwa Bung Karno sudah mencetuskan Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 (terkenal dengan Hari Lahirnya Pancasila) maka nyatalah betapa luas, jauh dan agungnya pemikirannya mengenai pedoman atau haluan yang begitu penting bagi bangsa dan negara kita. Apalagi, kalau kita perhatikan bahwa Bung Karno melahirkan Pancasila itu 3 tahun lebih dulu dari pada diumumkannya oleh PBB Deklarasi Universal HAM pada tanggal 10 Desember tahun 1948. Dari sudut ini saja kita bisa terheran-heran mengapa masih ada golongan atau kalangan (terutama pimpinan TNI-AD dan Golkar) yang tidak mengakui kebesaran jiwa Bung Karno dan bahkan mengkhianatinya. Dari sudut ini juga dapat dilihat bahwa pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan oleh Komnas HAM adalah – pada hakekatnya – juga anti-Pancasila, dan juga bahwa anti-Bung Karno adalah ( sebenarnya ! ) anti-Pancasila.

Pasal-pasal Deklarasi Universal HAM PBB

Patutlah agaknya dicatat, bahwa pelanggaran HAM sebanyak 4 800 dalam tahun 2008 yang diumumkan oleh Komnas HAM adalah baru hanya sebagian kecil sekali saja dari pelanggaran HAM yang sebenarnya. Sebab, menurut Deklarasi Universal HAM PBB, yang juga ditandatangani oleh Republik Indonesia, antara lain menyebutkan sebagai berikut :

  • Semua mahluk manusia dilahirkan secara bebas dan memiliki martabat dan hak yang sama. Mereka mempunyai kenalaran (reason) dan kesedaran (conscience) dan kewajiban untuk bertindak antara yang satu dan lainnya dalam semangat persaudaraan (in a spirit of brotherhood)..

  • Semua orang berhak untuk memiliki hak dan kebebasan seperti yang dicantumkan dalam Deklarasi ini, tanpa perbedaan apa pun dalam hal ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, opini politik atau pun opini lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, perbedaan kekayaan, kelahiran atau status lainnya

  • Tidak seorang pun boleh disiksa (torture) atau mendapat hukuman dan perlakuan yang kejam, tidak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat manusia (cruel, inhuman or degrading treatment).

  • Seorang pun tidak boleh secara sewenang-wenang ditangkap, ditahan atau di-exilkan (arbitrary arrest, detention or exile).

  • Semua orang berhak untuk mempunyai kebebasan fikiran, keyakinan dan agama (freedom of thought, conscience and religion). Hak ini mencakup kebebasan untuk mengganti agama atau kepercayaannya, dan kebebasan untuk secara sendirian atau bersama-sama dengan orang lain, baik di depan umum maupun di tempat tersendiri (private) memanifestasikan agamanya atau kepercayaannya lewat pendidikan, praktek, sembahyang dan upacara (worship and observance).

  • Semua orang mempunyai hak atas kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat (the right to freedom of opinion and expression); hak ini mencakup kebebasan untuk mempunyai pendapat tanpa mendapat gangguan (to hold opinions without interference) dan kebebasan untuk mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan (to seek, receive and impart information and ideas), lewat media yang manapun dan tanpa memandang perbatasan negara.

  • Semua orang mempunyai hak untuk menyelenggarakan rapat atau perkumpulan yang bertujuan damai ((peaceful assembly and association). 2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk menjadi anggota sesuatu perkumpulan.

  • Setiap orang mempunyai hak untuk bekerja, untuk menentukan pilihan pekerjaannya secara bebas, untuk bekerja dengan syarat-syarat yang adil dan mendapat perlindungan dari bahaya pengangguran. 2. Setiap orang, tanpa diskriminasi apa pun, berhak untuk menerima upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. 3. Setiap orang yang bekerja mempunyai hak untuk menerima upah yang adil dan menguntungkan untuk memberikan jaminan baginya sendiri dan keluarganya atas kehidupan yang sesuai dengan martabat manusia, dan ditambah, kalau perlu, dengan cara-cara proteksi sosial lainnya. 4. Setiap orang mempunyai hak untuk membentuk serikat-buruh atau bergabung di dalamnya (to form and to join trade unions) demi melindungi kepentingannya.

  • Setiap orang mempunyai hak atas standar hidup yang memadai bagi kesehatan dirinya dan keluarganya, termasuk makan, pakaian, perumahan, pengobatan, dan pelayanan sosial, dan atas jaminan dalam menghadapi pengangguran, sakit, cacad, kematian suami atau istri (widowhood), hari-tua, atau menghadapi situasi kehidupan sulit yang di luar kemauannya.

  • Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan. Pendidikan haruslah bebas beaya, setidak- tidaknya bagi pendidikan tahap elementer (elementary stage) dan dasar. Pendidikan dasar haruslah wajib. Pendidikan teknik dan kejuruan (professional) haruslah tersedia untuk umum dan pendidikan tinggi harus terbuka bagi semua dengan hak yang sama berdasarkan merit masing-masing. 2. Pendidikan harus diarahkan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian seseorang sebagai manusia (full development of the human personality) dan untuk memperkokoh dihargainya hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms). Pendidikan ini harus mempromosikan saling pengertian, toleransi dan persahabatan antara semua bangsa, grup sosial atau agama, dan memperkuat aktivitas PBB untuk mempertahankan perdamaian. 3. Orang tua anak mempunyai hak yang utama (prior right) untuk memilih jenis pendidikan yang harus diberikan kepada anak mereka.

  • Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya di mana dimungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan sepenuhnya. 2. Dalam mempertahankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus dikenakan pembatasan oleh undang-undang yang tujuannya adalah semata-mata untuk mengakui dan menghormati secara selayaknya hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan moral, ketertiban umum dan kesejahteraan bersama dalam suatu masyarakat demokratis. 3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini tidak dapat, bagaimana pun juga, dijalankan secara berlawanan dengan tujuan dan prinsip-prinsip PBB. (kutipan Deklarasi PBB selesai)

Kembali kepada ajaran-ajaran Bung Karno

Dengan menyajikan kutipan dari sebagian Deklarasi Universal HAM PBB (yang seluruhnya terdiri dari 30 pasal) maka kelihatanlah secara jelas sekali bahwa negara dan bangsa Indonesia masih jauh sekali belum bisa mewujudkan berbagai ketentuan-ketentuan yang dicantumkan oleh PBB. Bermacam-macam pelanggaran HAM berat yang banyak terjadi selama rejim militer Orde Baru (yang sebagiannya juga diteruskan oleh pemerintahan-pemerintahan sesudah Suharto) dewasa ini ditambah menjadi lebih parah lagi dengan melonjaknya kemiskinan yang meluas, pengangguran yang membengkak, permusuhan antar-etrnis, perselisihan antar agama, kelaparan yang melanda berbagai daerah, pencurian kekayaan negara dan rakyat lewat korupsi dan penyakit-penyakit lainnya. Dan yang menyedihkan sekali adalah tipisnya harapan bahwa keadaan yang serba semrawut dan membusuk ini akan bisa diperbaiki – dalam jangka dekat pula - oleh sistem politik yang dijalankan oleh partai-partai yang berkuasa sekarang ini.

Dalam menghadapi situasi negara dan bangsa yang menyedihkan seperti dewasa ini, adalah sangat perlu bagi kita semua ingat kembali kepada politik pro-rakyat yang anti-imperialisme dan anti-kapitalisme yang diajarkan Bung Karno, untuk menjadikan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai senjata bangsa dalam mewujudkan secara gotong-royong masyarakat adil dan makmur, yang berdasarkan sosialisme à la Indonesia.